KEUTAMAAN ILMU DAN ULAMA

Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'alamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin, wa ba'du.

Keutamaan ilmu lebih mulia dari apapun, karena ilmu adalah sarana yang bisa menyelamatkan seseorang dari gelapnya kebodohan dan panasnya api neraka.

Dan orang yang paling berilmu diatas bumi ini adalah  para ulama, karena merekalah pewaris para Nabi. Mereka bagaikan bulan diantara bintang-bintang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda dalam hadits Abu Darda' :

عن أبي الدرداء رضي الله تعالى عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ((من سلك طريقا يبتغي فيه علما سلك الله له طريقا إلى الجنة وإن الملائكة لتضع أجنحتها رضاء لطالب العلم وإن العالم ليستغفر له من في السماوات ومن في الأرض حتى الحيتان في الماء وفضل العالم على العابد كفضل القمر على سائر الكواكب إن العلماء ورثة الأنبياء إن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما إنما ورثوا العلم فمن أخذ به أخذ بحظ وافر)). رواه أبو داود والترمذي وصححه ابن حبان ونقل ابن حجر عن
.الحاكم تصحيحه، وصححه الألباني، وقال ابن حجر ؛ حسنه حمزة الكناني، ثم قال : له شواهد يتقوى بها

[كتاب الأربعين في مذهب السلف، تأليف الشيخ علي بن يحيى الحدادي، ص : ١١]

Dari Abu Darda' radhiyallahu 'anhu berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan iringi (mudah kan) baginya jalan menuju surga dan sesungguhnya para malaikat benar-benar akan meletakkan sayap-sayapnya ridho kepada penuntut ilmu dan sesungguhnya orang yang berilmu benar-benar akan dimintakan ampun oleh penduduk langit maupun penduduk bumi, sampai ikan-ikan didalam air. Dan keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang-bintang, sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham hanya saja yang mereka mewariskan adalah ilmu, barangsiapa yang mengambilnya dia telah mengambil bagian yang berlimpah)). Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dan Ibnu Hibban telah menshahihkannya dan Ibnu Hajar telah menukilnya dari Al-Hakim koreksi haditsnya, dan Al-Albani telah menshohihkannya, dan Ibnu Hajar berkata ; Hamzah al Kinaani telah menghasankannya kemudian dia berkata : hadits tersebut memiliki saksi-saksi (periwayat/jalan) yang menjadikan hadits tersebut kuat." [Kitaabul 'Arba'iin fii Madzhabis Salaf, Ta'lif Asy-Syaikh Ali bin Yahya al-Hadaadiy, hal. 11]


FAEDAH YANG BISA DIAMBIL :

1. Kalimat «من سلك طريقا» «Barangsiapa yang menempuh suatu jalan», kata «مَنْ» adalah isim syart, maknanya umum bisa bermakna siapa saja, siapapun, baik manusia maupun jin, laki-laki maupun perempuan

2. Kalimat «يبتغي به علما» «dalam rangka mencari ilmu», yang dimaksud adalah ilmu agama bukan ilmu dunia

3. Kalimat «ساك الله له طريقا إلى الجنة»«Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga», menuntut ilmu termasuk jalan pintas menuju surga dan bagi penuntut ilmu itu Allah sendiri-lah yang akan memudahkan jalan mereka menuju surga
4. Kalimat «إلى الجنة»,  huruf «إلى» adalah huruf jar yang maknanya «لِلْاِنْتِهَاءِ» yaitu ujung atau penghabisan, artinya ujung akhir perjalanan manusia adalah surga

5. Pada hadits tersebut ada penetapan tentang adanya surga, dan surga itu sudah ada dan telah diciptakan  berdasarkan dalil-dalil yang ada diantaranya firman Allah :

«وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍۢ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَـٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ»

Artinya : "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (Ali Imran : 133)

Kalimat «أُعِدَّتْ» adalah kata kerja lampau, artinya telah disediakan, ini menunjukkan bahwa surga sudah ada dan telah diciptakan

6. Para malaikat mereka merendahkan sayap-sayapnya di majelis-majelis ilmu karena ridho kepada para penuntut ilmu, ini menunjukkan keutamaan para penuntut ilmu

7. Penetapan bahwa malaikat memiliki sayap, sebagaimana disebutkan juga dalam Al-Qur'an :

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ جَاعِلِ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةِ رُسُلًا أُو۟لِىٓ أَجْنِحَةٍۢ مَّثْنَىٰ وَثُلَـٰثَ وَرُبَـٰعَ ۚ يَزِيدُ فِى ٱلْخَلْقِ مَا يَشَآءُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ» 
«شَىْءٍۢ قَدِيرٌۭ

Artinya : "Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Fathir : 1)

8. Kalimat :

 «و إن العالم ليستغفر له من في السماوات و من في الارض»

 «orang yang berilmu akan dimintakan ampun oleh penduduk langit maupun penduduk bumi».

Kata «مَنْ» pada kalimat «من في السماوات و من في الارض» «oleh penduduk langit maupun penduduk bumi», merupakan isim maushul atau kata sambung, dalam qoidah ushul fiqih isim maushul maknanya umum, sehingga bisa bermakna seluruh penduduk langit dan bumi tanpa terkecuali semua mendoakan ampunan bagi para penuntut ilmu

Dan isim maushul «مَنْ» dalam hadits ini tidak hanya untuk yang berakal, tapi masuk juga tidak berakal, karena itulah pada hadits diatas ada kalimat «حتى الحيتان في الماء», «sampai ikan-ikan didalam air», kata «حَتَّى» menunjukkan puncak atau batas maksimum, sehingga bisa bermakna seluruh penduduk yang ada dibumi mendoakan penuntut ilmu, dari manusia yang berakal hingga makhluk yang tidak berakal, dan dari makhluk yang tidak berakal puncaknya sampai ikan-ikan yang berada di kedalaman laut-pun ikut mendoakan kebaikan bagi para penuntut ilmu

