PENTINGNYA MEMPELAJARI ILMU NAHWU














Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'in, wa ba'du.

Mempelajari bahasa arab merupakan kewajiban bagi setiap penuntut ilmu syar'i ; baik itu bagi para ahli hadits, ahli fiqih, orang yang akan berfatwa, ahli tafsir, dan termasuk juga wajib bagi para santri serta para penuntut ilmu syar'i seluruhnya.

Pada zaman Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu, orang yang salah dalam berbahasa arab akan dihukum cambuk sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Aqiil :

((...كما حدث في أن كاتب أبي موسى الأشعري كتب عنه كتابا الى عمر بن الخطاب يقول فيه : ((من أبو موسى الأشعري الخ
.((فلما قرأه عمر رضي الله عنه أرسل إلى أبي موسى : ((أن قَنِعْ كاتبك سوطا
[تهذيب شرح ابن عقيل لالفية ابن مالك : ١\١٠]

"Sebagaimana di ceritakan bahwasannya sekretaris Abu Musa al-Asy'ari telah menulis sebuah surat kepada Umar bin Al-Khaththab dia berkata dalam suratnya :  ((Dari Abu Musa al-Asy'ari dan seterusnya....)) Ketika Umar radhiyallahu 'anhu membacanya maka Umar mengirim surat kepada Abu Musa al-Asy'ari : ((Pukullah sekretaris-mu dengan mencambuknya)). [Tahdziib Syarh Ibni 'Aqiil lialfiyah Ibni Maalik, 1/10]

Letak kesalahan pada kalimat diatas ada pada kata ((من أبو موسى)) padahal seharusnya ((من أبي موسى)) yaitu dikasrohkan dengan huruf ya, karena kata ((أبي موسى)) termasuk al-asmaa'ul khomsah (isim-isim yang lima) yang jika dia majrur maka dia harus majrur dengan tanda ya.

Kisah diatas bisa dibaca secara lengkap pada tulisan Perjalanan Ilmu Nahwu. 

Dari kisah diatas sangat jelas menceritakan kepada kita bagaimana tegasnya Umar radhiyallahu 'anhu terhadap orang yang salah dalam tata bahasa arab, bahkan para salaf juga sangat mencela orang-orang yang melakukan kesalahan dalam tata bahasa arab. Dalam sebuah atsar disebutkan :

وقد عَقَد ابنُ عبدالبر - رحمَه الله - في أول كتابه: "بهجة المَجَالس وأنس المُجَالِس" بابًا في اجتناب اللَّحن وتعلُّم العربيَّة، وذمِّ الغريب منَ الخطاب، أورد فيه أخبارًا وأشعارًا حول هذا الأمر، وصدَّره بقول عمر - رضيَ الله عنه، حينما كَتَب إلى أبي موسى
.الأشعري - رضي الله عنهما -: أمَّا بعدُ، فتَفَقَّهوا في السُّنَّة، وتعلَّموا العربيَّة، وأعرِبوا القرآن؛ فإنَّه عَربي

.ورَوَى ابن أبي شيبة، عن عمر أيضًا أنَّه قال: تعلَّموا العربيَّة؛ فإنَّها من دينكم، وتعلَّموا الفَرَائضَ؛ فإنَّها مِن دينكم

"Sungguh Ibnu Abdil Barr rahimahullah telah menyimpulkan diawal kitabnya : "Bahjatul Majaalis wa Ansul Mujaalis, bab menjauhi kesalahan dan mempelajari bahasa arab, serta mencela pembicaraan yang ghoriib (yang asing/yang salah).  Dia (Ibnu Abdil Barr) menyebutkan dan menginformasikan seputar permasalahan ini, dan dia mendahuluinya dengan ucapan Umar radhiyallahu 'anhu ketika dia menulis surat kepada Abu Musa al-Asy'ariy -radhiyallahu 'anhuma- : Amma ba'du : Fahamilah oleh kalian as-sunnah, pelajarilah bahasa arab, dan terangkanlah Al-Qur'an, karena sesungguhnya hal tersebut merupakan (ciri) bangsa arab yang sesungguhnya."

Dan Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan, dari Umar juga bahwasanya dia mengatakan : "Pelajarilah bahasa arab karena dia termasuk bagian dari agama kalian, dan pelajarilah al-Faraa'idh (ilmu waris) ; karena itu merupakan bagian dari agama kalian." (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Dalam atsar yang lain disebutkan :

ورَوى الخطيب البغدادي - رحمَه الله - في كتابه "الجامع لأخلاق الرَّاوي وآداب السامع" 2/25 (1067)، أنَّ عمرَ بن الخَطَّاب
 .((رضيَ الله عنه - قال: ((تعلَّموا العربيَّة؛ فإنَّها تزيد في المروءة، وتثبت العقل -

Al-Khathib al-Baghdadiy -rahimahullah- telah meriwayatkan dalam kitabnya "Al-Jaami'u Liakhlaqir Raawiy wa Aadaabis Saami'" 25/2 (1067), bahwasanya Umar bin Khaththab -radhiyallahu 'anhu- mengatakan : ((Pelajarilah bahasa arab ; karena ia akan menambah kewibawaan dan mengokohkan akal)). (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Dalam atsar yang lain juga disebutkan :

قال شيخ الإسلام ابن تيميَّة - رحمه الله - في "اقتضاء الصِّراط المستقيم" ص 317: "وهذا الذي أمر به عمر - رضيَ الله عنه - من فقه العربيَّة، وفقه الشَّريعة، يجمع ما يُحْتَاج إليه؛ لأنَّ الدِّين فيه أقوال وأعمال، فَفِقه العربيَّة هو الطريق إلى فقه أقواله، وفِقه السُّنَّة هو فقه أعماله. ا.هـ

.ورَوَى ابن أبي شيبة أيضًا في "مصنفه"، عنِ ابن عمرَ - رضيَ الله عنهما - أنَّه كانَ يضرب ولده على اللَّحن

.ورَوَى أيضًا، عن أُبَي بن كعب أنه قال: تعلَّموا العربيَّة، كما تعلمون حفظ القُرآن

