PAKAIAN WARNA PUTIH UNTUK WANITA

Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'Aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin shallallahu 'alaihi wa sallam. Wa ba'du.

Berbicara tentang pakaian, hukum  asal pakaian itu suci. Adapun terkait dengan warna pakaiannya, maka itu dikembalikan kepada urf.

Asy-Syaikh Abdullah bin Shaleh Al-Fauzan menjelaskan dalam kitabnya Jam'ul Mahshul syarah kitab Al-Qowaidul Fiqhiyyah milik Asy-Syaikh As-Sa'di rahimahullah :

الأصل الطهارة في كل شيء، والأصل الإباحة إلا ما دل الدليل على نجاستة أو تحريمه

"Hukum ssal segala sesuatu itu suci, dan hukum asal sesuatu itu boleh kecuali ada dalil yang menajiskannya atau yang mengharamkannya."

Asy-Syaikh Sholeh Al-Fauzan memberikan contoh :

فالأصل في المياه والأراضي والثياب والأواني الطهارة، حتى يتيقن زوال أصله بطرؤ النجاسة عليها، فإذ شك في إناء او ثوب أو مصلى أصابته نجاسة ام لا؟ فهو طاهر

:والأصل في الأطعمة والأشربة الحل، إلا ما دل الشارع على تحريمه، كالميتة، والدم، والحنزير، ونحو ذلك، لعموم قوله تعالى
 [هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًۭا» [البقرة : ٢٩»

"Hukum asal air, bumi (tanah), pakaian, bejana semuanya  suci, sampai seseorang yakin bahwa sesuatu itu telah berpindah dari hukum asalnya menjadi samar akibat terkena najis, apabila dia ragu dalam hal sucinya bejana atau pakaian atau tempat sholat apakah terkena najis atau tidak? Maka hukum asalnya tetap suci. 

Hukum asal makanan, minuman adalah halal, kecuali apa yang telah ditunjukkan oleh pembuat syariat atas keharamannya, seperti bangkai, darah, babi, dan yang semisalnya, berdasarkan keumumam firman Allah Ta'ala : Artinya : "Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu". (Al-Baqarah : 29)." [Al-Qawaa'id Fiqhiyyah min Kitaabi Jam'il Mahshul fii Risaalati Ibni Sa'di fiil 'Ushuul, hal.79].

Qoidah diatas berlaku dalam urusan dunia, seperti masalah air, bumi, bejana, makanan, minuman dan juga masalah pakaian dan yang semisalnya. Adapun dalam masalah pakaian, maka hukum asal pakaian itu suci, sedangkan warnanya maka di kembalikan ke urf (adat kebiasaan). Sebuah qoidah mengatakan :

الأصل في العادات الإباحة إلا ما ورد عن الشارع تحريمه

"Hukum asal adat istiadat itu boleh, kecuali apa yang ada pengharamannya oleh pembuat syariat (Allah)"

Berkata Asy-Syaikh Sholeh Al-Fauzan melanjutkan :

العادات جمع عادة، وهي ما استقر في الأنفس السليمة، والطبائع السليمة من معاملات، سواء كانت معاملة مع النفس، أو مع الخلق، كعادة الناس في المأكل، والمشارب، وأصناف الملابس،  وعادتهم في إستقبال الضيف، وعمل الولائم, وما يجري بينهم من المعاملات والصنائع، وغير ذلك، ويدخل في ذلك المخترعات الحادثة مما فيه منفعة للناس، كما يدخل في ذلك ما اعتاده الناس من الزيادة في التحية على لفظ السلام والتهنية  بالعيد، ونحو ذلك

.وهذا تعريف مع الأمثلة، مراد به العادات الصحيحة دون العادات الفاسدة

فالأص في العادات الإباحة, إلا ما ورد عن الشارع تحريمه لقوله تعالى «هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًۭا» [البقرة : ٢٩] فالله تعالى خلق لنا جميع ما على الأرض لننتفع به بجميع انواع الانتفاعات، وقال تعالى «قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ ٱللَّهِ ٱلَّتِىٓ أَخْرَجَ لِعِبَادِهِۦ وَٱلطَّيِّبَـٰتِ مِنَ ٱلرِّزْقِ ۚ » [العراف : ٣٢] فالله تعالى أنكر على من حرم ما خلق الله لعباده من المآكل والمشارب والملابس وغيرها، وقد ورد عن عائشة وأنس - رضي الله عانهما - أن النبي صلى الله عليه وسلم مر بقوم يلقحون، فقال : لو لم تفعلوا لصلح، قال فخرج شيصا، فمر بهم، فقال : ما لنخلكم؟ قالوا : قلت كذا وكذا، قال : (أنتم أعلم في بأمور دنياكم)، وفي رواية ابن حبان (إذا كان شميء من أمر دنياكم فشأنكم،و إن كان شميء من أمر دينكم فإلي

