IITSAAR DALAM IBADAH ADALAH MAKRUH

Bismillah. Alhamdulillah. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.p

Tradisi di negeri kita kadang ga enakan, meskipun dalam masalah ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Dalam urusan ibadah, seharusnya dahulukan diri sendiri daripada orang lain.

Sebuah qoidah mengatakan :

الإيثار بالقرب مكروه

"Mendahulukan orang lain daripada dirinya dalam masalah ibadah hukumnya makruh."

Dalil dari qoidah ini sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang shohih : 

((لا يزال قوم يتأخرون حتى يأخرهم الله تعالى))

"Senantiasa suatu kaum menunda-nunda (suatu urusan) hingga Allah Ta'ala akan mengakhirkan (urusan mereka)." [Iidhooh al-Qowaaid al-Fiqhiyyah, 109].

Iitsaar secara bahasa maknanya mengutamakan dan mendahulukan, sebagaimana firman Allah Ta'ala

«لَقَدْ ءَاثَرَكَ ٱللَّهُ عَلَيْنَا»

Artinya : "Sungguh Allah telah melebihkan kamu atas kami." (QS. Yusuf : 91)

Adapun secara syar'i : mendahulukan orang lain daripada dirinya dalam masalah mendekatkan diri kepada Allah atau dalam masalah ibadah.

Contoh kasus, seseorang mendahulukan orang lain dalam masalah keutamaan shaf pertama, atau dalam masalah menutup aurat atau dalam hal menggunakan air wudhu, para ulama mengatakan, mengutamakan orang lain dalam masalah ibadah hukumnya makruh karena dia telah meninggalkan pemuliaan dan pengagungan kepada Allah.

Berkata Imam Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuuthi atau yang lebih dikenal dengan Imam as-Suyuuthi :

وقال الإمام : لو دخل الوقت -ومعه ماء يتوضأ به- فوهبه لغيره ليتوضأ به، لم يجز، لا أعرف فيه خلافا، لأن الإيثار : إنما يكون فيما يتعلق بالنفوس، لا فيما يتعلق بالقرب، والعبادات.

وقال في شرح المهذب، في باب الجمعة : لا يقام أحد من مجلسه ليجلس في موضعه، فإن قام باختياره، لم يكره، فإن انتقل إلى أبعد من الإمام كره.

قال أصحابنا :لأنه آثار بالقربة.

وقال الشيخ أبو محمد في الفروق : من دخل عليه وقت الصلاة، ومعه مايكفيه لطهارته، وهناك من يحتاجه لالطهارة، لم يجز له الإيثار.

لو أراد المضطر : إيثار غيره بالطعام، لاستبقاء مهجته، كان له ذلك، وإن خاف فوات مهجته. 

والفرق : أن الحق في الطهارة لله، فلا يسوغ فيه الإيثار، والحق في حال المخمصة لنفسه. 

وقد علم أن المهجتين على شرف التلف إلا واحدة تستدرك بذلك الطعام، فحسن إيثار نفسه على نفسه.

"Berkata Imam al-Juwaini : 'Seandainya telah masuk waktu (sholat) -dan bersama seseorang ada air yang dia bisa gunakan untuk berwudhu, lalu dia berikan air itu kepada orang lain agar ia berwudhu dengannya, hal itu tidak diperbolehkan. Sungguhnya  aku mengetahui dalam hal ini tidak ada khilaf. Karena Sesungguhnya iitsaar :  ia hanya terjadi pada apa yang berkaitan dengan urusan pribadi, tidak pada yang berkaitan dengan urusan mendekatkan diri kepada Allah dan dalam perkara ibadah.'" 

Imam al-Juwaini juga mengatakan dalam syarh al-Muhadzab, pada bab sholat jum'at : 'Janganlah seseorang diberdirikan dari tempat duduknya agar ia bisa duduk ditempat orang tersebut, apabila ia berdiri karena keinginannya, maka hal tersebut tidak dibenci. Apabila ia berpindah menjauhi Imam, maka hal tersebut dibenci.'

Berkata sahabat kami (yakni, ulama Syafi'iyyah) : Sesungguhnya hal itu termasuk iitsaar.

