ANTARA KAJIAN KITAB DAN KAJIAN TEMATIK

Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil aalamiin. Wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajmaiin. Wa ba'du. 

Berbicara tentang dua kajian ini, maka keduanya memiliki manfaat. Namun mana yang lebih bermanfaat?

Seluruh penuntut ilmu yang pernah belajar di pondok-pondok pesantren atau pernah belajar di majelis-majelis ilmu yang mengadakan kajian-kajian kitab, mereka akan mengatakan bahwa kajian kitab lebih besar manfaatnya dari pada kajian tematik. Bukan berarti menafikan manfaat dalam kajian tematik, dalam kajian tematik ada manfaat yang besar diantaranya sebagai sarana untuk tasfiyyah dan tarbiyyah ikhwah dan akhawat baru, adapun untuk mempelajari ilmu syar'i secara terperinci bukan di kajian tematik tempatnya, tapi di kajian kitab. Karena itu, perbandingan satu bab dari kajian kitab, puluhan bahkan ratusan faedah yang bisa didapatkan, seperti mendapatkan kosa-kata baru, kita berinteraksi langsung dengan kitab para ulama, kita juga bisa mengambil faedah baca kitab dari ustadz yang mengisi kajian, kita juga bisa memiliki banyak koleksi kitab berbahaberbahasa arab dan yang terpenting juga kita memiliki sanad ilmu yang bersambung langsung dengan ustadznya dan syaikh-syaikhnya, kita juga bisa merasakan betapa luasnya ilmu syar'i, betapa banyaknya kitab-kitab para ulama dan lain sebagainya. Sedangkan dalam kajian tematik hanya sepercik dari faedah kajian kitab. Seperti ini pula pendapat para para ustadz yang pernah kita dengar langsung dari beliau-beliau dalam kajian-kajian mereka ketika membahas tentang perbedaan kajian kitab dengan kajian tematik. Namun walaupun demikian, realitanya justru kajian kitab inilah yang sering di tinggalkan sedangkan euforia terhadap kajian tematik begitu sangat diminati, apalagi jika ada ustadz terkenal yang datang ke daerah kita. Jika kita bertanya, kenapa bisa demikian? Jawabannya adalah karena para penuntut ilmu belum faham betul mana yang kajian yang tafshiil (terperinci) dan mana yang tidak. Kedua, sebagian besar penuntut ilmu tidak faham tentang ilmu alat atau ilmu nahwu, sehingga prioritas mereka adalah mengikuti yang termudah yaitu kajian tematik. 

Kajian kitab memang mengharuskan para penuntut ilmu memahami ilmu-ilmu alat seperti ilmu nahwu misalnya, namun sebagian penuntut ilmu yang sudah faham tentang hal ini justru sering acuh tak acuh dan kurang semangat dalam mempelajarinya,  padahal memahami ilmu nahwu wajib bagi setiap penuntut ilmu syar'i, sebagaimana sebuah qoidah mengatakan :

ما لا يتم الواجب الا به فهو واجب

"Apa-apa yang tidak akan sempurna perkara yang wajib kecuali dengannya maka dia itu wajib."

Memahami al-Qur'an dan as-Sunnah adalah kewajiban, dan tidak akan sempurna memahami keduanya kecuali dengan mempelajari ilmu nahwu. Karena itulah mempelajari ilmu nahwu hukumnya menjadi wajib, karena merupakan washilah, perantara, jembatan untuk sampai pada perkara yang wajib yaitu memahami al-Qur'an dan as-Sunnah.

Jika penuntut ilmu sering malas mengikuti kajian kitab namun lebih menyukai kajian-kajian tematik, itu pertanda dia tidak memahami mana yang paling bermanfaat untuk dirinya. Bahkan oleh sebagian penuntut ilmu yang murni masih jahil, kadang menjadikan kajian tematik sebagai standar salafi tidaknya seseorang. Sedangkan yang jarang hadir mengikuti kajian tematik dianggap bukan salafi, ini standar dari siapa saudaraku?

Inilah akibat tidak pernah mempelajari ilmu syar'i secara bertahap, akibatnya kita akan mudah menghukumi orang lain sesuka hati kita. Kajian kitab terkadang tidak selalu dihadiri banyak orang, seperti contoh kajian kitab yang bersifat mulazamah, terkadang hanya terdiri dari beberapa orang yang memang memiliki semangat tinggi untuk belajar, dan kajian seperti inilah yang sangat menarik dan banyak faedahnya, namun tidak difahami oleh orang-orang yang tidak pernah belajar secara tafshiil. Oleh karena itu awali langkah kita dengan mempelajari bahasa arab dan ilmu nahwu, agar level keilmuan kita sedikit meningkat dari sebelumnya. Berkata para ulama tentang urutan menuntut ilmu bagi para penuntut ilmu : 

قال أبو عبيد القاسم بن سلام : ((عجبت لمن ترك الأصول وطلب الفضول)).

