BUKAN PENUNTUT ILMU SEJATI JIKA BELUM MERASAKAN PAHIT GETIRNYA MENUNTUT ILMU


Detik demi detik berlalu dan terus berlalu, sedangkan para penuntut ilmu masih sibuk bercengkrama dengan kitab mereka. Jarum jam pun semakin mendekati pukul 6 sore, kegelisahan, kegundahan menyelimuti jiwa sebagian penuntut ilmu, jangan-jangan bisa kemalaman di jalan. Demikian ragamnya jarak tempat tinggal para penuntut ilmu, mangharuskan majelis ilmu harus segera ditutup.

Menuntut ilmu bukan perkara mudah, tapi kita harus berjuang melawan rasa malas, melawan kesibukan, bahkan berjuang menerjang malam, melewati hutan dan tempat yang sunyi, bahkan sebagian mereka harus berpacu dengan waktu demi mendapatkan bis kota terakhir. Dan yang lebih tragis bila harus ketinggalan bis, subhanallah. Disana ada pula para penuntut ilmu yang sangat semangat, mereka tidak perduli mau dimajelis tersebut ada dua atau tiga orang, menuntut ilmu tetap harus berlanjut, dan inilah ciri-ciri para penuntut ilmu sejati.

Berkata seorang penyair :

"Aku tidak perduli pada jumlah. Tugasku adalah terus belajar hingga akhir hayat. Jika yang menuntut ilmu hanya aku dan bayanganku, maka tidak akan kubiarkan diriku dan bayanganku meninggalkan majelis tersebut."

Seorang penuntut ilmu itu seperti singa, dia bisa mengaum dimanapun, ditengah hutan, di tengah kota, bahkan di tengah padang pasir-pun dia tetap bisa mengaum keras. 

Ikhwan, sejatinya adalah singa, namun bila mental menuntut ilmu masih kurang, bahkan enggan menuntut ilmu, maka dia telah terkalahkan oleh sekelompok akhwat. Para akhwat, ada yang menuntut ilmu hingga kemalaman di jalan, ada yang ketinggalan bis, ada yang bertahan meskipun belum bisa memahami seluruh pelajaran, bahkan ada juga yang harus naik ojek demi menuntut ilmu, karena tidak semua yang menuntut ilmu itu faham karena masih dalam proses hijrah. Lalu kemana para ikhwan?    

Wahai saudaraku penuntut ilmu, dimana kalian ketika ada akhwat naik ojek menuju majelis ilmu, wahai saudaraku penuntut ilmu, dimana kalian ketika ada akhwat pulang kemalaman hingga melewati jalan yang gelap dan sepi, wahai para penuntut ilmu, dimanakah kalian ketika ada akhwat naik bis kota bahkan ketinggalan bis demi menuntut ilmu? Tapi tidak mengapa, sebab Allah yang akan selalu menjaga mereka. Ini sungguh pukulan berat bagi para ikhwan. Dan jangan katakan kalian penuntut ilmu sejati bila belum merasakan pahit getirnya menuntut ilmu. Bila para akhawat saja mampu menuntut ilmu dalam keadaan serba terbatas, lalu dimana para ikhwan? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 

من سلك طريقا يلتمس فيه علما، سهل الله له به طريقا إلى الجنة.

[صحيح مسلم، ٢٦٩٩. ص : ١٠٨٢. بيت الافكار الدولية]

"Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga." [Shahih Muslim, no.2699. Hal.1082. Pustaka Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

Karena itu tetaplah semangat wahai para akhawat, dan untuk para ikhwan apakah mau dikalahkan oleh para akhawat dalam hal semangat dan tekad dalam menuntut ilmu? Sungguh ini sangat memprihatinkan. Laki-laki itu pemimpin, jika bukan untuk orang lain, minimal untuk keluarganya. Berkata Umar Ibnul Kaththab radhiyallahu 'anhu :

قال عمر : تفقهوا قبل أن تسودوا

"Berkata Umar : Belajarlah kalian sebelum kalian dijadikan sebagai pemimpin."

قال أبو عبد الله : و بعد أن تسودوا. و قد تعلم أصحاب النبي صلى الله عليه و سلم في كبر سنهم
[الجامع الصحيح لأبي عبد الله محمد بن اسماعيل البخاري، ص : ٤٣. المكتبة السلفية]

Berkata Abu Abdillah Al-Bukhari rahimahullah : 

"Setelah kalian diangkat (dianggap) menjadi pemimpin (maka tetaplah belajar), dan sungguh para sahabat Nabi-pun tetap belajar di usia senja mereka."[Al-Jaami'ush Shahiih, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, halaman 43. Pustaka Maktabah Salafiyyah]

Semoga Allah memberikan kita tekad dan niat yang tulus untuk menghadiri majelis ilmu, mempelajari bahasa arab sebagai langkah awal untuk memahami ilmu-ilmu yang lain. Dan sebagai motivasi, lihatlah bagaimana semangat para sahabat dalam menuntut ilmu. Disebutkan dalam kitab Shahih Al-Bukhari rahimahullah kisah perjalanan menuntut ilmu seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu Jabir bin Abdillah. Ketika Jabir radhiyallahu 'anhu mengetahui ada satu hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ada pada sahabat lain di mesir ketika itu, maka diapun berangkat menuju mesir. Imam Al-Bukhari menyebutkan :

"و رحل جابر بن عبد الله مسيرة شهر، الى عبد الله ابن انيس، في حديث واحد
 [صحيح البخاري في باب الخروج في طلب العلم, ٤٠. بيت الافكار الدولية]

