QOIDAH-QOIDAH PENTING DALAM NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT ALLAH #3















Bismillah. Alhamdulillahi washshalaatu was salaam ala Rasulillahi shallallahu alaihi wa sallam wa ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.


Setelah kita membahas qoidah kedua dalam memahami nama-nama dan sifat-sifat Allah, maka pada kesempatan kali ini dengan izin Allah kita akan membahas qoidah yang ketiga yang  berkaitan dengan sifat-sifat Allah.

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin rahimahullah : 

:القاعدة الثالثة : في صفات الله

:وتحتها فروع أيضا

الفرع الأول : صفات الله كلها عليا صفات كمال و مدح ليس فيها نقص بوجه من الوجوه كالحياة والعلم والقدرة والسمع والبصر
.والحكمة والرحمة والعلو وغير ذلك لقوله تعالى : (وَلِلهِ الْمَثَلُ الأَعْلَىٰ) [النحل : ٦٠] ولأن الرب كامل فوجب كمال صفته

وإذا كانت الصفة نقصا لا كمال فيها فهي ممتنعة في حقه كالموت ولجهل ولاعجز والصمم والعمى ونحو ذلك ؛ لأنه سبحانه عاقب الواصفين له بالنقص ونزه نفسه عما يصفونه من النقائص ؛ ولأن الرب لا يمكن أن يكون ناقصا لمنافاة النقص للربوبية

وإذا كانت الصفة كمالا من وجه ونقصا من وجه لم تكن ثابتة لله ولا ممتنعة عليه على سبيل الإطلاق بل لا بد من التفصيل، فتثبت لله في الحال التي تكون كمالا وتمتنع عليه في الحال التي تكون نقصا كالمكر والكيد والخداع ونحوها، فهذه الصفات تكون كمالا إذا كانت في مقابلت مثلها ؛ لأنها تدل على أن فاعلها ليس بعاجز عن مقابلة عدوه بمثل فعله وكون نقصا
.في غير هذه الحال الأولى دون الثانية

قال الله تعالى : (وَيَمْكُرُوْنَ وَيَمْكُرُ ٰللهُ وَاللهُ خَيْرُ الْمَاكِرِيْنَ) [الأنفال : ٣٠]، (إِنَّهُم يَكِيْدُوْن كَيْدًا. وَأَكِيْدُ كَيْدًا) [الطارق : ١٥-١٦]، (إِنَّ الْمُنَافِقِيْنَ يُخَادِعُوْنَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ) [النساء : ١٤٢]. . .ِ إلى غير ذلك

فإذا قيل : يوصف الله بالمكر مثلا؟
فلا تقل : نعم، ولا تقل لا، ولكن قل : هو ماكر بمن
.يستحق ذلك. والله أعلم

[شرح لمعة الإعتقاد الحادي إلى سبيل الرشاد : ١٠-١١. دار الآثار]


QOIDAH YANG KETIGA : DALAM SIFAT-SIFAT ALLAH

Dan dibawah qoidah-qoidah ini juga ada pencabangan :

CABANG PERTAMA : Sifat-sifat Allah seluruhnya tinggi, sifat yang sempurna dan terpuji tidak ada didalamnya kekurangan dari sisi manapun, seperti hidup, ilmu, kekuatan, mendengar, melihat, hikmah, rahmat, tinggi, dan selain itu berdasarkan firman Allah Ta'ala : (Dan Allah memiliki sifat yang Maha Tinggi) [An-Nahl : 60]. Karena sesungguhnya Rabb itu sempurna maka wajib  sempurna sifat-sifat-Nya. 

Apabila sifat itu kurang dan tidak ada kesempurnaan didalamnya maka sifat tersebut pantang menjadi hak Allah (tidak layak disandarkan kepada Allah) seperti mati, bodoh, lemah, bisu, buta dan semisal dengan itu ; karena Allah -Maha Suci Dia- akan menghukum orang yang mensifatinya dengan kekurangan dan mensucikan diri-Nya dari apa-apa yang mereka sifatkan Allah dengannya berupa kekurangan-kekurangan ; karena sesungguhnya Rabb tidak mungkin memiliki kekurangan, untuk menafikan kekurangan terhadap rububiyyah-Nya.