Berkata asy-Syaikh Abu Muhammad dalam al-Furuuq : 'Siapa yang masuk padanya waktu sholat, sedangkan bersamanya ada sesuatu yang mencukupi dia untuk bersuci, sedangkan disana ada seseorang yang membutuhkan sesuatu itu untuk bersuci, maka tidak boleh bagi orang ini untuk iitsaar.

Seandainya orang yang tertimpa kesulitan menginginkan : iitsaar untuk orang lain dalam hal makanan untuk menjaga jiwa orang tersebut, menjadi  kewajiban dia untuk melakukannya jika dia khawatir akan hilangnya nyawa orang tersebut.

Perbedaannya : Yang benar dalam masalah thoharoh adalah, untuk Allah, tidak boleh dalam masalah ini iitsaar , sedangkan yang benar ketika kondisi kelaparan adalah, untuk dirinya (yakni ; boleh bagi dia mendahulukan orang lain daripada dirinya)." [Al-Asybaah wan-Nadzaair, hal.116].

Berkata Syaikh 'Izzuddin :

لا إيثار في القربات، فلا إيثار بماء الطهارة، ولا بستر العورة، ولا بالصف الأول؛ لأن الغرض بالعبادة التعظيم والإجلال، فمن آثر به فقد ترك إجلال الله وتعظيمه.

"Tidak boleh iitsaar dalam masalah ibadah, dan tidak boleh iitsaar dalam masalah air untuk bersuci, dan tidak boleh iitsaar dalam hal menutup aurat, demikian juga dalam masalah shof pertama, karena tujuan ibadah adalah pengagungan dan pemuliaan. Barangsiapa yang lebih menyukai hal tersebut, maka sungguh dia telah meninggalkan pemuliaan terhadap Allah dan pengagungan kepada-Nya." [Iidhooh al-Qowaaid al-Fiqhiyyah, hal. 109].

Berkata al-Khatiib al-Baghdaadiy dalam Al-Jaami' :

كره قوم إيثار الطالب غيره بنوبته في القراءة ؛ لأن قراءة العلم والمسارعة إليه قربة، والإيثار بالقرب مكروه. 

 "Suatu kaum (yakni, asy-Syafi'iyyah) membenci penuntut ilmu yang mendahulukan orang lain ketika giliran dia membaca (kitab/ilmu) ; karena membaca ilmu (kitab) dan bersegera kepadanya adalah bentuk mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan iitsaar dalam perkara mendekatkan diri kepada Allah adalah makruh." [Al-Asybaah wan-Nadzaair, hal.117].

Berkata Imam asy-Syuyuthi : 

وقد جزم بذلك النووى في شرح مهذب، وقال في شرح مسلم : الإيثار بالقرب مكروه أو خلاف الأولى، وإنما يستحب في خطوط النفس وأمور الدنيا.

"Dan sungguh an-Nawawi telah menetapkan hal itu dalam syarh al-Muhadzab, dia berkata dalam syarah shohih Muslim : "Iitsaar dalam masalah ibadah hukumnya makruh atau menyelisihi yang lebih utama, hanya saja iitsaar itu dicintai dalam urusan pribadi dan dalam perkara-perkara dunia." [Al-Asybaah wan-Nadzaair, hal.116].

Apakah Mendahulukan Orang Lain Dalam Masalah Ibadah Haram?

Berkata az-Zarkasyi : 

 كلام الإمام ووالده أبي محمد الجويني رحمهما الله تعالى يقتضي أن الإيثار بالقرب حرام. 

Ucapan Imam (al-Juwainiy) dan anaknya yakni Abu Muhammad al-Juwainiy rahimahumallahu Ta'ala yang menetapkan bahwa mendahulukan orang lain daripada dirinya dalam perkara mendekatkan diri kepada Allah hukumnya haram." [Al-Asybaah wan-Nadzaair, hal.117].

Ucapan Imam al-Juwainiy dan putra beliau rahimahumallah diatas iitsaar dalam masalah ibadah hukumnya haram, namun para ulama mengatakan iitsaar dalam masalah ibadah harus dirinci, dan kesimpulannya ada tiga : (1) Iitsaar itu dibenci, (2) menyelisihi yang lebih utama, (3) haram.

