IMSAK TERMASUK PERKARA BARU DALAM AGAMA


Bismillah, alhamdulillahirabbil 'aalamiin, wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin, wa ba'du.

Fenomena imsak pada bulan ramadhan merupakan perkara bid'ah yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Berbeda dengan zaman kita, imsak seolah menjadi standar paten yang menunjukkan batas akhir makan sahur. ketika terdengar suara imsak melalui mikrofon, kaum muslimin tidak akan ada lagi yang berani menyentuh makanan dan minuman apalagi berjima', karena telah terbentuk keyakinan ditengah-tengah kaum muslimin bahwa makan dan minum sesudah waktu imsak tidak diperbolehkan alias akan membatalkan puasa.

Pembatasan seperti ini termasuk perkara bid'ah, karena Allah dan Rasul-Nya tidak melarang makan dan minum kecuali setelah terbit fajar shodiq alias setelah terdengar adzan subuh.

DARI DEFINISI PUASA SECARA SYAR'I

Batas menahan diri dari makan dan minum pada bulan ramadhan sangat mudah diketahui bahkan hanya dari definisi puasa secara syar'i. Para ulama mengatakan :

الصيام وفي الشرع : الإمساك عن الأكل، والشرب، وسائر المفطرات، مع النية من طلوع الفجر الصادق إلى غروب الشمس

"Pengertian puasa secara syar'i yaitu : Menahan diri dari makan, minum, dan dari segala yang membatalkan, disertai dengan niat, dimulai dari terbitnya fajar shodiq hingga terbenamnya matahari." [Lihat al-Fiqhu al-Muyassar fii Dhou'il Kitaab was Sunnah, hal.149. Cet. Daarul 'Aalamiyyah]

Dari definisi puasa secara syar'i ini saja, diketahui bahwa menahan diri dari makan dan minum pada bulan ramadhan adalah ketika terbitnya fajar shodiq, bukan imsak, karena kata مِنْ pada kalimat من طلوع الفجر الصادق maknanya lil-ibtidaa' (menunjukkan permulaan), sehingga permulaan menahan diri dari makan dan minum adalah ketika fajar shodiq. Adapun huruf إِلَى pada kalimat إلى غروب الشمس menunjukkan makna lil-intiha' (ujung/batas akhir). Maknanya ; batas akhir dari puasa adalah ketika terbenamnya matahari. Hal ini semakna dengan firman Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an :

«سُبْحَـٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًۭا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَـٰرَكْنَا حَوْلَهُ»

Artinya : "Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya." (QS. Al-Isro : 1)

Kata مِنْ pada ayat diatas maknanya lil-ibtidaa' ; artinya menunjukkan permulaan. Sehingga permulaan perjalanan isra dan mi'roj Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari nash ayat bermula dari Masjidil Haram karena disitu ada huruf مِنْ, sedangkan ujung akhir perjalanan isro' mi'raj dalam lingkup dunia adalah Masjidil Aqsha.

Demikian juga dengan kalimat dalam definisi puasa secara syar'i diatas, proses dimulainya menahan diri dari makan dan minum dan dari segala yang membatalkan puasa adalah, ketika terbitnya fajar shodiq alias adzan subuh dan berakhir hingga terbenamnya matahari, bukan ketika imsak.

DALIL DARI AL-QUR'AN

Allah Ta'ala berfirman :

«أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌۭ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌۭ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَٱلْـَٔـٰنَ بَـٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُوا۟ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا۟ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ ۚ»

Artinya : "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." (QS. Al-Baqaroh : 187)

Para ulama mengatakan :

.والمراد بالخيط الأبيض والخيط الأسود : بياض النهار وسواد الليل

"Yang dimaksud dengan benang putih dari benang hitam yaitu putihnya siang dan gelapnya malam." [Lihat al-Fiqhu al-Muyassar fii Dhouil Kitaab was Sunnah, hal.149. Cet. Daarul 'Aalamiyyah]

Ucapan yang dibawakan oleh para ulama diatas merupakan potongan dari hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang panjang dibawah ini :

عن عدي ابن حاتم رضي الله عنه قال : لما نزلت : «حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ» عمدت إلى عقال أسود وإلى عقال أبيض، فجعلتهما تحت وسادتي، فجعلت أنظر في الليل فلا يستبين لي، فغدوت على رسول الله صلى الله عليه وسلم وذكرت له ذلك، فقال : ((إنما ذلك سواد الليل وبياض البنهار)).