Apabila sifat itu sempurna dari satu sisi dan kurang dari sisi lain, maka sifat itu tidak ditetapkan untuk Allah dan tidak  pula tercegah untuk Allah secara mutlak bahkan wajib (sifat tersebut) diperinci, dan ditetapkan sifat tersebut untuk Allah ketika sifat tersebut sempurna dan dicegah dari-Nya ketika sifat tersebut kurang seperti sifat makar, tipu daya, menipu, dan yang semisanya, tapi sifat-sifat ini menjadi sempurna apabila sifat tersebut dalam rangka melawan yang semisalnya ; karena sifat tersebut menunjukkan bahwa yang melakukannya menunjukkan Dia tidak lemah melawan musuh-Nya dengan perbuatan yang semisal, tapi sifat tersebut menjadi kurang pada keadaan selain ini (selain untuk membalas perbuatan musuh). Maka ditetapkan untuk Allah keadaan yang pertama bukan keadaan yang kedua. 

Allah Taala berfirman : (Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya tersebut) [Al-Anfal : 30], (Sesungguhnya mereka (orang-orangkafir) membuat tipu daya yang jahat, dan Aku pun membuat tipu daya dengan sebenar-benarnya) [Ath-Thoriq : 15-16], (Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka) [An-Nisaa' : 142] . . dan selain ayat-ayat itu. 

Apabila dikatakan : Apakah Allah disifati dengan sifat makar (membuat makar) umpamanya?
Jangan kamu mengatakan : Ya, dan jangan pula kamu katakan tidak, akan tetapi katakanlah : Dia adalah Yang Maha membalas makar bagi siapapun yang berhak diberikan makar tersebut. Wallahu a'lam. [Syarh Lum'atil Itiqod Al-Haadi ila Sabiilir Rosyad, hal. 10-11. Cetakan Daarul Aatsaar]

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin rahimahullah :

الفرع الثاني : صفات الله تنقسم إلى قسمين : ثبوتية وسلبية

فثبوتية : ما أسبتها الله لنفسه كالحياة والعلم والقدرة ويجب إثباتها لله على الوجه اللائق به لأن الله أثبتها لنفسه وهو أعلم بصفاته
وسلبية : هي التي نفاها الله عن نفسه كالظلم فيجب نفيها عن الله لأن الله نفاها عن نفسه لكن يجب اعتقاد ثبوت ضدها لله على
.الوجه الأكمل ؛ لأن نفى لا يكون كمالا حتى يتضمن ثبوتا

مثال ذلك : قوله تعالى : (وَلَا يُظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا) [الكهف : ٤٩]. فيجب نفى الظلم عن الله مع اعتقاد ثبوت العدل لله على الوجه الأكمل

[شرح لمعة الإعتقاد الحادي إلى سبيل الرشاد : ١١. دار الآثار]

CABANG KEDUA : Sifat Allah terbagi menjadi dua : Stsubutiyyah (Ditetapkan) dan Salbiyyah (Dinafikan) :

-Tsubutiyyah (Ditetapkan) : Yaitu apa-apa yang Allah tetapkan untuk Diri-Nya seperti hidup, ilmu, kemampuan dan wajib menetapkan sifat-sifat tersebut untuk Allah pada sisi yang layak bagi-Nya karena Allah telah menetapkan sifat tersebut untuk diri-Nya dan Dia lebih tau tentang sifat-sifat-Nya. 

-Salbiyyah (Dinafikan) : Yaitu sifat-sifat yang Allah nafikan itu dari diri-Nya seperti kedzoliman dan wajib menafikan sifat tersebut dari Allah karena Dia telah menafikan sifat tersebut dari diri-Nya akan tetapi wajib berkeyakinan menetapkan lawan dari sifat tersebut untuk Allah sebagai penyempurna ; karena penafian itu tidak sempurna sampai terkandung penetapan.

