PRINSIP KEDUA DALAM MENUNTUT ILMU

 


Bismillah, alhamdulillahi Rabbil'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.

Prinsip-prinsip dalam menuntut ilmu sangat banyak, diantaranya mengikhlaskan niat dalam belajar. Berkata Asy-Syaikh Sholih bin Abdillah bin Hammad al-'Ushaimiy :

إن إخلاص الأعمال أساس قبولها، وسلم وصولها ؛ قال تعالى : «وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ» [البينة : الآية ٥]

وفي الصحيحين عن عمر رضي الله عنه، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ((الأعمال بالنية، ولكل امرئ ما نوى)).

وما سبق من سبق، ولا وصل من وصل من السلف الصالحين ؛ إلا بالإخلاص لله رب العالمين. 

وقال أبو بكر المروذي رحمه الله : سمعت رجلا يقول لأبي عبد الله - يعني أحمد بن حنبل - وذكر له الصدق والإخلاص ؛ فقال أبو عبد الله : ((بهذا ارتفع القوم)).

.وإنما ينال المرء العلم على قدر إخلاصه 

والإخلاص في العلم يقوم على أربعة أصول، بها تتحقق نية العلم للمتعلم إذا قصدها :

الأول : رفع الجهل عن نفسه ؛ بتعريفها ما عليها من العبوديات، إيقافها على مقاصد الأمر والنهي.

الثاني : رفع الجهل عن الخلق ؛ بتعليمهم وإرشادهم لما فيه صلاح دنياهم وآخرتهم.

.الثالث : إحياء العلم، وحفظه من الضياع

.الرابع : العلم بالعلم

ولقد كان السلف - رحمهم الله - يخافون فوات الإخلاص في طلبهم العلم، فيتورعون عن ادعائه لا أنهم لم يحققوه في قلوبهم.

سئل الإمام أحمد : هل طلبت العلم لله؟ فقال : ((لله عزيز!!، ولكنه شيء حبب إلي فطلبته)).

.ومن ضيع الإخلاص فاته علم كثير، وخير وفير

وينبغي لقاصد السلامة أن يتفقد هذا الأصل - وهو الإخلاص - في أموره كلها، دقيقها وجليلها، سرها وعلنها.

.ويحمل على هذا التفقد شدة معالجة النية

قال سفيان الثوري رحمه الله : ((ما عالجت شيئا أشد علي من نية ؛ لأنها تتقلب إلي)).

بل قال سليمان الهاشمي رحمه الله : ((ربما أحدث بحديث واحد ولي نية، فإذا أتيت على بعضه تغيرت نيتي، فإذا الحديث الواحد يحتاج إلى نيات)).

[خلاصة في تعظيم العلم، للشيخ الصالح بن عبد الله بن حمد العصيمي، ص ١١-١٣]

"Sesungguhnya mengikhlaskan niat dalam beramal merupakan pondasi diterimanya amalan dan tangga untuk sampai kepadanya. Allah Ta'ala berfirman :

Artinya : "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah : 5)

Dan dalam kitab shohihain dari Umar -radhiyallahu 'anhu- bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan (balasan) sesuai dengan apa yang ia niatkan)).

Kaum salaf tidaklah lebih unggul dan berprestasi, melainkan karena keikhlasan mereka kepada Allah Rabb semesta alam.

Berkata Abu Bakar al-Marudziy rahimahullah : Aku pernah mendengar seorang laki-laki berbicara kepada Abu Abdillah - yaitu Ahmad bin Hambal -  tentang kejujuran dan keikhlasan ; maka Abu Abdillah mengatakan : ((Berkat dua hal itulah para salaf dahulu meraih kedudukan yang tinggi)).

Dan seseorang akan mendapatkan ilmu sesuai dengan kadar keikhlasannya.

Dan ikhlas dalam menuntut ilmu dibangun diatas empat pondasi. Jika seseorang memenuhinya, maka niatnya dianggap ikhlas. 

Pertama : Niat menghilangkan kebodohan dari dirinya. Dengan mempelajari ibadah apa saja yang diwajibkan atas dirinya, serta berupaya mengetahui perintah dan larangan Allah.

Kedua : Berniat untuk menghilangkan kebodohan dari orang lain. Dengan cara mengajari dan mengarahkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat.

Ketiga : Berniat menghidupkan ilmu agama dan menjaganya supaya tidak sirna.

Keempat : Berniat mengamalkan ilmu tersebut

Dan sungguh dahulu para salaf -rahimahumullah - mereka senantiasa merasa takut belum ikhlas dalam proses mereka belajar agama. Sehingga mereka memilih bersikap wara' dari mengklaim keikhlasan dalam rangka kehati-hatian, bukan karena mereka belum merealisasikannya di dalam hati. 