Berkata Abdullah Ibnu Sa'id dalam Iidhooh menjelaskan ucapan Imam asy-Syuyuthi dalam Al-Asybaah wan Nadzaair yang menyangkal ucapan Imam al-Juwainiy dan putra beliau Abu Muhammad al-Juwainiy rahimahumallahu Ta'ala diatas dengan menyebutkan kesimpulan yang rinci sebagai berikut :

أن الإيثار إن أدى إلى ترك واجب، كماء الطهارة وستر العورة، ومكان الجماعة الذي لا يمكن أن يصلي فيه أكثر من واحد، ولا تنتهي النوبة لآخرهم إلا بعد خروج الوقت، وأشباه ذلك ؛ فهو حرام

وإن أدى إلى ترك السنة أو ارتكاب مكروه فهو مكروه 

مثال ترك السنة : الإيثار بسد الفرجة في الصف الأول، ومثله الإيثار بالصف الأول بالقيام منه لغيره، كذا قالوا، وظاهر إطلاقهم أنه لا فرق بين الأفضل وغيره.

ومثال ارتكاب المكروه : التطهر بالماء المشمس، ويؤثر غيره بغير المشمس

وإن أدى إلى ارتكاب خلاف الأولى مما ليس فيه نهي مخصوص فخلاف الأولى، قال : وبهذا يرتفع الخلاف

Bahwasannya iitsaar jika mengakibatkan seseorang meninggalkan perkara wajib, seperti air untuk bersuci, menutup aurat, tempat sholat berjama'ah yang tidak mungkin sholat ditempat itu lebih dari satu orang, dan tidak boleh kesempatan itu diberikan kepada selainnya kecuali setelah keluarnya waktu. Dan menyerupai hal itu ; hukumnya haram. 

Namun jika iitsaar yang mengakibatkan seseorang meninggalkan perkara yang sunnah atau melakukan yang makruh maka hukumnya makruh.

Contoh meninggalkan sunnah yaitu : iitsaar dalam menutup celah pada shof pertama, contohnya mendahulukan orang lain berdiri di shof pertama daripada dirinya, demikian juga yang telah mereka (yakni, asy-Syafi'iyyah) katakan, dan yang nampak mereka memutlakkan bahwa tidak ada bedanya antara yang lebih utama dengan yang selainnya.

Adapun contoh melakukan yang makruh yaitu : bersuci dengan air yang dipanaskan matahari, dia mendahulukan orang lain dengan air yang tidak dipanaskan oleh matahari. 

Namun jika iitsaar mengakibatkan seseorang melakukan perbuatan menyelisihi yang lebih utama pada yang didalamnya tidak ada  larangan yang dikhususkan, maka itu termasuk khilaaful aula. Berkata asy-Syuyuthi : dengan penjelasan ini khilafpun terangkat." [Iidhooh al-Qowaaid al-Fiqhiyyah, hal. 110].

Mundur ke Shof Belakang

Bagaimana dengan orang yang mendapatkan shof pertama lalu ditarik kebelakang untuk menemani makmum lain yang sendirian di shof belakang? Imam asy-Syuyuthi mengatakan bahwa pahala shof pertamanya hilang :

من المشكل على هذه القاعدة مسألة من جاء ولم يجد في الصف فرجة، فإنه يجر شخصا بعد الإحرام، ويندب للمجرور أن يساعده، فهذا يفوت على نفسه قربة، وهي أجر الصف الأول.

"Diantara yang samar dari qoidah ini sebuah permasalahan ; siapa yang datang namun tidak mendapatkan celah di shof (sholat), lalu dia menarik seseorang setelah takbiratul ihram, dianjurkan bagi yang ditarik agar menolongnya. Namun terlewatkan bagi dirinya ketaatan, yaitu pahala shof pertama." [Al-Asybaah wan-Nadzaair, hal.117].

Namun permasalah diatas dijawab oleh Syaikh Abdullah Ibnu Sa'id dalam Iidhooh, beliau mengatakan : 

 وأجيب عنه بأن فضيلة المعاونة على البر جبرت نقص فوات الصف الأول كما أشار له ابن حجر في فتح الجواد حيث قال : (يسن للمجرور مساعدته ؛ لينال فضيلة المعاونة على البر والتقوى، وذلك يعدل فضل ما فاته من الصف الأول). وفي التحفة : (وليساعده المجرور ندبا ؛ لأن فيه إعانة مع البر على حصول ثواب صفه لأنه لم يخرج منه إلا لعذر). انتهى.