Contoh hal itu : firman Allah Ta'ala : (Dan Tuhanmu tidak mendzholimi seorang jua pun) [Al-Kahfi : 49], maka wajib menafikan kedzoliman dari Allah bersama keyakinan menetapkan keadilan bagi Allah sebagai sisi yang menyempurnakan.
[Syarh Lum'atil Itiqod Al-Haadi ila Sabiilir Rosyad, hal. 11. Cetakan Daarul Aatsaar]

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin rahimahullah :

: الفرع الثالث : الصفات الثبوتية تنقسم  إلي قسمين
: ذاتية وفعلية

فالذاتية : هي التي لم يزل ولا يزال متصفا بها كالسمع ولابصر
والفعلية : هي التى تتعلق بمشيعته إن شاء فعلها وإن شاء لم يفعلها كالاستواء على العرش والمجئ، وربما تكون الصفة ذاتية فعلية باعتبارين كالكلام فإنه باعتبارأصل الصفة صفة ذاتية ؛ لأن الله لم يزل ولا يزال متكلما وبعتبار آحاد الكلام صفة فعلية ؛ لأن
.الكلام متعلق بمشيعته يتكلم بما شاء متى شاء

[شرح لمعة الإعتقاد الحادي إلى سبيل الرشاد : ١١. دار الآثار]

CABANG KETIGA : Sifat stsubutiyyah (yang ditetapkan) terbagi menjadi dua yaitu dzatiyyah (secara Dzat) dan fi'liyyah (secara perbuatan) :

-Dzatiyyah (Secara Dzat) : Yaitu sifat yang selalu dan senantiasa (Allah) disifati dengan sifat tersebut seperti mendengar dan melihat.

-Fi'liyyah (Secara Perbuatan) : Yaitu sifat yang terikat dengan kehendak-Nya jika Allah berkehendak Allah akan melakukannya dan jika Allah tidak berkehendak maka Allah tidak melakukannya seperti Istiwa' diatas 'Arsy atau kedatangan, dan sering kali sifat itu menjadi sifat dzatiyyah (secara Dzat) dan fi'liyyah (secara perbuatan) berdasarkan dua tinjauan seperti kalam (berbicara) karena berbicara ditinjau asal sifatnya merupakan sifat dzatiyyah ; karena Allah selalu dan senantiasa berbicara. Dan ditinjau dari satuan kalamnya merupakan sifat fi'liyyah, karena berbicara berkaitan dengan kehendak Allah, Allah akan berbicara dengan apa-apa yang Dia kehendaki kapanpun Dia kehendaki. 
[Syarh Lum'atil Itiqod Al-Haadi ila Sabiilir Rosyad, hal. 11. Cetakan Daarul Aatsaar]

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin rahimahullah :

: الفرع الرابع : كل صفة من صفات الله فإنه يتوجه عليها ثلاثة أسئلة
السؤال الأول : هل هي حقيقية ولماذا؟
السؤال الثانى : هل يجوز تكييفها ولماذا؟
السؤال الثالث هل تماثل صفات المخلوقين ولماذا؟

فجواب السؤال الأول : نعم حقيقية لأن الأصل في الكلام الحقيقة فلا يعدل عنها إلا بدليل صحيح يمنع منها
وجواب الثانى : لا يجوز تكييفها لقُوله تعالى : (وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِهِ عِلْمًا) [طه : ١١٠] ولأن العقل لا يمكنه إدراك كيفية صفات الله
وجواب الثالث : لا تماثل صفات المخلوقين لقوله تعالى : (لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَئْءٌ) [الشورى : ١١]  ولأن الله مستحق للكمال الذي لا
.غاية فُوقه فلا يمكن أن يماثل المخلوق لأنه ناقص

.والفرق بين التمثيل والتكييف : أن التمثيل ذكر كيفية الصفة مقيدة بمماثل، والتكييف ذكر كيفية الصفة غيرمقيدة بمماثل
.مثال التمثيل : أن يقول قائل : يد الله كيد الإنسان
.ومثال التكييف : أن يتخيل ليد الله كيفية لا مثيل لها في أيدى المخلوق فلا يجوز هذا التخيل

[شرح لمعة الإعتقاد الحادي إلى سبيل الرشاد : ١١-١٢. دار الآثار]

CABANG KEEMPAT : Setiap sifat dari sifat-sifat Allah sesungguhnya sifat-sifat tersebut terikat menjadi tiga permasalahan :

-Pertanyaan Pertama : Apakah sifat-sifat tersebut maknanya secara hakikat dan kenapa?
-Pertanyaan Kedua : Apakah boleh membagaimanakan sifat-sifat tersebut kenapa?
-Pertanyaan Ketiga : Apakah sifat tersebut disamakan dengan sifat makhluk kenapa?