.ورَوَى أيضًا، عن ابن عمر أنَّه قال: أعرِبوا القرآن؛ فإنَّه عربي

ورَوَى أيضًا، عن ابن بُرَيْدَة، عن رجل من أصحاب النَّبي - صَلَّى الله عليه وَسَلَّم - أنَّه قال: لأَن أقرأَ آيةً بإعرابٍ أحبُّ إليَّ مِن أنْ أقرأَ كذا وكذا آية بغير إعرابٍ

.ورَوَى أيضًا، عن أبي جعفر أنَّه قال: مِن فِقه الرجل عرفانه اللَّحن

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- dalam Iqtidho' Shorootil Mustaqiim hal, 317 :

"Dan inilah yang telah diperintahkan oleh Umar -radhiyallahu radhiyallahu 'anhu- diantaranya yaitu memahami bahasa arab, memahami syariat, serta mengumpulkan apa saja yang  dibutuhkan untuk sampai kepadanya ; karena sesungguhnya agama ini didalamnya berisi ucapan-ucapan dan amalan-amalan, karena itu memahami bahasa arab merupakan jalan agar bisa memahami ucapan-ucapan Allah, dan memahami as-Sunnah, yaitu memahami amalan-amalannya. Demikian seterusnya."

Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan juga dalam "Mushonnafnya", dari Ibnu 'Umar -radhiyallahu 'anhuma- bahwasanya dahulu beliau memukul anaknya karena al-lahn (kesalahan dalam tata bahasa arab).

Dan Ibnu Abi Syaibah juga meriwayatkan dari Ubay bin Ka'ab bahwasanya dia berkata : ((Pelajarilah bahasa arab, sebagaimana kalian mempelajari al-Qur'an)).

Dan diriwayatkan juga dari Ibnu Umar bahwasanya dia berkata : ((Pelajarilah al-Qur'an ; karena sesungguhnya ia adalah bahasa arab)).

Diriwayatkan juga dari Ibnu Buraidah dari seorang laki-laki dari kalangan sahabat Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- bahwasanya dia mengatakan :

Sungguh saya membaca satu ayat dengan i'rob (memfasihkan/dalam ilmu nahwu shorof yaitu menjelaskan kedudukan atau perubahan akhir suatu kata) lebih saya cintai dari pada membaca ini dan ini ayat tanpa i'rob.

Dia Ibnu Buraidah juga meriwayatkan, dari Abu Ja'far bahwasanya dia mengatakan : Diantara tanda kefaqihan (dalamnya ilmu) seseorang, dia mengetahui al-lahn (kesalahan dalam tata bahasa arab)." (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Dalam atsar yang lain dikatakan :

وقال شيخ الإسلام ابن تيميَّة - رحمه الله - في "مجموع الفتاوى" 32/ 252: معلوم أنَّ تعلُّمَ العربيَّة وتعليم العربية فَرض على الكفاية، وكان السَّلَف يُؤَدِّبُون أولادهم على اللَّحن، فنحن مأمورونَ أمر إيجابٍ أو أمرَ استحبابٍ أن نحفظَ القانونَ العربي، ونصلح الألسن المائلة عنه، فيحفظ لنا طريقة فَهم الكتاب والسُّنَّة، والاقتداء بالعرب في خِطَابِها، فلو تُرِكَ النَّاسُ على لَحْنِهِم كان نقصًا وعيبًا. ا.هـ

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- dalam "Majmuu' Fatawa" 32/252 :

"Diketahui bahwasanya mempelajari bahasa arab dan mengajarkan bahasa arab adalah fardhu kifayah, dan para salaf-pun menghukum anak-anak mereka atas kesalahan dalam tata bahasa arab, maka kita-pun diperintahkan dengan perintah yang sifatnya wajib atau mustahab agar menghafal syair-syair bangsa arab, menyesuaikan lisan-lisan kita agar condong kepadanya, dan menjaga untuk kita thoriqoh (yaitu mempelajari bahasa arab) agar memahami al-Kitab dan as-Sunnah, serta meniru orang arab dalam pembicaraannya. Kalau seandainya manusia dibiarkan atas kesalahan mereka dalam tata bahasa arab, niscaya itu merupakan suatu kekurangan dan suatu 'aib. Demikian seterusnya." (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Berkata Abu Anas Asyrof bin Yusuf bin Hasan penulis kitab "Ahamiyyatu Ta'allumi 'Ilmin Nahwi wa Makaanatuhu 'indas-Salaf" :

وكان العرب يفرُّون منَ الوُقُوع في اللَّحن، ويحثُّون على تَعَلُّم العربيَّة فَحَرِيٌّ بطالب العلم أن يَتَعَلَّم قواعد الكلام العربي، وأن يفر
 .من أن يلحن في كلامه

"Dahulu bangsa arab menjauhkan diri dari terjatuh dalam kesalahan dalam tata bahasa arab, dan mereka menganjurkan untuk mempelajari bahasa arab, maka selayaknya bagi penuntut ilmu agar ia mempelajari kaidah-kaidah kalamnya bangsa arab, agar ia melepaskan diri dari kekeliruan dalam tata bahasa arab dalam ucapannya". (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Dan cabang ilmu bahasa arab yang paling ditekankan untuk dipelajari adalah ilmu nahwu, karena segala kesalahan itu bermula dari tidak fahamnya seseorang tentang ilmu nahwu.

Sama dengan kesalahan yang dilakukan oleh sekretaris Abu Musa al-Asy-'ariy radhiyallahu 'anhu diatas, bersumber juga dari tidak fahamnya ia tentang ilmu nahwu. Mungkin kita tidak pernah ragu tentang bagaimana lancarnya orang-orang arab berbicara dengan bahasa arab, menulis dengan tulisan arab dan lain sebagainya, namun  sangat banyak pula diantara mereka yang salah ketika berbicara arab sesuai dengan qoidah nahwu, menulis atau membaca sesuai dengan qoidah nahwu, membaca al-Qur'an sesuai dengan qoidah nahwu sebagaimana kisah umar radhiyallahu 'anhu dengan seorang arab badui yang pernah kita tulis di blog ini dengan judul Perjalanan Ilmu Nahwu, atau tentang kesalahan dalam membaca hadits, kitab-kitab para ulama atau ucapan para salaf dan lain sebagainya. Dan tentunya hal-hal tersebut tidaklah terjadi kecuali karena mereka tidak memahami ilmu nahwu.