9. Kadang-kadang isim maushul «مَنْ»  boleh digunakan untuk yang tidak berakal dalilnya adalah firman Allah : 

وَٱللَّهُ خَلَقَ كُلَّ دَآبَّةٍۢ مِّن مَّآءٍۢ ۖ فَمِنْهُم مَّن يَمْشِى عَلَىٰ بَطْنِهِۦ وَمِنْهُم مَّن يَمْشِى عَلَىٰ رِجْلَيْنِ وَمِنْهُم مَّن يَمْشِى عَلَىٰٓ أَرْبَعٍۢ ۚ يَخْلُقُ ٱللَّهُ مَا»
 «يَشَآءُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌۭ

Artinya : "Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (An-Nur : 45)

Kata «مَنْ» dalam ilmu nahwu digunakan untuk yang berakal, namun pada ayat diatas digunakan juga untuk yang tidak berakal.

Atau bisa juga «مَا» isim maushul untuk yang tidak berakal, digunakan untuk yang berakal sebagaimana firman Allah :

«يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ٱلْمَلِكِ ٱلْقُدُّوسِ ٱلْعَزِيزِ ٱلْحَكِيمِ»

Artinya : Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al-Jumu'ah : 1)

Kata «مَا» pada ayat diatas umum, maknanya mencakup segala yang ada di langit dan di bumi. Secara qoidah nahwu, kata «مَا» hanya untuk yang tidak berakal, tapi kadang-kadang juga digunakan untuk yang berakal sebagaimana ayat diatas. Telah diketahui, penduduk langit dan bumi bukan hanya yang tidak berakal, tapi disana ada makhluk yang berakal, diatas langit ada malaikat, bidadari, adapun di bumi ada manusia, jin dan selain sebagainya, dan masih banyak ayat-ayat yang semakna dengan dua ayat diatas

10. Tingginya derajat dan kedudukan orang-orang yang berilmu,  melampaui kedudukan ahli ibadah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam menyatakan perbedaannya seperti bulan purnama dibanding bintang-bintang. Orang-orang berilmu seperti bulan purnama, sedangkan ahli ibadah seperti bintang-bintang.

Karena itulah Allah banyak berfirman tentang orang-orang yang berilmu : 

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَـٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ»
 «وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍۢ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌۭ

Artinya : "Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al-Mujadilah : 11)

Allah juga berfirman :

«شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلْعِلْمِ قَآئِمًۢا بِٱلْقِسْطِ ۚ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ»

Artinya : "Allah bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Ali Imran : 18)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya :

ثم قرن شهادة ملائكته وأولي العلم بشهادته، فقال «شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلْعِلْمِ» وهذه خصوصية عظيمة..."
"...للعلماء في هذا المقام

[تفسير ابن كثير، ١\٣٢١. دار الكتب العلمية]

"...Kemudian Allah menggandeng persaksian para malaikat-Nya dan persaksian orang-orang yang berilmu dengan persaksian-Nya sendiri, Dia berfirman : «Allah bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), dan para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)», dan ini adalah kekhususan yang agung (besar) untuk para ulama pada martabat ini..." [Tafsir Ibnu Katsir, 1/321. Cet.Daarul Kutub al-'Ilmiyyah]

11. Para ulama adalah pewaris para Nabi

12. Para Nabi hanya mewariskan ilmu bukan harta benda berupa dinar maupun dirham

13. Orang yang mengambil warisan para Nabi berupa ilmu, dia telah mendapatkan warisan yang banyak dan berlimpah

14. Barangsiapa yang meninggalkan, merendahkan dan meremehkan ilmu berati Allah tidak perduli alias Allah tidak inginkan kebaikan kepadanya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan :

وقد ثبت في الصحيح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : ((من يرد الله به خيرا، يفقهه في الدين)) و لازم ذلك أن من لم يفقهه
 ((الله في الدين لم يرد به خيرا، فيكون التفقه في الدين فرضا

[النبذ في آداب طلب العلم، ص : ٢٢٨. الدار الاثرية]

"Sungguh telah tetap dalam shohih Bukhari dan Muslim bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Barangsiapa yang Allah inginkan baginya kebaikan, maka Allah akan fahamkan dia agama)) dan hal itu melazimkan bahwa orang yang tidak Allah fahamkan dia tentang agama, berarti Allah tidak menginginkan baginya kebaikan, maka memahami agama menjadi suatu kewajiban."

[An-Nubadz Fii Adaab Tholabil 'Ilmi, hal : 228. Ad-Daarul Atsariyyah]


Semoga bermanfaat.


Related Posts:

WAJIBNYA MEMPERINGATKAN MANUSIA DARI BAHAYA SYIRIK DAN SARANA-SARANANYA


Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallam. Wa ba'du.