وقال الحافظ النووي رحمه الله : ((وبعد حفظ القرآن يحفظ من كل فن مختصرا، ويبدأ بالأهم، ومن أهمها الفقه والنحو، ثم الحديث والأصول، ثم الباقي على ما تيسر.

قال ابن أبي العز الحنفي : ((فالواجب على من طلب العلم النافع أن يحفظ كتاب الله ويتدبره، وكذلك من السنة ما تيسر له، ويطلع منها وتروى، ويأخذ معه من اللغة والنحو ما يصلح به كلامه، ويستعين به على فهم الكتاب والسنة، وكلام السلف الصالح في معانيها، ثم ينظر في كلام عامة العلماء الصحابة، ثم من بعدهم ما تيسر له من ذلك من غير تخصيص.

[النبذ في آداب طلب العلم، ص ٩٨-٩٩. دار الاثرية]

Abu Ubaid Al-Qaasim bin Salaam mengatakan : ((Aku heran dengan orang yang meninggalkan (tidak mau mempelajari) perkara ushul dan lebih mempelajari al-fudhuul (perkara-perkara yang tidak bermanfaat))).

Al-Haafidz An-Nawawiy rahimahullah mengatakan : ((Setelah menghafal Al Qur'an hendaknya seseorang menghafal setiap cabang ilmu yang ringkas, dan hendaknya seseorang memulai dengan yang paling penting, dan diantara yang paling penting adalah ilmu fiqih, ilmu nahwu, kemudian ilmu hadits dan ilmu ushul, kemudian sisanya (pelajarilah) apa-apa yang mudah (baginya))).

Berkata Ibnu Abi Al-'Izz al-Hanafiy :((Yang wajib bagi orang-orang yang menuntut ilmu yang bermanfaat (ilmu syar'i), agar dia menghafal kitab Allah dan mentadaburinya, menghafal sebagian As-Sunnah apa yang mudah baginya, mempelajari dan memikirkannya, bersamaan dengan itu dia mempelajari ilmu bahasa arab dan ilmu nahwu apa yang dapat memperbaiki ucapannya, meminta pertolongan dengannya agar bisa memahami Al-Kitab dan As-Sunnah serta ucapan salafush sholih yang terkait dengan makna-makna As-Sunnah, lalu melihat ucapan para ulama dari kalangan sahabat tersebut secara umum, dan ucapan (orang orang yang datang) setelah mereka apa yang mudah baginya tanpa mengkhususkannya)). [An-Nubadz fii Adaab Tholabil 'Ilmi, hal. 98-99. Cet. Daarul Atsariyyah]

Jika mempelajari bahasa arab dan ilmu nahwu yang sangat penting itu sudah ditinggalkan dan tidak diminati lagi, maka akibatnya akan malas mengikuti kajian kitab, terutama kajian kitab tauhid dan lain sebagainya.

Dahulu saya pribadi pernah mendengar seorang penuntut ilmu mengatakan kepada saya suatu kalimat, dia mengatakan : "Ana sangat malas jika mengikuti kajian kitab tauhid ustadz fulan, karena pembahasannya adalah baca kitab. Membosankan cara penyampaiannya, dan juga sering bikin ngantuk". Waliyaadzubillah. Bagaimana tidak mengantuk, datang kajian saja tidak mau membawa alat tulis, mencatat juga tidak, merekam juga enggan, maka orang yang seperti ini seperti apa yang diucapkan oleh Ustadz Abu Sa'ad rahimahullah : datang kajian hanya bawa nyawa saja, maka pantas saja sering mengantuk ketika mengikuti kajian kitab, sering tidak konsen, cepat bosanan, dan ini semua akibat sudah terbiasa dimanjakan oleh kajian tematik.

Jika ingin tidak mengantuk di kajian kitab, maka bawalah kitab yang sedang dibahas oleh ustadz, bawa serta pula alat tulis untuk menulis, kemudian simak kajian itu sambil mengharokati apa  yang ustadz baca, catat setiap kata yang ustadz terjemahkan, dan lain sebagainya, jika seperti ini cara kajiannya, maka wallahi siapapun orangnya pasti dia tidak akan pernah mengantuk, tidak pernah merasa bosan, tidak pernah merasa jenuh, dan lain sebagainya. Jika memang masih saja mengantuk padahal yang sedang dikaji adalah kitab tauhid, maka mungkin didalam tubuh orang tersebut ada jin yang bersarang sehingga menghalangi dia untuk menuntut ilmu syar'i.