Karena itulah, tidak memahami ilmu nahwu merupakan aib menurut para ulama sebagamana ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah diatas, khususnya bagi para penuntut ilmu. Bahkan tidak memahami ilmu nahwu, bisa menimbulkan mafsadat bahkan hingga pada tingkat kematian dan kekafiran. Dalam sebuah atsar tentang sahabat Ali bin Abi Thalib disebutkan :

وقال علي - رضي الله عنه -: تعلَّموا النَّحو؛ فإنَّ بني إسرائيل كفروا بحرفٍ واحد كان في الإنجيل الكريم مسطورًا، وهو: أنا وَلَّدت
.عيسى. بتشديد اللام، فخَفَّفوه، فكَفَرُوا

Berkata Ali -radhiyallahu 'anhu- : "Pelajarilah ilmu nahwu ; karena bani Israil kafir dengan sebab satu huruf yang tertulis dalam kitab Injil yang mulia, yaitu : ((أنا ولّدت عيسى)) ((saya telah melahirkan 'Isa)). Dengan mentasydidkan huruf lam. Mereka menganggap ringan hal itu, maka merekapun kafir." (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Bahkan yang tidak kalah dahsyat adalah kisah seorang yang jahil yang mencoba membaca kitab shohih al-Bukhari tanpa membekali dirinya dengan ilmu nahwu dan malu bertanya kepada ahlinya :

:قال الشيخ صالح الفوزان - حفظه الله 

يذكر أن رجلا طالع صحيح البخاري وهو أصح"
 كتاب بعد القرآن الكريم فجاء على حديث : " الحبة السوداء شفاء من كل داء " ، فقرأها : " الحية السوداء " بالياء ، فذهب وبحث عن حية سوداء، ثم قتلها وأكلها فمات من أثر السم ، فلو سأل عالما ! عن
..هذه اللفظة وتأكد منها لسلم
فمجرد المطالعة من دون الرجوع إلى أهل
..العلم، مضرة عظيمة على اﻹنسان وعلى غيره
"فانظر كم أهلك المتعالمون !! ، من الناس
[طرق تعلم العلم : صفحة - ١٠ ]

Berkata Asy-Syaikh Sholeh Fauzan hafidzahullah :

"Disebutkan bahwasanya ada seorang laki-laki membaca Shohih al-Bukhari yaitu kitab yang paling shohih setelah al-Qur'an yang mulia, maka dia membaca hadits : "Habbatus Sauda' (jinten hitam) obat segala penyakit", tapi dia membacanya : "Hayyatus Sauda' (ular hitam)" dengan huruf ya', maka diapun pergi dan mencari ular hitam, kemudian dia membunuhnya dan memakannya maka diapun mati disebabkan karena pengaruh racun ular tersebut, seandainya dia bertanya kepada orang yang berilmu tentang makna kata tersebut dan memastikannya niscaya dia akan terlepas dari bahaya. Adapun semata-mata menelaah tanpa kembali kepada ahli ilmu, maka mudhorot yang besar akan menimpa orang tersebut dan juga orang lain.

Maka lihatlah berapa banyak orang-orang yang menampakkan keilmuan!!, telah membinasakan sebagian manusia. (Sumber : Dikutip dan diterjemahkan secara bebas dari grup WA para asatidzah Musafir Ilmu)

Dari para sahabat hingga para ulama yang datang setelahnya, mereka semua sangat perhatian dengan ilmu bahasa arab ini dan memperingatkan tentang bahaya kebodohan, serta mengkritik habis-habisan siapapun yang salah khususnya dalam ilmu nahwu, terutama kepada para ahli hadits. Dalam sebuah atsar disebutkan :

قال حاجب بن سليمان: سمعتُ وكيعًا يقول: أتيتُ الأعمش أسمع منه الحديثَ، وكنتُ ربَّما لحنتُ، فقال لي: يا أبا سفيان، تركتَ ما هو أَوْلَى بكَ منَ الحديث. فقلتُ يا أبا محمد، وأي شيء أَوْلَى منَ الحديث؟ قال: النَّحو. فأَمْلَى عليَّ الأعمش النَّحو، ثُمَّ أملى علي
.الحديثَ

"Berkata Hajab bin Sulaiman : Aku mendengar Waki' berkata : 'Aku mendatangi al-A'masy lalu aku-pun mendengarkan hadits darinya, sedangkan aku kerap kali salah, maka dia (yaitu al-A'masy) berkata kepadaku : 'Wahai Abu Sufyan, kamu telah meninggalkan sesuatu yang lebih utama bagimu dari pada ilmu hadits ini'. Maka aku-pun berkata, 'Wahai Abu Muhammad! Sesuatu apa yang lebih utama dari mempelajari ilmu hadits'? Dia berkata : 'Mempeljari Ilmu Nahwu'. Maka al-A'masy-pun mendiktekan kepadaku ilmu nahwu, kemudian dia-pun mendiktekan kepadaku ilmu hadits." (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Maksud dari kisah diatas, bahwasannya Imam Waki' rahimahullah, beliau dahulu ketika diawal-awal mempelajari ilmu hadits, beliau belum membekali dirinya dengan mempelajari ilmu nahwu, akibatnya beliau kesulitan dan kerap kali salah ketika membaca hadits-hadits yang belum berharokat alias gundul.

Karena kerap kali melihat Imam Waki' salah baca, maka Imam al-A'masy mengatakan : Wahai Abu Sufyan, kamu telah meninggalkan sesuatu yang lebih utama bagimu dari pada ilmu hadits ini'. Maksud Imam al-A'masy bukan ingin merendahkan ilmu hadits, akan tetapi beliau hanya ingin menjelaskan bahwa ada sesuatu yang lebih utama yang wajib dipelajari oleh para ahli hadits sebelum mereka mempelajari ilmu hadits itu sendiri yaitu mempelajari ilmu dasar, ilmu alat, ilmu washilah, yaitu ilmu nahwu.