Perkara yang paling cepat mendatangkan kemurkaan Allah adalah kesyirikan, dia merupakan dosa besar yang paling besar, kemungkaran yang paling mungkar, dzolim yang paling dzolim. Karena itu maka wajib kita mengingkari kesyirikan-kesyirikan yang ada disekitar kita, atau mungkin ditengah keluarga kita, sebab jika pelakunya mati dan belum sempat bertaubat dari dosa syirik tersebut, maka dia pasti masuk neraka berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :

عن جابر بن عبد الله قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ((من لقي الله لا يشرك به شيئا دخل الجنة ومن لقيه يشرك به دخل النار)) رواه مسلم

[كتاب الأربعين في مذهب السلف، تأليف الشيخ علي بن يحيى الحدادي، ص : ٧]

"Dari Jabir bin Abdillah berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka dia pasti masuk surga, dan barangsiapa yang berjumpa dengan-Nya dalam keadaan menyekutukan-Nya maka dia pasti masuk neraka))

[Kitaabul Arba'iin fii Madzhabis Salaf, penulis Asy-Syaikh Ali bin Yahya al-Hadaadiy, hal.7]


Faedah yang bisa dambil :

1. Kata «من» pada hadits diatas maknanya umum, mencakup siapa saja, baik manusia ataupun jin, laki-laki ataupun perempuan, tua ataupun muda, besar maupun kecil

2. Kata  «شَيْئًا» adalah kata yang nakiroh (belum jelas menunjukkannya) sebelumnya didahului oleh huruf لَا nafi (peniadaan), menurut qoidah ushul fiqih, kata nakiroh dalam konteks penafian akan memberikan faedah yang umum, mencakup semua yang disembah selain Allah baik malaikat, nabi, orang-orang sholeh, bintang-bintang, bulan, matahari, berhala-berhala dan segala yang ada di alam semesta ini

3. Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia pasti masuk surga

4. Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan dia menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka dia pasti masuk neraka

5. Kata «دَخَلَ» pada hadits tersebut maknanya pasti. Contoh kalimat pada hadits diatas adalah :

«دَخَلَ الْجَنَةَ/دَخَلَ النَارَ» 

Artinya pasti masuk surga/pasti masuk neraka. 

Kata «دَخَلَ» tidak dimaknakan telah atau akan,  namun dia bermakna pasti, karena diantara makna fiil madhi adalah bermakna pasti, walaupun ada juga fiil mahdi yang bermakna akan

6. Jika menyekutukan Allah merupakan penyebab utama seseorang masuk neraka, maka tauhid adalah sebab utama seseorang masuk surga, karena itu selayaknya kita memperingatkan karib kerabat, orang-orang terdekat dan manusia seluruhnya dari bahaya syirik ini, serta memberikan kabar gembira dengan tauhid serta mendakwahkannya

7. Menyekutukan Allah adalah kedzoliman yang paling dzolim berdasarkan firman Allah :

«وَإِذْ قَالَ لُقْمَـٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَـٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌۭ»

Artinya : "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Lukman : 13)

8. Menyekutukan Allah merupakan dosa besar yang paling besar yang tidak diampuni oleh Allah berdasarkan firman Allah :

«إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ إِثْمًا عَظِيمًا»

Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (An-Nisaa' : 48)

9. Orang-orang yang menyekutukan Allah adalah orang-orang yang paling tersesat berdasarkan firman Allah :

«إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـٰلًۢا بَعِيدًا»

Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya." (An-Nisaa' : 116)

10. Hendaknya wasiat terakhir orang yang beriman adalah mengingatkan anak anaknya tentang bahaya  syirik sebagaimana firman Allah :

أَمْ كُنتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ ٱلْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنۢ بَعْدِى قَالُوا۟ نَعْبُدُ إِلَـٰهَكَ وَإِلَـٰهَ ءَابَآئِكَ إِبْرَٰهِـۧمَ وَإِسْمَـٰعِيلَ وَإِسْحَـٰقَ» 
«إِلَـٰهًۭا وَٰحِدًۭا وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ

Artinya : "Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (Al-Baqaroh : 133)

11. Hendaknya orang yang beriman takut dari dosa syirik sebagaimana firman Allah :

«وَٱجْنُبْنِى وَبَنِىَّ أَن نَّعْبُدَ ٱلْأَصْنَامَ. رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلنَّاسِ ۖ فَمَن تَبِعَنِى فَإِنَّهُۥ مِنِّى ۖ وَمَنْ عَصَانِى فَإِنَّكَ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ»

Artinya : "Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Ibrahim : 35-36)

12. Untuk menghindari kesyirikan,  belajar ilmu tauhid, jauhi sarana-sarana pendukung yang menyebabkan seseorang terjatuh dalam kesyirikan baik terutama kebodohan, kedua mengikuti pendapat nenek moyang, ketiga karena kesombongan, keempat karena mengkultuskan para Nabi 'alaihimussalam dan orang-orang sholeh, hingga akhirnya mereka pun menyembahnya sebagaimana kaum Nabi Nuh terhadap empat orang sholeh yang mereka sembah sebagaimana firman Allah :

«وَقَالُوا۟ لَا تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّۭا وَلَا سُوَاعًۭا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًۭا»

Artinya : Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr". (Nuh : 23)

Oleh karena itu, kita jangan terlalu ditakutkan oleh musibah dunia seperti gempa, tsunami, gunung meletus dan lain sebagainya, tapi bertanyalah pada diri kita masing-masing kapan kita akan muncul perasaan takut terhadap bahaya kesyirikan yang menyebabkan kita menderita di dunia dan akhirat.

Ambil pelajaran dari Ayah dan Ibu Nabi serta pamanya Abu Tholib, mereka semua masuk neraka akibat kesyirikan yang mereka lakukan, waliyaadzubillah. Ambillah  pelajaran wahai saudaraku.

Semoga tulisan ini bermanfaat.



Related Posts:

HARAMNYA MENCACI MAKI SEORANG MUSLIM


Bismillah. Alhamdulilahi Rabbil 'alamin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin shallallahu 'alaihi wa sallam. Wa ba'du.

Membunuh seorang muslim haram, karena darah seorang muslim itu berharga disisi Allah. Jangankan untuk membunuhnya, mencela saja, atau menghina, merendahkan serta mencaci makinya merupakan keharaman.