Jawaban pertanyaan pertama : Ya maknanya secara hakikat karena asal dari al-kalam (ucapan) adalah hakikatnya dan tidak boleh dirubah dari hakikatnya kecuali dengan dalil yang shohih yang mencegah dari hakikatnya.

Jawaban pertanyaan kedua : Tidak boleh membagaimanakan sifat-sifat tersebut berdasarkan firman Allah Ta'ala : (Sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya) [Thaha : 110], karena sesungguhnya akal tidak mungkin mengetahui kaifiyah sifat-sifat Allah. 

Jawaban pertanyaan ketiga : Tidak boleh sifat tersebut disamakan dengan sifat makhluk berdasarkan firman Allah Taala : (Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia) [Asy-Syuura : 11], karena sesungguhnya Allah merupakan (Dzat) yang berhak menerima kesempurnaan, yang tidak ada yang paling puncak diatas-Nya, maka tidak mungkin Dia menyerupai makhluk karena makhluk itu (penuh dengan) kekurangan.

Perbedaan antara Tamtsil dan Takyiif : Bahwasannya Tamtsiil yaitu menyebutkan kaifiyyah sifat dan mengikatnya dengan contoh (menyebutkan contohnya). Adapun Takyiif yaitu menyebutkan kaifiyyah sifat dan tidak mengikatnya dengan contoh (tidak menyebutkan contohnya). 

Contoh Tamtsiil : Berkata orang yang berkata : Tangan Allah seperti tangan manusia.

Adapun contoh Takyiif : Dia membayangkan bagaimananya tangan Allah secara spesifik (menggambarkan bentuknya) tapi dia tidak menyerupakannya dengan tangan makhluk. Maka tidak boleh dia mengkhayalkan hal tersebut. [Syarh Lum'atil Itiqod Al-Haadi ila Sabiilir Rosyad, hal. 11-12. Cetakan Daarul Aatsaar]


FAEDAH YANG DAPAT DIAMBIL DARI  QOIDAH KETIGA INI : 

1. Qoidah ketiga ini membahas tentang sifat-sifat Allah yang semuanya tinggi, terpuji dan tidak ada kekurangan dari sisi manapun. Sedangkan qoidah pertama dan kedua membahas tentang wajibnya memahami nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah secara dzhohir dan tidak dipalingkan ke makna lain kecuali dengan dalil yang shohih. Sedangkan pada qoidah kedua pada pembahasan yang lalu membahas tentang nama-nama Allah semuanya baik dan tidak terbatas pada bilangan tertentu dan nama-nama Allah ditetapkan berdasarkan syariat bukan dengan akal. 

2. Dalam memahami sifat-sifat Allah, ada empat cabang atau empat poin penting yang harus difahami baik-baik, diyakini dan diimani:

-Cabang pertama : Sifat-sifat Allah seluruhnya tinggi, sifat yang sempurna dan terpuji tidak ada didalamnya kekurangan dari sisi manapun. Dalilnya firman Allah Ta'ala : 

[وَلِلهِ الْمَثَلُ الأَعْلَىٰ) [النحل : ٦٠)

(Artinya : Dan Allah memiliki sifat yang Maha Tinggi) [An-Nahl : 60]. 

Dan pada cabang pertama ini bisa disimpulkan beberapa poin penting : 

a. Sifat Allah semuanya tinggi, sifat yang sempurna lagi terpuji, tidak ada kekurangan pada sifat-sifat tersebut dari sisi manapun seperti hidup, ilmu, mampu, mendengar, melihat dan lain-lain. Sifat-sifat ini sempurna bahkan di puncak kesempurnaan, contoh sifat melihat, Allah Maha Melihat segala sesuatu baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Bahkan jika ada seekor semut hitam yang merayap diatas batu hitam, di malam yang gelap, di tengah hutan belantara, didalam gua yang gelap dan tertutup, maka Allah mampu melihatnya dengan jelas. Demikian juga dengan sifat mendengar, Allah mampu mendengar jutaan jenis suara dalam satu waktu secara bersamaan dengan frekuensi yang berbeda-beda tanpa kesamaran. Allah berfirman : 

(قَدْ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوْلَ ٱلَّتِى تُجَـٰدِلُكَ فِى زَوْجِهَا وَتَشْتَكِىٓ إِلَى ٱللَّهِ وَٱللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَآ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌۢ بَصِيرٌ)