Seolah-olah merasa heran dengan pernyataan Imam al-A'masy diatas, maka Imam Waki'-pun bertanya : 'Sesuatu apa yang lebih utama dari belajar ilmu hadits'? Imam al-A'masy-pun menjawab : 'Belajar Ilmu nahwu.' Akhirnya Imam al-A'masy-pun mengajarkan kepada Imam Waki' ilmu nahwu, setelah itu Imam al-A'masy- mengajarkan kepadanya ilmu hadits.

Kisah ini menunjukkan kepada kita akan pentingnya mempelajari ilmu nahwu bagi para penuntut ilmu, karena ilmu nahwu adalah pokok dari ilmu bahasa arab. Dalam atsar yang lain juga disebutkan :

قال المغيرة بن عبد الرحمن : جاء الدَّرَاوَرْدِي - يعني: عبد العزيز بن محمد - إلى أبي يعرض عليه الحديث، فجعل يقرأ ويلحن لحنًا بَيِّنًا، فقال له أَبِي: وَيحكَ يا دَرَاوَرْدِيّ، أنتَ كنتَ بإقامة لسانكَ قبل هذا الشأن أحرى

"Berkata Al-Mughiroh bin Abdirrahman : Telah datang ad-Darawardiy -yaitu 'Abdul 'Aziz bin Muhammad- kepada bapak-ku, dia memperlihatkan kepadanya hadits, maka dia-pun membaca (hadits tersebut) dan dia-pun salah (bacanya) dengan kesalahan yang sangat jelas, maka bapak-ku berkata kepadanya : 'Celaka kamu wahai Darawardiy, (seharusnya) kamu mengokohkan lisanmu (yaitu mempelajari ilmu nahwu terlebih dahulu) sebelum urusan yang lebih utama ini (yaitu sebelum kamu mempelajari ilmu hadits ini!)'" (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Pada atsar diatas Ad-Darawardiy mendapatkan hardikan "Celaka" gara-gara salah membaca hadits yang masih berbentuk arab gundul. Salah baca memang akan merubah makna, apalagi salah dalam membaca hadits, tentu hal ini akan merubah makna hadits dan ini sangat berbahaya. Kedua jika dia salah dalam membaca hadits yang telah ia tulis, dia akan menyebarkan kesalahan tersebut kepada orang lain sehingga akan menyebarlah kerusakan, dan diantaranya dia akan berdusta atas nama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan akan berdusta pula atas nama ahli hadits tempat dia mengambil ilmu hadits tersebut. Karena itulah, sangat penting bagi ahli hadits dan juga bagi kita sebagai penuntut ilmu untuk mempelajari bahasa arab khususnya ilmu nahwu, agar kita bisa menghindari kesalahan-kesalahan seperti diatas.

Dalam atsar yang lain disebutkan juga :

وقال الأصمعي - رحمه الله - : إن أخوف ما أخاف على طالب العلم - إذا لم يعرف النَّحو - أن يَدخلَ في جملة قوله - صَلَّى الله عليه وَسَلَّم -: ((مَن كذب عليَّ متعمدًا فَلْيَتَبَوَّأ مقعده منَ النار)).

Berkata al-Asmu'iy -rahimahullah- :

"Sesungguhnya yang paling aku takutkan terhadap penuntut ilmu -apabila dia tidak mengetahui ilmu nahwu- dia akan masuk pada kalimat dalam ucapan Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- : ((Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka))." (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Pada atsar diatas hampir serupa dengan kisah ad-Darawardiy. Demikian pula dengan seorang penuntut ilmu yang tidak memahami ilmu nahwu, sangat berbahaya baginya dan sangat rentan ia terjatuh dalam kesalahan tata bahasa arab, baik dalam berbicara atau dalam membaca kitab-kitab para ulama, atsu dalam menterjemah sebuah tulisan. Bahkan bisa-bisa dengan kebodohannya dia akan memalsukan ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam alias berdusta atas nama Nabi. Dan orang yang berdusta atas nama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, berarti dia telah siap mengambil tempat duduknya di neraka.

Dalam atsar yang lain disebutkan :

.قال حماد بن سلمة لإنسان: إن لحنتَ في حديثي فقد كذبتَ عليَّ؛ فإني لا ألحن

Berkata Hammad bin Salamah kepada manusia :

"Jika kamu salah dalam meriwayatkan ucapanku, maka sungguh kalian telah berdusta atasku ; karena sesungguhnya aku tidak pernah salah dalam tata bahasa arab". (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Dalam atsar yang lain disebutkan :

.قال حَمَّاد بن سَلَمة: مَثَل الذي يَطلُب الحديثَ، ولا يعرف النَّحو، مثل الحِمار، عليه مخلاة، لا شعير فيها

Hammad bin Salamah mengatakan :

"Permisalan orang yang mencari ilmu hadits tapi tidak mengetahui ilmu nahwu, seperti permisalan keledai, digantung di lehernya kantong, namun tidak ada rumput didalamnya." (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Demikian perumpamaan para ulama terhadap ahli hadits yang tidak memahami ilmu nahwu, sebagai kritik dan celaan terhadap mereka. Dalam sebuah atsar yang lain lagi disebutkan :

قال الرَّحبي: سمعتُ بعض أصحابنا يقول: إذا كَتَبَ لَحَّان، فكتب عنِ اللَّحَّان لَحَّانٌ آخر، فكَتَب عنِ اللَّحَّان لحانٌ آخر، صارَ الحديث
.بالفارسيَّة

قال الخطيب البغدادي - رحمه الله -: فينبغي للمُحَدِّث أن يَتَّقيَ اللَّحن في روايته؛ لِلعلَّة التي ذكرناها، ولن يقدرَ على ذلكَ إلاَّ بعد دراسة النَّحو، ومطالعته علم العربيَّة. ا.هـ

Berkata ar-Rahbiy : "Aku mendengar sebagian sahabat-sahabat kami mengatakan :

"Apabila orang yang salah dalam tata bahasa arab menulis sebuah hadits, maka akan menulis dari orang yang salah ini orang yang salah lainnya, dan akan menulis dari orang yang salah ini pula orang yang salah lainnya, maka hadits itupun berubah menjadi bahasa persia."