Saudaraku, kitab tauhid itu kitab yang teramat penting untuk dikaji, karena didalamnya membahas tentang tauhid dan macam-macamnya dan membedah pula tentang kesyirikan dan segala jenisnya, sehingga dengan hal itu akan menjadi penentu masuk surga atau tidaknya seorang hamba. Karena itu, jika ingin merasakan nikmatnya menuntut ilmu, nikmatnya mengikuti kajian-kajian kitab, maka pelajarilah ilmu nahwu, niscaya Allah akan berikan taufik dan kemudahan kepada kita untuk  semangat menghadiri kajian-kajian kitab, semangat untuk mulazamah kepada para ahli ilmu, sehingga dengan itu akan membuat keilmuan kitap semakin bertambah.

Disana banyak kitab yang harus dipelajari dalam kajian kitab, dari kitab tauhid, kitab aqidah, kitab fiqih, ushul fiqih, qowaidul fiqhiyyah, kitab hadits, tafsir, dan lain sebagainya. Maka fahamilah, tanpa perjuangan meluangkan waktu untuk mempelajari ilmu nahwu, kita tidak akan sampai ke jenjang perubahan. Jika kita tidak mau berjuang dari sekarang untuk meluangkan waktu dan mengorbankan tenaga untuk mempelajarinya,  tentu kita akan tetap berjalan ditempat dan akan terus bersandar pada kajian-kajian tematik. Menuntut ilmu itu sebenarnya tidak harus di pondok pesantren, dengan modal dasar memahami bahasa arab dan ilmu nahwu, kita bisa datang mulazamah kepada para ustadz atau menghadiri kajian-kajian kitab yang ada disekitar kita. Tentu kita tidak ingin dilampaui oleh anak didik kita yang hari ini kita ajarkan iqro'. Bukan berarti kita tidak bangga kepada peserta didik kita yang lebih maju dari kita, bukan! Tapi maksudnya, mari kita berlomba dalam kebaikan, jangan hanya peserta didik kita saja yang maju sedangkan kita hanya menjadi penonton dan jalan ditempat, akhirnya kita-pun yang sudah beruban kembali duduk bersimpuh dihadapan murid-murid yang kita ajarkan iqro' dahulu dan bertanya kepada mereka serta meminta fatwa kepada mereka dan demikian seterusnya, dan ini jelas sangat merugi. Karena itu, sudah saatnya bagi para penuntut ilmu, para ikhwah dan akhawat yang sudah puluhan tahun mengaji salaf agar meningkatkan keilmuannya dengan kajian-kajian kitab dan mempelajari ilmu-ilmu dasar, dan diantara ilmu-ilmu dasar yang paling penting adalah ilmu nahwu, karena ia adalah dasar yang paling penting dan paling direkomendasikan oleh para ulama untuk dipelajari sebagai langkah awal untuk bisa naik ke kitab berikutnya. Karena itu, benarlah ucapan Imam Asy-Syafi'i :

[من تبحر في النحو اهتدى إلى جميع العلوم. [شذرات الذهب، ٢/٤٠٧. دار ٰابن كثير

"Barangsiapa yang menguasai ilmu nahwu, dia dimudahkan untuk memahami seluruh ilmu".[Syadzaraat Adz-Dzahab, 2/407. Cet. Daar Ibni Katsir]

Ucapan Imam Asy-Syafi'i diatas benar. Dengan menguasai ilmu nahwu, mudah bagi kita untuk memahami semua ilmu, dengan cara  mulazamah dan mengikuti kajian-kajian kitab yang ada disekitar kita.