Perhatikan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini :

عن عبد الله بن مسعود رضي الله تعالى عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ((سباب المسلم فسوق وقتاله كفر)) رواه البخاري
.ومسلم

[كتاب الأربعين في مذهب السلف، تأليف الشيخ الي بن يحيى الحجاجي، ص :٣٠]

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu Ta'ala 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Mencaci maki seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekafiran)) [Riwayat al-Bukhari dan Muslim] [Kitab al-Arba'iin fii Madzhabis Salaf, penulis Asy-Syaikh Ali bin Yahya al-Hadaadiy, hal : 30] 

Berkata Asy-Syaikh Ali bin Yahya al-Hadadiy :

قلت : قوله صلى الله عليه وسلم ((وقتاله كفر)) ليس هو الكفر الأكبر، فليس فيه حجة لمن يكفر صاحب الكبيرة، وقد أثبت الله للقاتل عمدا مطلق الأيمان، فقال تعالى ((وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱقْتَتَلُوا۟ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا)) الآية، فأثبت لهم سبحانه وتعالى الإيمان مع كونهما متقاتلتين، وقال تعالى ((فَمَنْ عُفِىَ لَهُۥ مِنْ أَخِيهِ شَىْءٌۭ)) أي عفا ولي المقتول عن القاتل فأسقط القصاص إلى الدية فأثبت الأخوة بين القاتل وبين ولي المقتول والمقصود بها أخوة الإيمان فلم يخرج بالقتل منها فما دون القتل من المعاصي من باب أولى كالزنا والسرقة. وفي الصحيحين من حديث أبي ذر عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : "ما من عبد قال لا إله إلا الله ثم مات على ذلك إلا دخل الجنة قلت وإن زنى وإن سرق قال وإن زنى وإن سرق قلت وإن زنى وإن سرق قال وإن زنى وإن سرق
 ".قلت وإن زنى وإن سرق قال وإن زنى وإن سرق على رغم أنف أبي ذر وكان أبو ذر إذا حدث بهذا قال وإن رغم أنف أبي ذر

[كتاب الأربعين في مذهب السلف، تأليف الشيخ الي بن يحيى الحجاجي، ص :٣٠-٣٣]

Aku katakan : (tentang) Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ((dan membunuhnya adalah kekafiran)), yaitu bukan kafir besar, tidak ada didalam hadits ini hujjah bagi orang yang mengakafirkan pelaku dosa besar. Dan sungguh Allah telah menetapkan bagi orang yang membunuh dengan sengaja secara mutlak imannya (masih ada atau dia tidak kafir), Allah Ta'ala berfirman : ((Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya!)) (Al-Hujurat : 9).

Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah menetapkan bagi mereka keimanan bersamaan dengan adanya peristiwa saling memerangi antara keduanya, dan Allah Ta'ala berfirman : ((Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya)), yaitu pemaafan dari wali orang yang dibunuh terhadap orang yang membunuh, maka terputuslah qishoh (hukuman) lalu diganti dengan diyat (membayar denda), maka (dengan demikian) ditetapkan persaudaraan antara orang yang membunuh dengan wali yang dibunuh, yang dimaksud dengan persaudaraan disini yaitu persaudaraan diatas keimanan maka pembunuhan serta apa saja (perbuatan dosa) dibawah tingkat pembunuhan berupa kemaksiatan dan masih banyak lagi seperti zina dan mencuri, (hal itu) tidak mengeluarkan (pelakunya) dari persaudaraan (diatas keimanan).

Dalam dua kitab shohih (shohih Bukhari dan Muslim) dari hadits Abu Dzar dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda :

"Tidaklah seorang hamba mengatakan laa ilaaha illallah kemudian ia mati diatas ucapan tersebut kecuali dia pasti masuk surga. Aku (Abu Dzar) berkata : Meskipun dia pernah berzina dan mencuri? Nabi bersabda : Meskipun dia pernah berzina dan mencuri! Aku (Abu Dzar) berkata lagi : Meskipun dia pernah berzina dan mencuri? Nabi bersabda : Meskipun dia pernah berzina dan mencuri! Aku (Abu Dzar)pun berkata lagi : Meskipun dia pernah berzina dan mencuri? Nabi bersabda : Meskipun dia pernah berzina dan mencuri! Meskipun Abu Dzar tidak senang (tidak puas). Dan Abu Dzar jika menceritakan tentang hal ini, dia berkata Meskipun Abu Dzar tidak senang (tidak puas)." [Kitab al-Arba'iin fii Madzhabis Salaf, penulis Asy-Syaikh Ali bin Yahya al-Hadaadiy, hal : 30-32]

Faedah yang dapat diambil :

1. Tingginya harga diri seorang muslim dan muslimah

2. Haramnya mencela, menghujat, mencemooh, merendahkan, mencaci maki seorang muslim termasuk juga muslimah

3. Mencela, menghujat, mencemooh, merendahkan, mencaci maki seorang muslim dan muslimah termasuk perkara yang bisa menyebabkan kefasikan

4. Membunuh seorang muslim dan muslimah dengan sengaja termasuk perkara yang bisa mengkafirkan

5. Ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits diatas :

 ((وقتاله كفر))

((Dan membunuhnya adalah kekafiran))

Maksud kekafiran pada hadits diatas adalah kafir kecil, bukan kafir besar yang mengeluarkan dari agama Islam

6. Mencela seorang muslim apalagi membunuhnya termasuk dosa besar

7. Pada hadits diatas tidak ada hujjah untuk mengkafirkan pelaku dosa besar seperti membunuh, berzina, mencuri, mereka masih termasuk muslim, adapun kelompok seperti khowarij (tukang bom) beranggapan bahwa pelaku dosa besar itu kafir dan kekal di neraka dan darahnya halal untuk ditumpahkan.