Dari 'Adi bin Hatim radhiyallahu 'anhu, ia berkata : "Tatkala turun ayat (yang artinya) : «Hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam». Aku mengambil iqol (tali) hitam digabungkan dengan tali putih, aku letakkan di bawah bantalku, kalau malam aku terus melihatnya hingga jelas bagiku, pagi harinya aku pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kuceritakan padanya perbuatanku tersebut. Baliaupun bersabda : ((Maksud ayat tersebut adalah hitamnya malam dan putihnya siang)). [HR. Al-Bukhari no.1916, hal.364. Cet. Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

Dalam hadits riwayat Muslim :

عن عدي ابن حاتم، قال : لما نزلت : حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ » [البقرة : ١٨٧]. قال : له عدي ابن حاتم : يا رسول الله! أني أجعل تحت وسادتي عقالين : عقالا أبيض وعقالا أسود، أعرف الليل من النهار، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((إن وسادتك لعريض، إنما هو سواد الليل وبياض النهار)) .

Dari 'Adi bin Hatim, ia berkata : Tatkala turun ayat : «Hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar» [Al-Baqarah : 187]. Berkata 'Adi bin Hatim kepada Rasulullah : Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku membuat dua tali dibawah bantalku : tali hitam dan putih agar aku mengetahui malam dan siang. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Sungguh bantalmu luas sekali, maksudnya yaitu hitamnya malam dan putihnya siang)). [HR. Muslim no.1090, hal.422. Cet. Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

Dalam ilmu al-lughoh al-'arabiyyah, kata «حَتَّىٰ» bermakna «حَتَّىٰ النَاصِبَة», ia memiliki makna «إِلَى أَنْ» atau «كي التّعْليليّة» atau «إلّا الاستثنائيّة». Dan makna yang tepat makna yang pertama  «إِلَى أَنْ» yaitu lil-intiha' (menunjukkan ujung/batas akhir), sehingga ayat diatas bermakna : «Dan makan minumlah (batas akhirnya) hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar». Dan makna «إلّا الاستثنائيّة» juga tepat, karena «إلّا الاستثنائيّة» bermakna «إِلَى أَنْ» yaitu lil-intiha', sehingga yang mengatakan bahwa makan dan minum batasnya sampai waktu imsak, tentu ini pendapat yang keliru, karena aturan imsak ini hanya aturan yang dibuat-buat oleh manusia supaya kaum muslimin lebih berhati-hati katika makan dan minum.

Dalam hadits yang lain :

عن سهل بن سعد قال : أنزلت «وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ» ولم ينزل «مِنَ ٱلْفَجْرِ» فكان رجال إذا أرادوا الصوم ربط أحدهم في رجله الخيط الأبيض والخيط الأسود، ولم يزل يأكل حتى يتبين له رؤيتهما، فأنزل الله بعد : «مِنَ ٱلْفَجْرِ» فعلموا أنه إنما يعني الليل والنهار.

Dari Sahl bin Sa'ad, ia berkata : Diturunkan ayat (yang artinya) : «Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam» dan tidak diturunkan «مِنَ ٱلْفَجْرِ» «yaitu fajar». Dahulu orang-orang jika ingin berpuasa, salah seorang dari mereka mengikatkan benang putih dan benang hitam di kakinya, dia senantiasa makan hingga melihat keduanya jelas baginya, lalu Allah turunkan setelah itu «مِنَ ٱلْفَجْرِ» «yaitu fajar». Maka merekapun mengetahui maksud dari itu adalah malam dan siang." [HR. Al-Bukhari, no.1917, hal.364. Cet. Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

Dalam riwayat Muslim :

حدثنا سهل ابن سعد، قال : لما نزلت هذه الآية : «وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ»، قال : كان الرجل يأخذ خيطا أبيض وخيطا أسود، فيأكلوا حتى يستبينهما، حتى أنزل الله عز وجل : «مِنَ ٱلْفَجْرِ»، فبين ذلك.