ووجه الدلالة : أن ألنبي صلى الله عليه وسلم رد الأمر فيما يتعلق بالزراعة إلى الخلق، وبين أن هذا شأن من شئون الدنيا، ولا صلة له بأحكام الشرع ألتي يرجع فيها إلى النبي صلى الله عليه وسلم، وأما ما حرمه الشارع علينا فهو حرام ولو تعارف الناس في عليه، وضابط ذلك أن كل عرف خالف الشرع فهو مردود، مثل تعارف الناس في بعض التجمعات على إقامة مجالس العزاء، أو تعارفهم على الإقتراض من المصارف الربوية، أو تعارفهم على المنكرات الأفراح، أو أخذ الرشوة، أو لبس الرجال الذهب، ونحو .ذلك

"Al-Aadaatu (adat-adat) jamak dari Aadah (adat), yaitu segala yang menetap (menjadi kebiasaan) dalam diri orang yang selamat (fitrahnya), dan tabiat-tabiat yang istiqomah dari perkara-perkara muamalah, sama saja baik muamalah dengan dirinya atau dengan makhluk, seperti adat manusia dalam makan, minum, jenis-jenis pakaian, atau adat mereka dalam menyambut tamu, atau amalan-amalan dalam walimah dan apa saja yang berjalan antara mereka dari muamalah-muamalah serta perbuatan-perbuatan atau selain dari itu, dan masuk juga dalam hal ini seperti menciptakan sesuatu yang baru yang didalamnya ada manfaat untuk manusia, sebagaimana masuk juga dalam hal ini apa saja yang menjadi kebiasaan orang-orang seperti menambah ucapan penyambutan pada lafadz salam penghormatan mereka atau ucapan tahni'ah di hari 'Ied, dan yang semisal itu.

Dan ini adalah definisi dengan menggunakan contoh, yang diinginkan dengannya yaitu adat kebiasaan yang shohih, bukan adat kebiasaan yang rusak.

Asal dari adat istiadat boleh, kecuali apa yang telah diharamkan ia oleh Pembuat syariat yang Bijaksana (Allah), berdasarkan firman Allah Artinya : «"Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu»". (Al-Baqaroh : 29), maka Allah Ta'ala telah menciptakan untuk kita semua apa yang ada diatas bumi agar kita mengambil manfaat dengannya dengan seluruh macam-macam manfaat-manfaatnya, dan Allah Ta'ala berfirman : «Artinya ; "Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?»." (Al-A'raf : 32), dan Allah Ta'ala telah mengingkari orang-orang yang mengharamkan apa saja yang Allah ciptakan untuk hamba-hamba-Nya berupa berbagai makanan, minuman, pakaian dan selain dari itu, dan sungguh telah datang dari 'Aisyah dan Anas -radhiyallahu 'anhuma- bahwasannya Nabi shallallahu ''alaihi wa sallam pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan kurma lalu beliau bersabda : "Seandainya kalian tidak melakukan seperti, niscaya kurma itu tetap bagus". Berkata dia (Anas) : (Tapi setelah itu), ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi shallallahu alaihi wa sallam melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya : 'Ada apa dengan pohon kurma kalian? Aku (Anas) katakan begini dan begitu. Beliau lalu bersabda : ('Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian)', dan dalam riwayat Ibnu Hibban (Apabila itu merupakan sesuatu dari urusan dunia kalian maka itu urusan kalian, dan apabila itu merupakan sesuatu dari urusan agama kalian, maka hendaknya di kembalikan kepadaku). 

Dan sisi pendalilannya : Bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menolak perkara apa saja yang berkaitan dengan pertanian dan mengembalikannya kepada makhluk, dan menjelaskan bahwasannya urusan ini termasuk urusan-urusan dunia, tidak ada kaitannya dengan hukum-hukum syar'i yang hukum-hukum tersebut dikembalikan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan adapun apa yang telah diharamkan oleh pembuat Syariat (Allah) atas kita maka itu haram walaupun manusia telah menjadikannya kebiasan, dan yang kuat bahwa semua kebiasaan/adat yang menyelisihi syariat maka dia tertolak, contoh kebiasaan orang-orang berkumpul disebagian tempat hiburan, atau kebiasaan mereka dalam mengambil pinjaman dari bank-bank riba, atau kebiasaan mereka melakukan kemungkaran dalam pesta pernikahan, atau menerima suap, atau laki-laki memakai emas, dan yang semisal dengan itu." [Al-Qowaid Al-Fiqhiyyah min Kitaab Jam'il Mahsuul fii Risaalati Ibni Sa'di fiil Ushuul, hal. 96-97]

Maksud qoidah-qoidah diatas yaitu hukum asal sesuatu diatas bumi ini suci, atau hukum asal sesuatu itu boleh, atau hukum asal adat-istiadat itu boleh, selama tidak berpindah hukumnya atau selama tidak ada larangan dari Allah dan Rasul-Nya, berdasarkan firman Allah Ta'ala :

[هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًۭا» [البقرة : ٢٩»

«Artinya : "Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu»". (Al-Baqaroh : 29)

Dan Allah Ta'ala juga berfirman :

[قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ ٱللَّهِ ٱلَّتِىٓ أَخْرَجَ لِعِبَادِهِۦ وَٱلطَّيِّبَـٰتِ مِنَ ٱلرِّزْقِ ۚ » [العراف : ٣٢»

«Artinya ; "Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?»." (Al-A'raf : 32)

Termasuk dalam hal ini adalah pakaian. Hukum asal pakaian itu suci dan boleh, dan hukum asal adat-istiadat dalam masalah pakaian juga boleh selama tidak ada larangan dari syariat dalam masalah ini.