"Saya akan menjawab (pendapat)nya, bahwasannya keutamaan tolong-menolong dalam kebaikan, akan menambal yang telah luput dari mendapatkan shof pertama sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Jawaad ketika  ia mengatakan : (Disunnahkan bagi yang ditarik untuk menolongnya ; agar dia mendapatkan keutamaan tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, dan hal itu akan memperbaiki apa yang telah luput darinya berupa keutamaan shof pertama). Dalam at-Tuhfah : (Hendaknya yang ditarik menolongnya sambil memenuhi hajatnya ; karena  dalam hal ini termasuk tolong-menolong dalam kebaikan agar dia mendapatkan kembali pahala shofnya, karena sesungguhnya dia tidak keluar dari shof tersebut kecuali karena udzur). Selesai. [Iidhooh al-Qowaaid al-Fiqhiyyah, hal. 110].

Faedah yang bisa diambil :

1. al-Iitsaar bilqurbi makruuh yakni mendahulukan orang lain daripada dirinya dalam masalah ibadah adalah makruh

2. Al-Iitsaar bilqurbi masuk didalamnya beberapa permasalahan iitsaar dalam masalah air wudhu, menutup aurat, shof pertama, sengaja berpindah tempat duduk menjauhi imam ketika sholat jum'at, membaca kitab dan iitsaar masalah menggunakan air wudhu yang dipanasi matahari dan seterusnya, karena tujuan ibadah adalah mengagungkan Allah, jika terjadi iitsaar berarti kita meninggalkan pemuliaan kepada Allah dan pengagungan kepada-Nya

3. Iitsaar dalam perkara-perkara dunia dan dalam urusan pribadi hukumnya boleh bahkan dicintai, seperti mendahulukan orang lain dalam masalah makanan ketika nyawanya terancam, bahkan hal itu menjadi wajib pada satu keadaan 

4. Iitsaar dalam masalah ibadah menurut Imam al-Juwainiy adalah haram, namun yang tepat menurut ulama syafi'iyyah lainnya harus dirinci. Kesimpulannya, iitsaar dalam masalah ibadah ada tiga : (1) makruh, (2) menyelisihi yang lebih utama, (3) haram

5. Iitsaar yang haram yaitu  iitsaar yang menyebabkan seseorang meninggalkan perkara yang wajib. Contoh mendahulukan orang lain dalam masalah air untuk berwudhu, shof pertama, menutup aurat, membaca kitab, sengaja berpindah tempat duduk menjauhi imam ketika sholat jum'at  dan selain dari itu

6. Iitsaar yang makruh yaitu iitsaar yang menyebabkan seseorang meninggalkan perkara yang sunnah atau melakukan perkara yang makruh. Hukum iitsaar ini adalah makruh. Contoh iitsaar meninggalkan perkara sunnah yaitu menutup celah pada shof pertama. Adapun contoh Iitsaar melakukan perkara makruh yaitu bersuci dengan air yang dipanaskan matahari, dan memberikan air yang tidak dipanaskan oleh matahari kepada orang lain

7. Makmum yang mundur dari shof pertama ke shof belakang karena ditarik oleh makmum lain dianjurkan bagi yang ditarik untuk mundur kebelakang untuk membantunya, namun hilang dari dia pahala shof pertama, ini pendapat Imam asy-Syuyuthi

8. Menurut ulama asy-Syafiyyah yang lain dianjurkan bagi yang ditarik untuk mundur ke shof belakang dalam rangka tolong-menolong dalam kebaikan, dan tolong-menolong dalam kebaikan ini akan menggantikan pahala shof pertama yang luput darinya, karena dia tidak keluar dari shof tersebut kecuali karena udzur

9. Pentingnya mempelajari ilmu ushul diantaranya al-qowaid al-fiqhiyyah, agar lebih memudahkan kita dalam beribadah kepada Allah.

Wallahu a'lam. 

***

Gresik : 3 Shofar 1445 H/19 Agustus 2023

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com

Related Posts:

0 Response to "IITSAAR DALAM IBADAH ADALAH MAKRUH"

Post a Comment