Dari Sahl bin Sa'ad, ia berkata : Tatkala ayat ini turun (yang artinya) : «Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam», ia berkata : Dahulu orang-orang mengambil benang putih dan benang hitam, lalu dia makan hingga jelas keduanya, hingga Allah 'Azza wa Jalla turunkan «مِنَ ٱلْفَجْرِ» «yaitu fajar». Maka teranglah permasalahan tersebut. [HR. Muslim, no.1091, hal.423. Cet. Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

Dari pemaparan ini, jelaslah bahwa batas makan minum adalah terbit fajar alias adzan subuh, bukan imsak, sebagaimana akan datang penjelasannya secara rinci.

DALIL DARI AS-SUNNAH

Telah datang dari as-Sunnah penjelasan batas makan dan minum pada bulan ramadhan yaitu sampai terbitnya fajar shodiq atau ketika adzan subuh dikumandangkan sebagaimana telah disebutkan diawal. Untuk memperkuat hal ini telah datang beberapa hadits dari Imam Al-Bukhari dan Muslim dan dari atsar-atsar lainnya. Dalam hadits riwayat Imam Al-Bukhari beliau mengatakan :

عن عائشة رضي الله عنها : أن بلالا كان يؤذن بليل، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((كلوا واشربوا حتى يؤذن ابن أم مكتوم، فإنه لا يؤذن حتى يطلع الفجر)).

.قال القاسم : ولم يكن بين أذانهما إلا أن يرقى ذا وينزل ذا

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha : Sesungguhnya Bilal, ia adzan di waktu malam, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Makan dan minumlah sampai terdengar adzannya Ibnu Ummi Maktum, karena dia tidak adzan kecuali terbit fajar)).

Berkata Al-Qasim : Jarak antara adzan Bilal dan Ibnu Ummi Maktum adalah, Bilal turun, kemudian digantikan Ibnu Ummi Maktum." [HR. Al-Bukhari, no.1919, hal.364. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]

Pada hadits riwayat Al-Bukhari diatas, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan : ((Makan dan minumlah sampai terdengar adzannya Ibnu Ummi Maktum)).

Hadits diatas menunjukkan kepada kita bahwa makan dan minum pada bulan ramadhan batasnya sampai terdengar adzan subuh atau terbitnya fajar shodiq, karena Imam Bukhari menyebutkan hadits:  ((Karena dia (yaitu Ibnu Ummi Maktum, pent) tidak adzan kecuali terbit fajar)). Ini penjelasan yang sangat jelas dan gamblang.

Jika kita ingin menjelaskan lebih lanjut dari sisi lughoh, kata حتى maknanya lil-intiha' (menunjukkan ujung/batas bakhir) sebagaimana penjelasan yang telah berlalu, sehingga makna hadits diatas-pun sama : ((Maka makan dan minumlah kalian (batasnya) sampai terdengar adzannya Ibnu Ummi Maktum, karena dia tidak adzan kecuali terbit fajar)).

Dalam hadits riwayat Imam Muslim :

وعن ابن عمر رضي الله عنهما قال : كان لرسول الله صلى الله عليه وسلم مؤذنان : بلال وابن أم مكتوم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((إن بلال يؤذن بليل فكلوا واشربوا حتى يؤذن ابن أم مكتوم)). ولم يكن بينهما إلا أن ينزل هذا ويرقى هذا.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata : Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki dua muadzin : Bilal dan Ibnu Ummi Maktum, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Sesungguhnya Bilal, ia adzan di waktu malam, makan dan minumlah sampai terdengar adzannya Ibnu Ummi Maktum)). Berkata Ibnu Umar : Jarak antara adzan Bilal dan Ibnu Ummi Maktum adalah, Bilal turun, kemudian digantikan Ibnu Ummi Maktum." [HR. Muslim, no.1092, hal.423. Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]

Dalam hadits Imam Muslim yang lain :

عن عبد الله، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال : ((إن بلالا يؤذن بليل، فكلوا واشربوا حتى تسمعوا تأذين ابن أم مكتوم)).