Berkata Al-Khathib al-Baghdadiy -rahimahullah- : Selayaknya bagi ahli hadits agar berhati-hati dari kesalahan dalam riwayatnya ; karena illat (cacat hadits) yang telah kami sebutkan. Dan tidak akan mampu ahli hadits mengetahui illat suatu hadits kecuali setelah mempelajari ilmu nahwu, dan mentelaah ilmu bahasa arab. Demikian seterusnya." (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Dalam atsar yang lain disebutkan :

.سمع أبو عمرو أبا حنيفة يَتَكَلَّم في الفقه، ويلحن، فأعْجَبَه كلامه، واستقبح لَحنه، فقال: إنَّه لَخَطَّاب، لو ساعَدَهُ صَوَاب

.ثم قال لأبي حنيفة: إنَّكَ لأَحوج إلى إصلاح لسانكَ من جميع النَّاس

.قال شعبة: مَن طَلَب الحديث، فلم يبصر العربيَّة، فمثله مَثَل رجل عليه بُرْنُس، وليس له رأس

Abu 'Amr telah mendengar Abu Hanifah berbicara tentang ilmu fiqih, dan dia melakukan kesalahan dalam tata bahasa arab, maka mengherankan Abu 'Amr ucapan Abu Hanifah, dan Abu 'Amr menganggap jelek kesalahan tersebut. Maka Abu 'Amr mengatakan : Sesungguhnya dia (Abu Hanifah) benar-benar orang yang banyak berbicara (berfatwa, dll), seandainya dia menopang kalamnya (dengan ilmu nahwu) itulah yang tepat.

Kemudian Abu 'Amr berkata kepada Abu Hanifah : "Sesungguhnya engkau benar-benar butuh memperbaiki lisanmu untuk semua orang."

Berkata Syu'bah :

"Barangsiapa yang menuntut ilmu hadits, namun dia tidak memperhatikan ilmu bahasa arab, permisalannya seperti permisalan seorang laki-laki yang memiliki burnus (baju luar panjang bertutup kepala), namun dia tidak memiliki kepala." (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Berkata Abu Anas Asyrof bin Yusuf bin Hasan penulis kitab Ahamiyyatu Ta'allumi 'Ilmin Nahwi wa Makaanatuhu 'Indas Salaf :

وفي "معجم الأدباء" للحموي: حَدَّثَ النَّضر بن شُمَيل، قال أخبرنا الخليل بن أحمد، قال: سمعتُ أيوب السَّخْتِيَانِي يُحَدِّث بحديثٍ، فَلَحَن فيه، فقال: أستغفر الله، يعني: أنه عَدَّ اللَّحن ذنبًا

وفيه أيضًا: وحَدَّث أبو العيناء، عن وَهْب بن جرير، أنه قال لفتى من باهلة: يا بُنَي، اطلب النَّحو؛ فإنَّكَ لن تعلمَ منه بابًا إلاَّ تَدَرَّعتَ
.منَ الجمال سِربالاً

.وفيه أيضًا، عن سعيد بن سَلْم، قال: دخلتُ على الرَّشيد، فبَهَرَني هيبةً وجمالاً، فلَمَّا لَحَن خَفَّ في عَيْنِي

:وعلى هذا قول الشاعر

.يُعْجِبُنِي زِيُّ الفَتَى وَجَمَالُهُ فَيَسْقُطُ مِنْ عَيْنَيَّ سَاعَةَ يَلْحَنُ

.وفيه أيضًا: عن الشَّعبي، قال: حُلِي الرِّجال العربيَّة، وحلي النساء الشَّحم

وفيه أيضًا: قال رجل لبَنِيه: يا بَنِي، أصْلِحوا مِن ألْسِنتكم؛ فإنَّ الرَّجل تنوبه النَّائبة، يحتاج أن يَتَجَمَّل فيها، فستعير من أخيه دابة، ومن صديقه ثوبًا، ولا يجد من يعيره لسانًا

فهذه جملة منَ الآثار الواردة عن سَلَفنا الصالح - رحمهم الله، تبين عنايتهم البالغة باللُّغة، وكيفَ أنَّها كانت أهم وسيلة عندهم لتَعَلُّم دينهم، ونحن مأمورونَ باقتفاء آثارهم، والاهتداء بمنارهم، ففيهم وفي سلوك سبيلهم الخير كله

وما زال الأمر على ذلكَ حتى يومنا هذا، فها هو سماحة الشَّيخ ابن عُثَيمين - رحمَه الله - ينادي بضرورة تعلُّم علم النَّحو، فقد ذَكَر - رحمه الله - في مقدمة شرحه لكتاب "نزهة النَّظَر" أنَّ علمَ النَّحو أهم من علم الحديث من وجه. ا.هـ

وكلنا يعلم ما لعلم الحديث من أهميَّة إذ هو الطريق لمعرفة ما صَحَّ عن رسول الله - صَلَّى الله عليه وَسَلَّم - من أحاديث؛ حتى يتعَبَّد
.لله بها

وكذلكَ كان الشَّيخ مُقبل الوَادعي - رحمه الله -: فقد كانَ - رحمَه الله - يحثُّ طلابه كثيرًا على تعلُّم اللُّغة العربيَّة، وكان يُخَلِّل دروسه بالسُّؤال عن الشَّواهد الشِّعريَّة والإعراب، وقد قال - رحمه الله - يومًا لطُلاَّبه: يا أبنائي، إن كانت لي عندكم نصيحَة مُتَقَبَّلَة فاهتَمُّوا
 .بالنَّحو

"Dalam Mu'jam al-Udabaa' milik al-Humawiy : an-Nadhr bin Syumail menceritakan, dia berkata : Mengabarkan kepada kami al-Khalil bin Ahmad, dia berkata : "Saya mendengar Ayyub as-Sakhtiyani meriwayatkan sebuah hadits, lalu dia-pun melakukan kesalahan dalam tata bahasa arab pada hadits tersebut. Maka al-Khalil bin Ahmad-pun mengatakan : Astaghfirullah, maksudnya : bahwasanya al-Khalil bin Ahmad menganggap al-lahn (kesalahan dalam tata bahasa arab) sebagai sebuah dosa."