"Jabir bin Abdillah berangkat dengan jarak perjalanan selama satu bulan menuju 'Abdullah bin Unais untuk mencari satu hadits."[Shahiihul Bukhari, hal.40. Bab keluar untuk menuntut ilmu. Pustaka Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

Kita dalam mendatangi majelis ilmu tidak membutuhkan waktu satu bulan, hanya beberapa menit saja. Tapi kenapa kaki terasa malas untuk mendatanginya. Mungkinkah karena udzur syar'i? Ataukah karena tidak perduli? atau mungkin karena pura-pura tidak mengetahui. Tidak mungkin dalam satu minggu tidak ada waktu luang, sesibuk apapun orang tersebut. Karena itu, dihadapan Allah kelak tidak ada udzur bil jahl (udzur karena kebodohan). Artinya semua telah jelas, majelis ilmu dimana-mana, namun kaki terasa berat mendatanginya, maka kita khawatir kita termasuk orang yang dicegah dari kebaikan. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah :

قال شيخ الإسلام ابن تيمية : ((وقد ثبت في الصحيح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : ((من يرد الله به خيرا، يفقهه في الدين )) و لازم ذلك أن من لم يفقهه الله في الدين لم يرد به خيرا، فيكون التفقه في الدين فرضا))

[النبذ في آداب طلب العلم، ص : ٢٢٨. الدار الاثرية]

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah : ((Sungguh telah tetap dalam shohih Bukhari dan Muslim bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Barangsiapa yang Allah inginkan baginya kebaikan, maka Allah akan fahamkan dia agama)) dan hal itu melazimkan bahwa orang yang tidak Allah fahamkan dia tentang agama, berarti Allah tidak menginginkan baginya kebaikan, maka memahami agama menjadi suatu kewajiban)). [An-Nubadz Fii Adaab Tholabil 'Ilmi, hal : 228. Ad-Daarul Atsariyyah]

Karena itu di akhir zaman ini, setelah kita mengetahui wajibnya menuntut ilmu, maka hendaknya setiap kita menyibukkan diri dengan menuntut ilmu. Dan sebaik-baik nikmat adalah menuntut ilmu. Berkata Asy-Syaikh Hamad bin Ibrahim dalam kitab An-Nubadz fii Adab Tholabil 'Ilmi :

نعم الله على عباده كثيرة لا تحصى «وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ»، و من أعظم النعم نعمة الدين و نعمة العلم و هما متلازمان، فإن العلم مع حسن القصد قائدان الى الصراط المستقيم.

[النبذ في آداب طلب العلم، ص : ٢٢٨. الدار الاثرية]
  
"Nikmat-nikmat Allah terhadap hamba-hamba-Nya sangat banyak tidak bisa dihitung «وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ» Artinya : "Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya." (QS.An-Nahl : 18), dan diantara seagung-agungnya nikmat Allah yaitu nikmat agama dan nikmat ilmu dan keduanya merupakan dua hal yang saling melazimkan, karena itu sesungguhnya ilmu dan baiknya niat merupakan dua kendali menuju jalan yang lurus. [An-Nubadz Fii Adaab Tholabil 'Ilmi, hal : 228. Ad-Daarul Atsariyyah]

Karena itu luruskan niat dalam menuntut ilmu, dan fahamilah bahwa menuntut ilmu itu ada keutamaan-keutamaan, yang hendaknya seseorang berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Berkata Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah :

و مما يدل على تفضيل العلم على جميع النوافل أن العلم يجمع جميع فضائل الأعمال المتفرقة، فالعلم أفضل أنواع الذكر، و هو أفضل أنواع الجهاد

[النبذ في آداب طلب العلم. ص : ١٤٣. الدار الاثرية]

"Dan diantara yang menunjukkan keutamaan ilmu atas seluruh amalan-amalan sunnah, bahwasanya ilmu mengumpulkan seluruh keutamaan amal yang terpisah-pisah, dan ilmu lebih utama dari macam-macam dzikir, dan lebih utama dari macam-macam jihad." [An-Nubadzu fii Aadaabi Tholabil 'Ilmi : 143. Ad-Daarul Atsariyyah]

Karena itu, kita ambil dahulu yang terpenting untuk saat ini yaitu mempelajari bahasa arab dan aqidah. Tidak ada udzur bil jahl, karena semua kita akan ditanya oleh Allah pada hari hisab, setelah itu perlahan-lahan kita akan pelajari kitab-kitab lainnya.

Ilmu itu luas,maka kita tidak bisa menguasai seluruhnya meskipun kita mengerahkan seluruh hidup kita apalagi jika kita meninggalkannya. Berkata orang-orang yang bijak :

"Seandainya manusia mengerahkan seluruh hidupnya untuk menuntut ilmu, maka ilmu hanya memberikan setengah dari dirinya. Seandainya manusia mengerahkan  setengah hidupnya untuk menuntut ilmu, maka ilmu hanya memberikan seperempat dari dirinya. Lalu bagaimanakah keadaan orang-orang yang tidak mau menuntut ilmu dan mengabaikannya?"

Jangan kita dikalahkan oleh sekelompok akhawat, karena laki-laki itu pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban dari apa yang ia pimpin. Jika para akhawat bisa meluangkan waktu untuk menuntut ilmu hingga bisa membaca kitab arab gundul, maka kitapun pasti bisa tentunya dan lagi-lagi kembali pada tekad dan niat yang ikhlas.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

***
Dompu, 9 Rabiul Awwal 1440 H/16 November 2018

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy 

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com 

Related Posts:

0 Response to "BUKAN PENUNTUT ILMU SEJATI JIKA BELUM MERASAKAN PAHIT GETIRNYA MENUNTUT ILMU"

Post a Comment