Sebenarnya mempelajari ilmu nahwu itu mudah, kuncinya bersabar dan jangan mudah menyerah. Dan ingatlah bahwa menuntut ilmu harus dimulai dari yang paling dasar, lalu naik ke kitab diatasnya dan demikian seterusnya. Dan satu kata yang harus diingat, mempelajari ilmu nahwu itu sulitnya diawal-awal saja, karena setelahnya pasti mudah. Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin rahimahullah pernah mengatakan :

:فإن علم النحو علم شريف، علم وسيلة ؛ يتوسل بها إلى شيئين مهمين

.الشيء الأول : فهم كتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم، فإن فهمهما ويتوقف على معرفة علم النحو

والثاني : إقامة اللسان على اللسان العربي، الذي نزل به  كلام الله عز وجل ؛ لذلك كان فهم النحو أمرا مهما جدا ؛ ولكن النحو في أوله صعب وفي آخره سهل، وقد مثل : ببيت من قصب وبابه من حديد، أنه صعب الدخول لكن إذا دخلت ؛ سهل عليك كل شيء ؛ ولذلك ينبغي للإنسان أن يحرص على تعلم مبادئه حتى يسهل عليه الباقي. ولا عبرة بقول من قال : إن النحو صعب، حتى يتخيل
.الطالب أنه لن يمكن منه، فإن هذا ليس بصحيح، لكن ركز على أوله يسهل عليك آخره

[شرح الجريمة لفضلة الشيخ العلامة محمد بن صالح العثيمين، ص : ٩-١٠. مكتبة الرشد]

"Sesungguhnya ilmu nahwu merupakan ilmu yang mulia, ilmu wasilah ; yang dengannya menjadi perantara kepada dua perkara yang penting : Pertama : Memahami kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, karena memahami keduanya berhenti pada mengetahui ilmu Nahwu.

Kedua: Membiasakan lisan dengan lisan orang-orang arab, yang telah turun dengannya firman Allah 'Azza wa Jalla ; karena demikian, memahami ilmu nahwu merupakan perkara yang teramat penting sekali ; akan tetapi ilmu nahwu itu sulit diawal dan mudah di akhirnya, dan sungguh telah di umpamakan  seperti rumah dari bambu dan pintunya dari besi, yaitu : memasukinya sulit akan tetapi apabila kamu telah masuk ; mudah bagimu segala sesuatu. Untuk itulah selayaknya bagi orang-orang agar dia bersungguh-sungguh untuk mempelajari ilmu nahwu sebagai titik permulaan sampai tetapnya kemudahan atasnya. Dan tidaklah (dia) bersedih hati dengan ucapan orang-orang yang berkata :

"Sesungguhnya nahwu itu sulit, sampai terbayangkan oleh penuntut ilmu bahwasanya tidak mungkin untuk mempelajari ilmu nahwu. Maka ini sungguh (ucapan yang) tidak benar, akan tetapi tanamkanlah olehmu yg pertama (bahwa nahwu itu sulit di awal), dan mudah bagimu di akhirnya." [Syarhul Jurumiyyah, li Fadhilati asy-Syaikhi al-'Allaamah Muhammadi bni Shoolih Al-'Utsaimiin, (hal.9-10), Maktabatu-Ar-Rusyd]

Lihatlah para ulama, seperti Imam al-Kisaa'i, berjuang mempelajari ilmu nahwu yang sebelumnya tidak dia fahami, sampai-sampai dengan kesungguhan dan kesabarannya beliau akhirnya menjadi ulama ahli nahwu terkemuka di kota kuffah, dan menjadi rujukan dalam bidang nahwu dan qiro'at hingga saat ini. Karena besarnya jasa Al-Kisaa'i dalam ilmu nahwu, sampai-sampai Imam Asy-Syafi'i rahimahullah pernah mengatakan :

.[من أراد أن يتبحر في النحو فهو عيال على الكسائي. [شذرات الذهب، ٢/٤٠٧. دار ٰابن كثير

"Barangsiapa yang ingin menguasai ilmu nahwu, maka dia (butuh) berhutang budi kepada Al-Kisa'i".[Syadzaraat Adz-Dzahab, 2/407. Cet. Daar Ibni Katsir]

Karena itu, kitapun bisa mengikuti semangatnya Imam Al-Kisaa'i, walaupun kita tidak bisa melampaui Imam Al-Kisaa'i. Seorang pujangga pernah mengatakan :

"Bila Imam Al-Kisaa'i telah berjasa dalam ilmu nahwu, maka kita-pun bisa mengambil bagian dari jejak Al-Kisaa'i. Yaitu tirulah semangatnya, rajinlah menglang-ulang ilmu, dan luruskanlah niat karena Allah."

Berkata penyair yang lain :

.من تعلم اللغة العربية فهو من العاقلين

"Barangsiapa yang mempelajari bahasa arab maka dia termasuk orang orang yang berakal."

Karena itu pelajarilah bahasa arab, niscaya semangat kita untuk mempelajari kitab-kitab para ulama dalam kajian-kajian kitab akan semakin membara.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Related Posts:

2 Responses to "ANTARA KAJIAN KITAB DAN KAJIAN TEMATIK"