Berkata Asy-Syaikh Sholeh Fauzan bin Abdillah al-Fauzan dalam syarah Ba'dhu Fawaaid Suuratil Faatihah :

الخوارج هم الذين خرجوا على ولاة المسلمين وكفروهم، وهم يعتمدون على نصوص الوعيد، ويكفرون بالكبائر التي دون الشرك، ويقولون : من مات عليها فهو مخلد في النار

[بعض فوائد سورة الفاتحة، ص : ٢٣.دار الإمام أحمد]

"Al-Khawarij mereka adalah orang-orang yang keluar dari ketaatan pada pemimpin kaum muslimin dan mengkafirkan mereka, dan mereka bergantung pada nash-nash ancaman, dan mereka mengkafirkan pelaku dosa besar yang dibawah tingkatan syirik, mereka mengatakan : barangsiapa yang mati diatas dosa besar maka dia kekal di neraka." [Ba'dhu Fawaaid Suuratil Faatihah, hal.23. Cet.Daar Al-Imaam Ahmad]

Dan termasuk yang memiliki keyakinan menyimpang tentang pelaku dosa besar adalah kelompok mu'tazilah, mereka memiliki keyakinan bahwa pelaku dosa besar dia bukan mu'min dan bukan pula kafir. Mu'tazilah memiliki 5 keyakinan, diantaranya :

المنزلة بين منزلتين: وهذا في صاحب الكبيرة، فهو خارج عن الإيمان، لكنه بين منزلتين؛ لا مؤمن، ولا كافر

"Kedudukannya diantara dua tingkatan : Ini bagi pelaku dosa besar, dia keluar dari keimanan, akan tetapi dia diantara dua tingkatan ; yaitu bukan mu'min dan bukan pula kafir."  [https://www.alukah.net/web/alferieh/0/10089/#ixzz5ujojFRMC]

8. Allah Ta'ala telah menetapkan bahwa orang-orang yang saling berperang atau seseorang yang melakukan dosa besar seperti membunuh seorang muslim dengan sengaja, maka dia masih tetap dianggap muslim tidak seperti anggapan kaum khawarij dan mu'tazilah diatas. Allah Ta'ala berfirman :

((وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱقْتَتَلُوا۟ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا))

Artinya : ((Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya!)) (Al-Hujurat : 9).

Berkata Ibnu Katsir mengenai ayat diatas :

يقول تعالى آمرا بالإصلاح بين الفئتين الباغين بعضهم على بعض : «وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱقْتَتَلُوا۟ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا» فسماهم  مؤمنين مع اقتتال بهذا استدل  البخاري وغيره على أنه لا يخرج من الأمان بالمعصية وإن عظمت، لا كما يقول
...الخوارج ومن تابعهم من المعتزلة ونحوهم

[تفسير ابن كثير، ٤\١٨٠. دار الكتب العلمية]

"Allah Ta'ala berfirman memerintahkan untuk mendamaikan dua kelompok yang melampaui batas sebagian mereka atas sebagian lainnya : «Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya!» Allah menamakan mereka orang-orang mu'min bersamaan dengan saling berperang nya (mereka), ini pendalilan Al-Bukhari dan selainya bahwasanya hal itu tidak mengeluarkan dari keimanan karena sebab maksiat walaupun maksiat itu besar, tidak seperti ucapan Khawarij dan orang-orang yang mengikuti mereka seperti Mu'tazilah dan yang mencontohi mereka..." [Tafsiir Ibni Katsiir, 4/180. Cet.Daarul Kutub Al'Ilmiyyah]

Atau firman Allah Ta'ala yang lain :

((فَمَنْ عُفِىَ لَهُۥ مِنْ أَخِيهِ شَىْءٌۭ))

Artinya : ((Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya)). (Al-Baqaroh : 178)

Kata saudara pada ayat diatas,  menunjukkan yang membunuh masih dianggap saudara seiman oleh Allah Ta'ala bagi keluarga orang yang terbunuh dan sebagai ganti hukuman qishosh adalah membayar diyat sebagai bentuk pemaafan dari keluarga yang terbunuh. Berkata Ibnu Katsir dalam tafsir ayat diatas :

وقوله : «فَمَنْ عُفِىَ لَهُۥ مِنْ أَخِيهِ شَىْءٌۭ فاتِّبَاعٌۢ بِٱلْمَعْرُوفِ وَأَدَآءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَـٰنٍۢ ۗ» فالعفو أن يقبل الدية في العمد، وكذا روي عن أبي العالية وأبي الشعثاء ومجاهد وسعيد بن جبير وعطاء والحسن وقتادة ومقاتل بن حيان وقال الضحاك عن ابن عباس : «فَمَنْ عُفِىَ لَهُۥ مِنْ أَخِيهِ شَىْءٌۭ» يعني : فمن ترك له من أخيه شيء يعني أخذ الدية بعد استحقاق الدم، وذلك العفو

[تفسير ابن كثير، ١\١٩٣ دار الكتب العلمية]

Firman Allah : «Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik» dan pemaafannya yaitu  menerima diyat pada kasus pembunuhan yang disengaja, seperti itu juga yang diriwayatkan dari Abu Aliyah, Abu Sya'tsa', Mujahid, Sa'id bin Jubair, 'Atha', Al-Hasan dan Qotadah bin Hayyan dan berkata Adh-Dhohak dari Ibnu Abbas «Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya» yaitu : Barangsiapa yang melepaskan suatu haknya (qishoh) dari saudaranya yakni berarti dia mengambil diyat (denda) setelah pantasnya denda tersebut." [Tafsiir Ibni Katsir, 1/193. Cet.Daarul Kutub Al-'Ilmiyyah]

9. Adanya hukum qishoh dalam agama Islam, seperti orang yang membunuh hukumannya juga di bunuh sebagaimana firman Allah :

«يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِصَاصُ فِى ٱلْقَتْلَى ۖ ٱلْحُرُّ بِٱلْحُرِّ وَٱلْعَبْدُ بِٱلْعَبْدِ وَٱلْأُنثَىٰ بِٱلْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِىَ لَهُۥ مِنْ أَخِيهِ شَىْءٌۭ فَٱتِّبَاعٌۢ»
«بِٱلْمَعْرُوفِ وَأَدَآءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَـٰنٍۢ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌۭ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌۭ ۗ فَمَنِ ٱعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٌۭ

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih." (Al-Baqaroh : 178)

10. Adanya penetapan diyat atau denda jika keluarga orang yang dibunuh memaafkan si pembunuh, adapun jika yang dibunuh adalah orang kafir maka yang ada hanya diyat dan tidak ada qishoh, demikian juga jika seorang ayah membunuh anaknya sendiri atau majikan membunuh budaknya, maka dua hal itu juga tidak ada qishohnya, sebagaimana dijelaskan oleh Asy-Syaikh As-Sa'di pada tafsir surat Al-Baqaroh

11. "Tidaklah seorang hamba mengatakan laa ilaaha illallah kemudian ia mati diatas ucapan tersebut kecuali dia pasti masuk surga, tentunya setelah ia bertaubat dari dosa-dosa besar seperti syirik dan benar-benar mengikhlaskan tauhid hanya untuk Allah semata, karena Allah telah berfirman :

«إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ إِثْمًا عَظِيمًا»

Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (An-Nisaa' : 48)

Kata «أَن يُشْرَكَ» bisa diambil masdarnya yaitu «شِرْكًا», qoidah ushul fiqih mengatakan bahwa kalimat nakiroh «شِرْكًا» dalam konteks penafian akan memberikan makna yang umum, sehingga maknanya bisa :

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik apapun (baik syirik besar maupun syirik kecil, baik syirik yang nampak maupun syirik yang tersembunyi, baik syirik ucapan, syirik perbuatan ataupun syirik hati yang berkaitan dengan i'tiqod dan lain sebagainya). Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

12. Dosa zina dan mencuri termasuk dosa besar, tapi jika seorang muslim atau muslimah mati dalam keadaan mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah maka dia akan masuk surga, ini menunjukkan dosa besar dibawah tingkatkan syirik tidak membuat pelakunya kafir

13. Pertanyaan Abu Dzar «Meskipun dia pernah berzina dan mencuri?» yang terulang beberapa kali adalah ucapan ketidak puasan, bukan untuk membantah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,  tapi seolah-olah Abu Dzar heran ternyata pelaku dosa besar itu bisa masuk surga juga, dan tentunya jika dia tidak berbuat syirik, sebagaimana hadits :

وللترمذي وحسنه عن أنس : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ((قال الله تعالى : يا ابن آدم، لو أتيتني برقاب الأرض
.خطايا ثم لقيتني لا تشرك بي شيئا لأتيتك بقرابها مغفرة))

[فتح المجيد شرح كتاب التوحيد، ص : ٥٣-٥٤. دار الكتب العلمية]

Dari Imam Tirmidzi dan dia menghasankannya dan dari Anas (berkata) : Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi,wa sallam bersabda : ((Allah Ta'ala berfirman : Wahai anak Adam, kalau seandainya kamu datang kepadaku dengan sepenuh bumi dosa, kemudian kamu menemuiku dalam keadaan tidak menyekutukanku dengan sesuatu apapun, maka sungguh aku akan mendatangimu dengan sepenuh bumi ampunan))." [Fathul Majiid Syarh Kitaabit Tauhiid, hal.53-54. Cet.Darul Kutub Al'ilmiyyah]

Semoga bermanfaat


Related Posts:

KISAH SEORANG PENUNTUT ILMU BERSAMA GURUNYA


Ketika dia mulai memancangkan kakinya untuk menuntut ilmu, dia merasa putus asa adakah cahaya? Gelapnya kejahilan dan kebodohan masa silam membuatnya berpikir, apa bisa saya belajar agama? Lalu mulailah dia menjelajahi majelis ilmu di Kota Yogyakarta, dan yang pertama dia pelajari adalah pelajaran Nahwu, yaitu cabang dari ilmu bahasa arab. 

Hari pertama dia membuka kitabnya, muncullah istilah dommah, fathah, kasroh, dia bergumam apa ini? Kemudian muncul lagi istilah baru yaitu marfu, mansub, majrur, membuat dia semakin bingung apa pula itu? Lantas disusul pula oleh istilah rofa, nashob, jar, semakin membuatnya tak mengerti, betapa gelapnya bahasa arab itu, seolah hutan yang gelap dan lebat baginya. Akhirnya dia terombang ambing dalam keraguan dan kebimbangan antara dua pilihan, lari atau terus bertahan. Maka diapun memilih bertahan. 

Sejak pilihan itu diambil, diapun mulai mempelajarinya, mencoba memahaminya, namun ia merasa belajar bahasa arab seolah dibawa masuk ke sebuah hutan yang gelap, kebingungan tapi terarah karena dia dibimbing dengan sabar oleh seorang guru.

Sang guru memandangnya penuh rahmat, dan berkata, "Baarakallahu fiik". Ucapan itu membuatnya tenang dan membuatnya seolah  didoakan kebaikan. Lalu kemudian, untuk memperkokoh perjalanannya menuju hutan Nahwu, dia mematahkan setiap ranting pohon yang dilewati, agar jika sang guru melepaskannya seorang diri di tengah hutan dia bisa mencari jalan pulang. 