Termasuk dalam masalah ini adalah pakaian warna putih bagi wanita. Jika disuatu negeri adat kebiasaan wanita-wanita sholehah di negeri tersebut menggunakan baju warna putih adalah hal yang sudah lumrah dilakukan, baik jubah warna putih, jilbab warna putih atau pakaian serba putih lainnya, maka boleh wanita ditempat tersebut menggunakan pakaian warna putih selama menutup aurat secara sempurna, kainnya tebal serta tidak transparan.

Dan berbeda hukumnya jika pakaian warna putih ini merupakan adat kebiasaan kaum laki-laki di negeri tersebut, maka memakai pakaian warna putih bagi wanita pada kondisi ini tidak boleh karena itu merupakan tasyabuh (menyerupai) laki-laki dalam hal adat kebiasaan.

Tolak ukur adat-istiadat yang bisa diikuti adalah adat kebiasaan orang-orang yang lurus fitrahnya terutama orang-orang sholeh dan sholehah, bukan adat setiap manusia yang ada di tempat tersebut. Jika tolak ukurnya adalah adat-istiadat setiap orang, maka begitu banyak adat-istiadat di suatu negeri atau ditengah masyarakat yang bertentangan dengan syariat, seperti makan dan minum dengan tangan kiri, menggunakan pakaian-pakaian yang melanggar syariat, menyambut tamu dengan khamr dan lain sebagainya, maka ini semua tidak boleh dilakukan karena bertentangan dengan syariat. Karena itulah Asy-Syaikh Sholeh Al-Fauzan telah mengatakan :

وهذا تعريف مع الأمثلة، مراد به العادات الصحيحة دون العادات الفاسدة

"Dan ini adalah definisi dengan menggunakan contoh, yang diinginkan dengannya yaitu adat kebiasaan yang shohih, bukan adat kebiasaan yang rusak".

Faedah yang bisa diambil :

1. Asal segala sesuatu itu suci, dan asal sesuatu itu boleh kecuali ada dalil yang menajiskannya atau yang mengharamkannya

2. Hukum asal air, bumi (tanah), pakaian, bejana adalah  suci, sampai dia yakin berpindah dari asalnya menjadi samar (akibat terkena) najis. Apabila seseorang ragu dalam hal sucinya air, bejana atau pakaian atau tempat sholat apakah terkena najis atau tidak? Maka dia tetap suci.

3. Hukum asal makanan, minuman adalah halal, kecuali apa yang telah dijelaskan oleh Allah atas keharamannya, seperti bangkai, darah, babi, dan yang semisalnya, berdasarkan keumumam firman Allah Ta'ala : Artinya : "Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu". (Al-Baqarah : 29)."

4. Hukum asal adat istiadat itu boleh, kecuali apa yang ada pengharamannya oleh Allah Jalla wa 'Alaa dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal tersebut.

5. Adat yang bisa dipakai adalah adat kebiasaan orang-orang yang selamat fitrahnya terutama dari kalangan orang-orang sholeh dan shalehah, dan inilah adat yang bisa digunakan sebagai landasan hukum

6. Adat-adat yang tidak bisa dijadikan landasan hukum adalah adat-adat yang rusak seperti adat kebiasaan orang-orang yang tidak lurus fitrahnya termasuk adat kebiasaan orang-orang kafir

7. Menggunakan pakaian warna putih bagi wanita itu boleh, selama di negeri tersebut pakaian warna putih sudah menjadi kebiasaan wanita-wanita sholehah, dengan syarat pakaian tersebut syar'i dan tidak transparan alias tebal. Akan tetapi jika memakai pakaian warna putih tersebut merupakan adat kebiasaan laki-laki di negeri tersebut maka kaum wanita tidak boleh mengenakannya karena hal tersebut merupakan tasyabbuh (menyerupai) kaum laki-laki. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

عن ابن عمر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ((من تشبه بقوم فهو منهم))

Dari Ibnu Umar berkata : Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda ((Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut)) Diriwayatkan oleh Abu Dawud (Bab pakaian/3512), berkata Al-Albaaniy dalam shahih Abu Dawud : Hasan shahih. No. (3401).

Wallahu a'lam. Semoga tulisan ini bermanfaat.

***

Dompu, Nusa Tenggara Barat, 18 Dzulhijjah 1440 H/19 Agustus 2019

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com 

Related Posts:

0 Response to "PAKAIAN WARNA PUTIH UNTUK WANITA"

Post a Comment