Imam Ahmad pernah ditanya : "Apakah engkau belajar ilmu agama karena Allah?" Imam Ahmad menjawab : ((Ikhlas itu berat!!, namun Allah tumbuhkan di dalam hatiku kecintaan terhadap ilmu, sehingga akupun senantiasa mempelajarinya)).

Dan barangsiapa yang menghilangkan keikhlasan, maka ia akan kehilangan banyak ilmu dan kebaikan yang melimpah.

Dan semestinya bagi orang yang ingin selamat, agar ia memeriksa pondasi ini -yaitu keikhlasan- dalam segala urusannya. Yang kecil maupun yang besar. Yang dirahasiakan maupun yang terlihat.

Dan upaya memeriksa keikhlasan ini, akan mendorong kita untuk selalu memperbaiki niat.

Berkata Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah : ((Tidak ada sesuatu yang paling berat untuk aku obati melainkan niatku, karena ia selalu berbolak-balik)).

Bahkan berkata Sulaiman al-Haasyimiy rahimahullah : ((Terkadang saat aku menyampaikan sebuah hadits, aku telah berusaha menghadirkan niatku. Namun tatkala aku sampai pada separuh hadits, tahu-tahu niatku-pun berubah. Sehingga untuk menyampaikan satu hadist saja, bisa membutuhkan niat berkali-kali)). [Khulaashatun fii Ta'dziimil 'Ilmi, oleh Asy-Syaikh Sholih bin Abdillah bin Hammad al-'Ushaimiy, hal. 11-13]

Faedah yang bisa diambil :

1. Amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Jika seseorang niatnya ikhlas karena Allah, ia akan mendapatkan balasan kebaikan sesuai dengan yang ia niatkan. Namun jika niatnya bukan karena Allah, ia akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang ia niatkan

2. Mengikhlaskan niat dalam beramal, baik menuntut ilmu, mengajarkan ilmu dan lain sebagainya merupakan pondasi diterimanya amalan

3. Seorang penuntut ilmu, ia akan mendapatkan ilmu sesuai dengan kadar keikhlasannya

4. Kaum salaf dahulu mereka mendapatkan keunggulan serta keutamaan dihadapan Allah, karena besarnya keiklasan mereka

5. Diantara yang membuat mereka para salaf meraih kedudukan tinggi dihadapan Allah selain karena keikhlasan, yaitu karena sebab kejujuran 

6. Tolak ukur keikhlasan dalam menuntut ilmu atau dalam mengajarkan ilmu ada empat pondasi, (1) meniatkan dengan menuntut ilmu tersebut agar menghilangkan kebodohan dari dirinya, (2) meniatkan menghilangkan kebodohan dari orang lain dengan cara mengajari dan mengarahkan mereka pada kebaikan dunia dan akhirat, (3) berniat menghidupkan ilmu  agama agar tdk sirna, (4) berniat mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupannya

7. Para salaf dahulu mereka senantiasa takut tidak ikhlas dalam belajar dan mengajarkan ilmu, dan mereka bersikap wara' dan tawadhu', tidak berani mengklaim bahwa diri mereka telah ikhlas. Bukan berarti mereka tidak ikhlas, tapi sebagai bentuk kehati-hatian mereka dari mensucikan diri terhadap hal yang sangat berat tersebut

8. Imam Ahmad mengatakan ikhlas itu berat 

9. Imam Sufyan Ats-Tsauriy rahimahullah juga mengatakan bahwa ikhlas itu berat, sebagaimana ucapannya yang sangat terkenal : ((Tidak ada sesuatu yang paling berat untuk aku obati melainkan niatku, karena ia selalu berbolak-balik)).

10. Sulaiman al-Haasyimiy rahimahullah juga mengatakan ikhlas itu berat, sebagaimana perkataannya: ((Terkadang saat aku menyampaikan sebuah hadits, aku telah berusaha menghadirkan niatku. Namun tatkala aku sampai pada separuh hadits, tahu-tahu niatku-pun berubah. Sehingga untuk menyampaikan satu hadist saja, bisa membutuhkan niat berkali-kali)).

11. Berbolak baliknya niat. Bahkan dalam satu majelis seseorang  ikhlas pada satu sisi, tapi ditengah-tengah perjalanan muncul sifat tidak ikhlas

12. Wajibnya mengikhlaskan niat bagi orang yang ingin selamat di dunia dan akhirat dari terjerumus dalam dosa, memeriksa selalu niatnya, baik dalam urusan yang kecil maupun yang besar

13. Barangsiapa yang menghilangkan keikhlasan maka ia telah kehilangan banyak ilmu dan kebaikan yang melimpah 

14. Pentingnya ikhlas dan keutamaannya

Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Baarakallahu fiikum.


Related Posts:

0 Response to "PRINSIP KEDUA DALAM MENUNTUT ILMU"

Post a Comment