Artinya : "Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (Almujadilah : 1)

Allah Ta'ala juga berfirman :

(وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعًۢا بَصِيرًۭا)

Artinya : "Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (An-Nisaa' : 134))

Berbeda dengan makhluk, mereka serba kekurangan, bahkan untuk melihat atau mendengar dengan jarak beberapa meter saja mereka tidak sanggup lalu bagaimana dengan jarak yang lebih jauh?!.  Allah Ta'ala berfirman : 

(لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ)

Artinya : "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. (Asy-Syura : 11)

b. Apabila sifat itu kurang dan tidak ada kesempurnaan didalamnya maka sifat tersebut tidak boleh disandarkan kepada Allah seperti mati, bodoh, lemah, bisu, buta dan semisal dengan itu.

c. Apabila sifat itu sempurna dari satu sisi dan kurang dari sisi lain, maka sifat itu tidak ditetapkan untuk Allah dan tidak  pula tercegah (ditolak) untuk Allah secara mutlak bahkan (sifat tersebut) wajib diperinci :

-Ditetapkan sifat tersebut untuk Allah ketika sifat tersebut sempurna dan dicegah dari-Nya ketika sifat tersebut kurang seperti sifat makar, tipu daya, menipu, dan yang semisanya.

-Sifat makar, tipu daya, menipu, dan yang semisanya menjadi sempurna jika sifat tersebut dalam rangka melawan perbuatan musuh.

-Ketika Allah membalas perbuatan  musuh misalnya perbuatan makar, ini menunjukkan bahwa Allah tidak lemah melawan musuh-Nya dengan perbuatan yang semisal.

-Dan sifat-sifat tersebut diatas menjadi kurang dan tidak pantas untuk Allah ketika digunakan untuk selain membalas perbuatan musuh. Maka  kita menetapkan untuk Allah keadaan yang pertama yaitu membalas makar, membalas tipu daya, membalas tipuan dan yang semisalnya dan kita nafikan keadaan yang kedua yaitu membuat makar, tipu daya, menipu dan yang semisalnya.

Cabang kedua : Sifat Allah terbagi menjadi dua : Stsubutiyyah (Ditetapkan) dan Salabiyyah (Dinafikan) :

a. Tsubutiyyah (Ditetapkan) : (Yaitu) apa-apa yang Allah tetapkan untuk Diri-Nya seperti hidup, ilmu, dan yang semisal dengan itu. Dalam hal ini ada beberapa poin penting :

-Wajib menetapkan sifat-sifat tersebut untuk Allah pada sisi yang pantas bagi-Nya.

-Allah lebih tau tentang sifat-sifat-Nya daripada kita.

b. Salabiyyah (Dinafikan) : (Yaitu) sifat-sifat yang Allah nafikan sifat tersebut dari diri-Nya seperti kedzoliman dan lain-lain. Dalam hal ini juga ada beberapa poin penting :

-Wajib menafikan sifat dzolim dan yang semisal itu dari Allah karena Allah telah menafikan sifat tersebut dari diri-Nya akan tetapi wajib berkeyakinan menetapkan lawan dari sifat tersebut untuk Allah sebagai penyempurna ; karena penafian itu tidak sempurna sampai terkandung penetapan.

Allah Ta'ala berfirman : (Dan Tuhanmu tidak mendzholimi seorang jua pun) [Al-Kahfi : 49].

Artinya, Allah Ta'ala menafikan sifat dzolim pada diri-Nya, maka tugas kita  adalah wajib menetapkan lawan dari sifat dzolim yaitu keadilan. Sehingga maknanya Allah Maha Adil.

Cabang ketiga : Sifat stsubutiyyah (yang ditetapkan) terbagi menjadi dua yaitu dzatiyyah (secara Dzat) dan fi'liyyah (secara perbuatan)

a. Secara Dzat : (Yaitu) sifat yang selalu dan senantiasa (Allah) disifati dengan  sifat tersebut seperti mendengar dan melihat. 

b. Secara Perbuatan : (Yaitu) sifat yang terikat dengan kehendak-Nya jika Allah berkehendak Allah akan melakukannya dan jika Allah tidak berkehendak maka Allah tidak melakukannya. Contoh : Istiwa' diatas 'Arsy,  kedatangan, dan lain-lain.