Dari Abdullah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda : ((Sesungguhnya Bilal, ia adzan di malam hari, maka makan dan minumlah sampai terdengar adzannya Ibnu Ummi Maktum)). [HR. Muslim, no.1092, hal.423. Cet. Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

Beberapa hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa adzannya Ibnu Ummi Maktum adalah batas makan dan minum pada bulan ramadhan, bukan pada waktu imsak yang diada-adakan oleh manusia yang sama sekali tidak ada asal usulnya.

Imam Tirmidzi menyebutkan sebuah hadits dalam kitab Jami'nya :

حدثني أبي طلق بن علي أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ((كلوا واشربوا ولا يهيدنكم الساطع المصعد وكلوا واشربوا حتى يعترض لكم الأحمر)).

Menceritakan kepadaku Abu Tholq bin Ali bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Makan dan minumlah, jangan kalian tertipu oleh fajar yang memancar ke atas. Makan dan minumlah sampai warna merah membentang)). [HR. Tirmidzi, no.705, hal.136. Cet. Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

Warna merah membentang yaitu terbitnya fajar shodiq alias adzan subuh, sedangkan jarak waktu imsak dengan adzan subuh masih cukup untuk makan dan minum, lalu mengapa mereka membatasi dan berkeyakinan bahwa tidak boleh makan dan minum setelah imsak? Maka, perkara imsak yang muncul diakhir zaman ini merupakan perkara yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat dan para ulama salaf yang datang setelahnya, sehingga jelas hal ini merupakan perkara baru atau perkara bid'ah dalam agama yang wajib untuk ditinggalkan.

KOMENTAR IMAM AN-NAWAWI

Imam An-Nawawi dalam Syarah Shohih Muslim, mengomentari hadits riwayat Muslim no.1092 diatas atau dibawah ini :

عن عبد الله ابن عمر، قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ((إن بلالا يؤذن بليل، فكلوا واشربوا حتى تسمعوا أذان ابن أم مكتوم))

Dari Abdullah bin Umar, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Sesungguhnya Bilal, ia adzan di malam hari, maka makan dan minumlah sampai terdengar adzannya Ibnu Ummi Maktum)). [HR. Muslim, no.1092, hal.423. Cet. Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

Beliau rahimahullah mengatakan :

فيه جواز الأذان للصبح قبل طلوع الفجر وفيه جواز الأكل والشرب والجماع وسائر الأشياء إلى طلوع الفجر

"Dalam hadits ini menunjukkan bolehnya adzan subuh sebelum terbit fajar dan didalam hadits ini (juga) menunjukkan bolehnya makan, minum, jima' dan melakukan segala sesuatu hingga terbit fajar (shodiq)." [Lihat Syarah Shohih Muslim, hal.686. Cet. Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

Imam An-Nawawi menjelaskan beberapa permasalahan diantaranya bolehnya adzan subuh sebelum fajar yaitu adzannya Bilal, bukan adzannya Ibnu Ummi Maktum. Yang kedua yang menjadi inti permasalahan yaitu bolehnya makan, minum bahkan jima' hingga terbitnya fajar shodiq, bukan malah membatasi dan menjadikan imsak sebagai batas makan dan minum dan lain sebagainya. Ini dalil-dalil yang sangat gambang dan jelas, yang bisa difahami oleh siapapun dan apapun tingkat pendidikannya.

Semoga kita bisa mengambil ibrah, mudah tunduk menerima kebenaran, dan menjadi orang-orang yang bisa menjalankan sunnah Nabi-Nya secara sempurna dan menjauhkan diri dari segala perkara-perkara baru dalam agama yang merusak kemurnian Islam.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

***

Dompu-Nusa Tenggara Barat, 9 Jumadil Awwal/14 Desember 2021

Penulis: Abu Dawud ad-Dombuwiyy
Artikel: Meciangi.com
 

Related Posts:

0 Response to "IMSAK TERMASUK PERKARA BARU DALAM AGAMA"

Post a Comment