Hari demi hari, cahaya mulai menerangi hatinya, apa itu marfu, mansub, majrur bukan hal yang asing lagi baginya. Apalagi istilah rofa, nasob, jar bahkan sudah menjadi teman setia. Hingga muncullah istilah mubtada khobar, fiil fail, fiil naibul fail semua menambah runyam. Dia berpikir, lari atau bertahan? Lalu mengulangi pertanyaan itu dalam dirinya. Kemudian dia mencoba memilih bertahan. Sang guru menatapnya dengan rahmat dan cinta, kemudian dia berkata, "Baarakallahu fiik", doa yang senantiasa membuatnya bertahan meskipun berat, karena diruangan itu ; tujuh belas teman-temannya tidak henti-hentinya mentertawakannya. Hingga sang guru-pun marah lalu memukul papan tulis dengan keras dan berkata: "Jangan kalian mentertawakannya, saya berharap semoga Allah menjadikan dia orang yang paling berilmu diantara kalian suatu saat nanti". Sebuah doa yang indah, yang membuat teman-temannya terdiam dari tawa cemoohannya. 

Hingga hari berlalu berganti bulan dan tahun, delapan belas orang yang belajar satu persatu mulai tumbang dan berguguran. Ibarat dedaunan di musim gugur, sebatang pohon yang tertiup angin, dia akan menggugurkan daun-daunnya dan menyisakan yang paling kokoh dan paling sabar. Ibzrst dedaunan, dari delapan belas penuntut ilmu yang belajar, tersisa hanya tiga orang disamping sang guru hingga selesai tiga jilid kitab, termasuk diantaranya dia.

Kemudian mubtada khobar, fiil fail, fiil naibul fail dan sebagainya menjadi kekasih yang senantiasa disebut-sebutnya. Dia berkata : "Dhoroba alfi'lul maadhi mabniyyun 'alal fathi. Wa Zaidun  fa'ilun marfuu'un wa 'alaamatu raf'ihi ad-dhommatu ad-dzooohirah liannahu ismul mufrod.

Satu jenjang dia lewati, doa demi doa dari sang guru terkumpul menjadi sebuah kekuatan, menjadi sebuah tekad, menjadi sebuah kecerdasan. Hingga akhirnya sang guru membawanya ke puncak pegunungan, bukan lagi di lembah yang curam. Lalu  kemudian sang guru meninggalkannya dengan memberinya sebuah peta, yang dengan peta tersebut dia tidak akan tersesat. Peta itulah kitab yang dia pelajari. 

Hari demi hari berlalu tanpa sia-sia, dia semakin semangat dan semakin mencintai bahasa arab itu, khususnya ilmu Nahwu. Hingga tiba saatnya sang guru harus pergi untuk selamanya. Sang guru berkata : "Belajarlah lebih giat, aku berharap Allah akan memberikanmu pemahaman yang dalam tentang ilmu ini."

Guru-nya pun pergi dan takkan pernah kembali, tertinggal bersamanya doa-doa yang masih terngiang-ngiang di telinganya. 

Dalam sebuah perjalanan, dia menempuh rute perjalanan menuju tempat tinggal sang guru, dan baru hari itu dia menapaki jalan tersebut. Air matanya mulai menetes. Betapa jauhnya jarak yang harus tempuh gurunya untuk mengajarkannya. Air matanya terus menetes, lalu dia berkata dalam hatinya: "Engkau bersungguh-sungguh mengajariku wahai guru, sedangkan  aku selalu bermain-main dan bahkan mengabaikan." Demi Allah dia baru menyadari betapa semangat dan bersungguh-sungguhnya sang guru sedangkan dia di majelisnya selalu bermain-main dan mengabaikan. Sungguh diapun mulai mengerti betapa jalan-jalan itu menjadi saksi betapa besar rahmah dan kesungguhan gurunya dalam mengajarinya serta doa-doanya. 

Demi mengingat jejak-jejak peninggalan gurunya dan doa-doanya, dia lalu membuka lembaran-lembaran kitab yang ditinggalkan gurunya, didalamnya terdapat coretan-coretan indah penuh makna. Dimana tertulis, marfu = rofa =, mansub = nashob, majrur = jar. Lalu disudut-sudutnya tertulis, mubtada khobar, fiil dan fail, fiil naibul fail bahkan tertulis badal dan lain sebagainya, lalu coretan-coretan itu menjadi kenangan terindah bahkan lebih indah baginya dari risalah cinta sang kekasih. Kemudian dia bertekad dan berkata : "Aku harus menjadi nahwiyyuun (ahli nahwu)   dan aku harus membanggakan guruku, meskipun dia telah tiada. 

Beberapa tahun-pun berlalu, datanglah salah seorang dari delapan belas orang yang bermajelis dengannya ketika itu dan meminta kepadanya untuk mengajarkannya ilmu nahwu.  Ia terdiam, ia teringat dengan doa-doa gurunya, ternyata Allah telah mengabulkan doanya.

Faedah yang bisa diambil :

1. Jangan mudah menganggap remeh teman kita yang baru belajar dan belum faham tentang satu cabang ilmu di kelas, karena Allah akan melihat pada banyak sisi ; pada niat, tekad serta kesungguhannya, dll. 

2. Cerdas tapi tidak punya tekad, yang seperti ini akan berjalan di tempat, akan tetapi "bodoh" tapi punya tekad membara, kesungguhan dan niat yang ikhlas, maka dia akan keluar dari kejahilan, menjadi yang paling cerdas dan mengalahkan yang lainnya.

3. Ilmu tidak hanya didapatkan dari modal kecerdasan semata, banyak sisi yang akan menentukan suksesnya penuntut ilmu, sebagaimana ucapan Imam Asy-Syafi'i rahimahullah :

أخي لن تنال العلم إلا بستة سأنبيك عن تفاصيلها ببيان : ذكاء، وحرص، واجتهاد، وبلغة، وصحبة أستاذ، وطول زمان.