Terkait sifat tsubutiyyah fi'liyyah ini ada beberapa poin penting :

-Sering kali sifat tsubutiyyah fi'liyyah  itu menjadi sifat dzatiyyah (secara Dzat) dan fi'liyyah (secara perbuatan) sekaligus, seperti contoh sifat kalam (berbicara)

-Sifat kalam (berbicara) ditinjau asal sifatnya merupakan sifat dzatiyyah (sifat secara dzat); karena Allah selalu dan senantiasa berbicara.

-Sifat kalam ditinjau dari satuan kalamnya merupakan sifat fi'liyyah, karena berbicara itu berkaitan dengan kehendak Allah, artinya kapan Allah kehendaki Dia akan berbicara kapan Allah kehendaki Dia tidak akan berbicara. Contoh berbicara tergantung kehendak Allah  yaitu firman-Nya :


«وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًۭا»

Artinya : "Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung". (An-Nisaa' : 164)

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin :

والدليل على أنه بمشيئته : قوله تعالى : «وَلَمَّا جَآءَ
«مُوسَىٰ لِمِيقَـٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّه

فالتكليم حصل بعد مجيء موسى ؛ فدل على أنه
.متعلق بمشيئته تعالى

[شرح لمعة الإعتقاد الحادي إلى سبيل الرشاد : ٣٩. دار الآثار]

Dalil yang menunjukkan bahwa kalam (ucapan) tergantung kehendak-Nya : yaitu firman Allah Ta'ala :

Artinya : "Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya". (Al-A'raaf : 143) 

Maka pembicaraan terjadi setelah kedatangan Musa ; ini menunjukkan bahwasanya kalam (berbicara) terikat dengan kehendak-Nya Ta'ala. [Syarh Lum'atil I'tiqood Al-Haadi ila sabiilir Rosyaad : 39. Cetakan Daarul Atsaar]

Cabang keempat : Setiap sifat dari sifat-sifat Allah sesungguhnya sifat-sifat tersebut terikat menjadi tiga permasalahan :

a. Sifat Allah itu secara hakikat bukan kiyasan, karena asal dari al-kalam (ucapan) adalah hakikatnya dan tidak boleh dirubah dari hakikatnya kecuali dengan dalil yang shohih yang mencegah dari hakikatnya.

b. Tidak boleh membagaimanakan sifat-sifat tersebut berdasarkan firman Allah Ta'ala : (Sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya) [Thaha : 110], karena sesungguhnya akal tidak mungkin dia mengetahui kaifiyah sifat-sifat Allah. 

c. Tidak boleh sifat tersebut disamakan dengan sifat makhluk berdasarkan firman Allah Taala : (Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia) [Asy-Syuura : 11], karena sesungguhnya Allah merupakan (Dzat) yang berhak menerima kesempurnaan, yang tidak ada yang paling puncak diatas-Nya, maka tidak mungkin Dia menyerupai makhluk karena makhluk itu (penuh dengan) kekurangan.

d. Adanya perbedaan makna antara Tamtsil dan Takyif

e. Tamtsil yaitu menyebutkan kaifiyyah sifat dan mengikatnya dengan contoh (menyebutkan contohnya). Misalnya ada yang berkata : Tangan Allah seperti tangan manusia. Tamtsil seperti ini tidak boleh dilakukan!

f. Adapun Takyiif yaitu menyebutkan kaifiyyah sifat dan tidak mengikatnya dengan contoh (tidak menyebutkan contohnya). Contoh Takyiif : Dia membayangkan bagaimananya tangan Allah secara spesifik (menggambarkan bentuknya) tapi dia tidak menyerupakannya dengan tangan makhluk. Maka tidak boleh dia mengkhayalkan hal tersebut.

g. Tidak ada satupun yang serupa dengan Allah berdasarkan firman-Nya Ta'ala :

 «لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ»

Artinya : "Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia, dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat". (Asy-Syura : 11)


Semoga bermanfaat. 

***
Dompu - Nusa Tenggara Barat, 5 Syawwal 1440 H/8 Juni 2019

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy 

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com 

Related Posts:

0 Response to "QOIDAH-QOIDAH PENTING DALAM NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT ALLAH #3"

Post a Comment