Dalam Mu'jam al-Udabaa' juga : Abu 'al-Aina' meriwayatkan dari Wahab bin Jarir, bahwasanya dia berkata kepada seorang pemuda dari Bahilah : Wahai anak-ku, pelajarilah ilmu nahwu ; karena sesungguhnya tidaklah engkau mengetahui darinya satu bab, kecuali engkau akan memperindah dirimu dengannya dalam keadaan seperti memakai baju besi/perisai."

Dan didalam kitab Mu'jam al-Udabaa' juga, dari Sa'id bin Salm berkata : Aku masuk kepada (Harun) ar-Rasyid, maka ia membuatku kagum dan menaruh hormat karena kemuliaan dan keindahannya, dan tatkala dia melakukan kesalahan dalam tata bahasa arab, tidak ada apa-apanya dia dalam pandanganku."

Dan atas hal ini berkata seorang penyair : 

Menyenangkan-ku pakaian sang pemuda dan keelokannya, namun rendah ia dalam pandanganku tatkala ia melakukan kesalahan dalam tata bahasa arab.

Dalam kitab Mu'jam al-Udabaa' juga : Dari asy-Sya'biy dia berkata : Perhiasannya para laki-laki adalah al-lughoh (bahasa arab) dan perhiasannya para wanita adalah asy-syahm (gemuk/sehat badannya).

Dan dalam kitab Mu'jam al-Udabaa' juga : Berkata seorang laki-laki kepada anak-anaknya : Wahai anak-anak-ku, benahilah lisan-lisan kalian, karena sesungguhnya seorang laki-laki akan menimpanya musibah yang besar, dan dia butuh agar memperindah lisannya. Maka dari itu, dia bisa saja meminjam dari saudaranya ad-daabbah (binatang tunggangan), dan  meminjam dari sahabatnya pakaian, namun ia tidak akan mendapatkan orang yang bisa meminjamkan kepadanya lisannya.

Maka ini merupakan kalimat dari atsar-atsar yang datang dari salafunas sholeh (pendahulu kita yang sholeh) -rahimahumullah- yang menunjukkan akan kepedulian mereka yang sangat besar terhadap bahasa arab, dan menunjukkan pula bagaimana bahasa arab itu menjadi perantara yang paling penting bagi mereka untuk mempelajari agama mereka, dan kita-pun diperintahkan untuk mengikuti atsar mereka, mendapatkan cahaya mereka, dan mengikuti jalan-jalan mereka, maka pada mereka dan dalam menempuh jalan mereka merupakan kebaikan seluruhnya.

Dan senantiasa suatu urusan itu (mempelajari bahasa arab) berada diatasnya (dengan mengikuti atsar salaf) sampai pada hari kita sekarang ini, maka ini dia yaitu Syaikh yang mulia Ibnu 'Utsaimin -rahimahullah- menyatakan akan daruratnya mempelajari ilmu nahwu, dan sungguh beliau -rahimahullah- telah menyebutkan dalam muqaddimah syarah kitabnya "Nuzhatun Nadzor" bahwasannya ilmu nahwu lebih penting dari ilmu hadits dari satu sisi, hingga akhir ucapannya. 

Dan setiap kita tentu mengetahui bahwasanya ilmu hadits itu termasuk ilmu yang paling penting apabila ia menjadi jalan untuk mengetahui apa-apa yang shohih dari Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- berupa hadits-hadits ; sehingga dia-pun mengesakan Allah didalam ibadahnya dengan hadits-hadits tersebut.

Dan seperti itu juga asy-Syaikh Muqbil al-Wada'iy -rahimahullah- : Sungguh beliau -rahimahullah- dahulu telah menghimbau murid-muridnya yang banyak agar mempelajari bahasa arab, dan beliau-pun mengakhiri pelajaran-pelajarannya dengan pertanyaan mengenai syair-syair dan i'rob, dan sungguh pada suatu hari beliau -rahimahullah- telah berkata kepada murid-muridnya : 

"Wahai anak-anak-ku, jika ada dari-ku sebuah nasihat yang dapat diterima, maka perhatikanlah oleh kalian ilmu nahwu (maksudnya, pelajarilah ilmu nahwu)." (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Dalam atsar yang lain disebutkan, bahwa Imam Asy-Syafi'i pernah mengatakan :

.من تبحر في النحو اهتدى إلى جميع العلوم
 [شذرات الذهب، ٢/٤٠٧. دار ٰابن كثير]

"Barangsiapa yang menguasai ilmu nahwu, dia dimudahkan untuk memahami seluruh ilmu".[Syadzaraat Adz-Dzahab, 2/407. Cet. Daar Ibni Katsir]

Imam Asy-Syafi'i juga pernah mengatakan :

.لا أُسأَل عَن مسألة مِن مسائل الفِقه إلاَّ أجبتُ عنها من قواعد النحو
[شذرات الذهب، ٢\٤٠٧. دار ابن كثير]

"Tidaklah aku ditanya tentang suatu permasalahan fiqih kecuali aku menjawabnya dengan kaidah-kaidah Nahwu." [Syadzarat adz-Dzahab,2/407. Daar Ibni Katsir]

Dalam atsar lain juga disebutkan :

.قال الشعبي : النَّحو في العلم كالملح في الطَّعام، لا يُستَغنى عنه

Berkata Asy-Sya'biy :

"Ilmu nahwu dalam ilmu ini (ilmu agama) bagaikan garam dalam makanan, (kita) berhajat kepadanya." (https://www.alukah.net/literature_language/0/3138/)

Berkata Asy-Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah :

فالنحو فيه فوائد عظيمة، ولذلك يقولون : ((إن نحو في الكلام كلملح في الطعام))، بمعنى أنه يحسنه و يجمله، بل هو أشد من
.الملح في الطعام، لأنه لا بد من معرفته لكل إنسان يريد أن يقيم لسانه على وفق كلام الله، وكلام رسوله صلى الله عليه وسلم

[شرح ألفية ابن مالك، لفضيلة الشيخ العلامة محمد بن صالح العثيمين. ص : ١٧]

"Di dalam (ilmu) nahwu ada faedah-faedah yang agung, karena itulah mereka mengatakan :

((Sesungguhnya ilmu nahwu dalam pembicaraan (percakapan) seperti garam dalam makanan)), maknanya yaitu membaguskan dan memperindahnya bahkan lebih dahsyat (lebih penting) dari pada sekedar garam dalam makanan, karena sesungguhnya ilmu nahwu merupakan perkara yang wajib untuk diketahui oleh seluruh manusia yang ingin agar dikokohkan lisannya supaya cocok dengan kalam Allah dan kalam Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. [Syarh Alfiyah Ibni Malik, Li Fadhilati Asy-Syaikh Al-'Allaamah, Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, hal.17. Maktabah Ar-Rusd]

Namun yang perlu difahami, belajar bahasa arab atau ilmu nahwu itu memang sulit, tapi ingatlah bahwa kesulitan itu hanya berada diawal-awal belajar saja. Asy-Syaikh al-'Utsaimin pernah mengatakan :

:فإن علم النحو علم شريف، علم وسيلة ؛ يتوسل بها إلى شيئين مهمين

.الشيء الأول : فهم كتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم، فإن فهمهما ويتوقف على معرفة علم النحو

والثاني : إقامة اللسان على اللسان العربي، الذي نزل به  كلام الله عز وجل ؛ لذلك كان فهم النحو أمرا مهما جدا ؛ ولكن النحو في أوله صعب وفي آخره سهل، وقد مثل : ببيت من قصب وبابه من حديد، أنه صعب الدخول لكن إذا دخلت ؛ سهل عليك كل شيء ؛ ولذلك ينبغي للإنسان أن يحرص على تعلم مبادئه حتى يسهل عليه الباقي. ولا عبرة بقول من قال : إن النحو صعب، حتى يتخيل الطالب أنه لن يمكن منه، فإن هذا ليس بصحيح، لكن ركز على أوله يسهل عليك آخره.

[شرح الجريمة لفضلة الشيخ العلامة محمد بن صالح العثيمين، ص : ٩-١٠. مكتبة الرشد]

"Sesungguhnya ilmu nahwu merupakan ilmu yang mulia, ilmu wasilah ; yang dengannya menjadi perantara kepada dua perkara yang penting :

Pertama : Memahami kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, karena memahami keduanya berhenti pada mengetahui ilmu Nahwu.

Kedua: Membiasakan lisan dengan lisan orang-orang arab, yang telah turun dengannya firman Allah 'Azza wa Jalla ; karena demikian, memahami ilmu nahwu merupakan perkara yang teramat penting sekali ; akan tetapi ilmu nahwu itu sulit diawal dan mudah diakhirnya, dan sungguh telah di umpamakan  seperti rumah dari bambu dan pintunya dari besi, yaitu : memasukinya sulit akan tetapi apabila kamu telah masuk ; mudah bagimu segala sesuatu. Untuk itulah selayaknya bagi orang-orang agar dia bersungguh-sungguh untuk mempelajari ilmu nahwu sebagai titik permulaan sampai tetapnya kemudahan atasnya. Dan tidaklah (dia) bersedih hati dengan ucapan orang-orang yang berkata :

"Sesungguhnya nahwu itu sulit, sampai terbayangkan oleh penuntut ilmu bahwasanya tidak mungkin untuk mempelajari ilmu nahwu. Maka ini sungguh (ucapan yang) tidak benar, akan tetapi tanamkanlah olehmu yang pertama (bahwa nahwu itu sulit di awal), dan mudah bagimu di akhirnya." [Syarhul Jurumiyyah, li Fadhilati asy-Syaikh al-'Allaamah Muhammad bni Shoolih Al-'Utsaimiin, (hal.9-10), Maktabatu-Ar-Rusyd].

Ucapan Asy-Syaikh al-'Utsaimin diatas menunjukkan kepada kita bahwa bahasa arab khususnya ilmu nahwu merupakan ilmu washilah yang paling penting yang bisa mengantarkan seseorang kepada dua perkara yang penting, yaitu memahami kitab Allah dan Sunnah Nabi-nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Kedua bahwa mempelajari bahasa arab atau ilmu nahwu kesulitannya hanya diawal-awal belajar saja, sedangkan setelah itu akan ada kemudahan dari Allah. Hal ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa perjuangan melawan ketidak fahaman itu sebenarnya terjadi hanya diawal masa-masa belajar, adapun setelahnya pasti akan ada kemudahan dan yakinlah hal itu. 
   
Berkata pula Ustadz Zakaria Aceng penulis kitab al-Muyassar fii 'Ilmin Nahwi :

فإن حاجة المسلم إلى معرفة قواعد اللغة العربية ضرورية جدا إذ بها سبب إلى فهم القرآن والسنة. وقد أمرنا رسول الله صلى الله
.عليه وسلم أن نتمسك بهما ونعمل بما فيهما ولا يمكن أن نفهمهما فهما تاما إلا بعد معرفة قواعد اللغة العربية

وما زال أكثر المسلمين يعتقدون أن قواعد اللغة العربية على جانب كبير من الصعوبة والتعقيد بحيث يتعذر على أى شخص أن
.يفهمها مالم يتخصص في دراستها

.فهذا كتاب "الميسر" في علم النحو وقد وضعته بعبارة سهلة وأمثلة كثيرة ليسهل فهمه ولا سيما للمبتدعين في دراسة النحو

والله أسأل أن يجعله خالصة لوجهه الكريم وأن ينفعنا به يوم الدين وهو أرحم الراحمين

"Sesungguhnya kebutuhan seorang muslim dalam mengetahui qoidah-qoidah bahasa arab adalah perkara yang sangat darurat, jika dengan mengetahui qoidah-qoidah bahasa arab tersebut menjadi sebab menuju pada memahami al-Qur'an dan as-Sunnah. Dan sungguh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan kita agar berpegang teguh dengan al Qur'an dan as-Sunnah dan mengamalkan apa-apa yang ada pada keduanya dan tidak mungkin kita akan memahami al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang sempurna kecuali setelah mengetahui qoidah-qoidah bahasa arab tersebut.

Dan senantiasa kebanyakan kaum muslimin berkeyakinan bahwasanya qoidah-qoidah bahasa arab itu sulit sekali, kompeks bahkan mustahil bagi siapapun untuk memahaminya apa yang tidak secara khusus dia pelajari.

Ini adalah kitab "al-Muyassar" dalam ilmu nahwu, dan sungguh saya telah menyusunnya dengan istilah-istilah yang mudah dan contoh-contoh yang banyak agar memudahkan dalam memahaminya, terutama sekali bagi para pemula dalam mempelajari ilmu nahwu.

Hanya kepada Allah saya meminta agar Dia menjadikan tulisan ini (yaitu kitab al-Muyassar) ikhlas mengharap wajah-Nya yang Mulia, dan agar menjadikannya bermanfaat untuk kami pada hari pembalasan dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang." [Muqaddimah kitab al-Muyassar fii 'ilmin Nahwi, oleh Ustadz Zakaria Aceng, cet. Ibn Azka]

Karena itu, mari kita motivasi diri kita untuk semangat mempelajari bahasa arab khususnya ilmu nahwu, sebagai washilah untuk memahami ilmu agama ini. Buanglah keyakinan bahwa ilmu nahwu itu sulit. Jika memang ilmu nahwu itu sulit, maka ingatlah bahwa kesulitan itu hanya diawal-awal saja. Bukankah Allah Ta'ala telah berfirman :

«فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا. إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًۭا»

Artinya : "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (QS. Al-Insyiroh : 5-6)

Ada sebuah kisah dimana Imam Al-Kisai pernah merasakan putus asa ketika mempelajari ilmu nahwu, namun karena melihat seekor semut yang sabar membawa makanannya menaiki sebuah dinding, maka Imam Al-Kisa'i-pun terinspirasi dari kesabaran seekor semut tersebut. Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin rahimahullah mengenai kisah Imam al-Kisa'i :

وقد حدثني شيخنا المثابر عبد الرحمان السعدي - رحمه الله - أنه ذكر عن الكسائي إمام أهل الكوفة في النحو أنه طلب علم النحو فلم يتمكن، وفي يوم من الأيام وجد نملة تحمل طعاما لها وتصعد به إلى الجدار وكلما صعدت سقطت، ولكنها ثابرت حتى تخلصت

.من هذه العقبة وصعدت الجدار، فقال الكسائي : هذه النملة ثابرت حتى وصلت الغاية، فثابر حتى صار إماما في النحو
[كتاب العلم لفضيلة الشيخ محمد بن صالح عثيمين، ص : ٤٧]

"Dan sungguh Syaikh kami yang tekun Abdurrahman as-Sa'diy - rahimahullah - telah menceritakan kepadaku bahwa dia pernah menyebutkan tentang Al-Kisa'i yaitu Imamnya penduduk kota kufah dalam bidang ilmu nahwu.

Bahwasanya beliau (Imam Al-Kisa'i) pernah mempelajari ilmu nahwu namun beliau tidak pernah berhasil. Pada suatu ketika beliau mendapati seekor semut yang membawa makanannya menaiki sebuah dinding, dan setiap kali dia naik dia terjatuh, akan tetapi dia bersabar hingga akhirnya dia-pun lolos dari rintangan tersebut dan berhasil naik keatas dinding.

Maka berkata Al-Kisa'i : Semut ini (saja) ia bersabar hingga sampai pada tujuannya, maka beliau-pun bersabar sampai beliau menjadi Imam dalam bidang ilmu nahwu." [Kitaabul 'Ilmi li Fadhilati Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimiin, hal : 47]

Setelah membawakan kisah tersebut, lalu Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimin memberikan kepada kita motivasi :

ولهذا ينبغي لنا أيها الطلبة أن نثابر ولا نيأس فإن اليأس معناه سد باب الخير، وينبغي لنا ألا نتشاءم بل نتفاءل وأن نعد أنفسنا
[خيرا. [كتاب العلم لفضيلة الشيخ محمد بن صالح عثيمين، ص : ٤٧

"Dan untuk inilah  semestinya kita semua wahai para penuntut ilmu agar bersabar dan tidak berputus asa, karena sesungguhnya putus asa artinya menutup rapat-rapat pintu kebaikan. Dan semestinya pula bagi kita agar kita tidak mudah pesimis bahkan harus optimis dan mempertimbangkan kebaikan untuk jiwa-jiwa kita." [Kitaabul 'Ilmi li Fadhilati Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimiin, hal : 47]

Dan terakhir sebagai penutup, mari kita bekali diri kita dengan mempelajari ilmu bahasa arab, ilmu nahwu dan ilmu shorof, agar lebih memudahkan kita dalam mempelajari agama Islam dengan benar. Tidak mungkin kita akan sampai kejenjang ilmu yang lebih tinggi bila dari awal kita sudah mengabaikan mempelajari ilmu dasar seperti ilmu nahwu, karena ia merupakan ilmu yang bisa mengantarkan seseorang untuk bisa memahami ilmu agama, sebagaimana ucapan Imam Asy-Syafi'i yang telah berlalu :

.من تبحر في النحو اهتدى إلى جميع العلوم
 [شذرات الذهب، ٢/٤٠٧. دار ٰابن كثير]

"Barangsiapa yang menguasai ilmu nahwu, dia dimudahkan untuk memahami seluruh ilmu".[Syadzaraat Adz-Dzahab, 2/407. Cet. Daar Ibni Katsir].

Wallahu a'lam.
Dengan mengharap wajah Allah, semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita dan  untuk kaum muslimin seluruhnya. 
Baca juga : Macam-Macam Dhomir

***

Dompu, Nusa Tenggara Barat : 12 Rojab 1441 H/8 Maret 2020 

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com

 

Related Posts:

0 Response to "PENTINGNYA MEMPELAJARI ILMU NAHWU"

Post a Comment