"Saudaraku, engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara yang akan saya ceritakan dengan jelas perinciannya : (1) kecerdasan, (2) semangat, (3) sungguh-sungguh, (4) kecukupan (harta), (5) dengan bimbingan guru, (6) lama waktunya." [Diwan Asy-Syafi'i, hal.116]

4. Guru adalah teladan, yang mendoakan kebaikan bagi murid-muridnya bukan mencela dan meremehkannya

5. Perjuangan seorang guru dalam mengajarkan murid-muridnya sangat besar, terkadang hal seperti ini jarang disadari oleh para penuntut ilmu, sehingga hal seperti ini sering menjadikan para penuntut ilmu tidak pandai menghormati gurunya

6. Kecerdasan milik Allah, dan Allah bisa menyelipkan kecerdasan itu dihati siapapun jika dia bersungguh-sungguh dalam belajar, bersabar ; sebagaimana kisah Imam al-Kisa'i dengan seekor semut.

7. Pentingnya kesabaran dalam menuntut ilmu

8. Berkahnya doa seorang guru

***

Dompu, 20 Dzulqo'dah 1440 H/24 Juli 2019

Penulis : Abu Dawud ad-Dompuwiyy

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com


Related Posts:

FENOMENA GERHANA SEBAGAI TANDA-TANDA KEBESARAN, KEAGUNGAN SERTA KEKUASAAN ALLAH

Bismillah. Alhamdulillahu Rabbil 'alamin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin shallallahu 'alaihi wa sallam. Wa ba'du.

Fenomena alam, baik gerhana matahari ataupun gerhana bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah. Tidak terkait dengan kematian seseorang, tidak terkait pula dengan musibah yang terjadi. Karena itu jangan kita kaitkan ini semua dengan sesuatu yang tidak ada kaitannya.

Sebagian masyarakat berkeyakinan bahwa gerhana adalah proses ditelannya bulan atau matahari oleh makhluk besar bernama raksasa, dan untuk mengusir makhluk itu, maka mereka melakukan ritual-ritual tertentu.

Pada era 80-90-an orang-orang tua kita ketika terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan, mereka memukul sejenis tempat untuk menumbuk padi dengan keyakinan itu dapat mengusir makhluk yang ingin menelan matahari atau bulan tersebut. Ini sungguh khurafat-khurafat yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Belum lagi keyakinan sebagian orang jika terjadi gerhana, ibu-ibu hamil harus merendam dirinya di sungai, supaya anak yang di kandungnya tidak hitam wajahnya seperti bulan atau matahari ketika gerhana. Dan bisa jadi keyakinan-keyakinan ini masih ada hingga sekarang.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang gerhana :

الشمس والقمر آيتان من آيات الله، لا ينخسفان لموت أحد ولا لحياته، فإذا رأيتم ذلك فدعوا الله وكبروا، وصلوا وتصدقوا
[رواه البخاري، ١٠٤٤]

”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no.1044)

Dari Al Mughiroh bin Syu’bah berkata :

كشفت الشمس على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم مات إبراهيم، فقال الناس كشفت الشمس لموت إبراهيم. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((إن الشمس والقمر لا ينخسفان لموت أحد ولا لحياته، فإذا رأيتم فصلوا وادعوا الله))
 [رواه البخاري، ١٠٤٣]

”Di masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari ketika hari kematian Ibrahim. Kemudian orang-orang mengatakan bahwa munculnya gerhana ini karena kematian Ibrahim. Lantas Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalat dan berdo’alah.’” (HR. Bukhari no. 1043)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam langsung membantah keyakinan para shahabat waktu itu dengan mengatakan : "Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang.

Ketika terjadi gerhana di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, saat itu bertepatan dengan kematian anak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bernama Ibrahim dari budak beliau Mariyah Al Qibthiyyah dari Mesir, karena itulah para shahabat menyangka itu ada kaitannya dengan kematian Ibrahim, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membantah mereka semuanya dengan hadits diatas.

Dengan demikian, hadits diatas juga sebagai bantahan dan sanggahan terhadap keyakinan dan kepercayaan sebagian umat Islam di Indonesia yang beragam dan penuh dengan khurofat terkait gerhana matahari atau gerhana bulan.

MATAHARI DAN BULAN, MAKHKUK SEPERTI KITA SEBAGAI TANDA-TANDA KEBESARAN ALLAH TA'ALA

Matahari dan bulan dua makhluk yang Allah tundukkan untuk manusia, mereka beredar pada manzilah-manzilahnya. Karena itu jangan menyembahnya, jangan mengaggungkannya, dan jangan pula memiliki keyakinan-keyakinan khurofat tentangnya.

1. Matahari dan bulan tunduk kepada Allah

Allah Ta'ala juga berfirman :

«وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَٰتٍۭ بِأَمْرِهِۦٓ ۗ أَلَا لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَـٰلَمِينَ»

Artinya : "Dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf : 54)

Pada ayat diatas Allah Ta'ala menjelaskan bahwa matahari dan bulan tunduk pada perintah-Nya, termasuk tunduknya matahari dan bulan ketika terjadi gerhana, karena semua itu tidak lain kecuali atas perintah Allah.

2Matahari dan bulan ditundukkan untuk manusia, menunjukkan manusia lebih mulia

Allah Ta'ala berfirman :

«وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ ۖ وَٱلنُّجُومُ مُسَخَّرَٰتٌۢ بِأَمْرِهِۦٓ ۗ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَـَٔايَـٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَعْقِلُونَ»

Artinya : "Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya)." (An-Nahl 12)

Karena Allah telah menundukkan matahari dan bulan untuk manusia, menunjukkan bahwa manusia lebih mulia, lalu kenapa kita menyekutukan Allah ketika terjadi gerhana matahari dan bulan?

Allah Ta'ala juga berfirman :

«وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ دَآئِبَيْنِ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ»

Artinya : "Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang." (Ibrahim : 33)

Allah Ta'ala juga berfirman :

«خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ بِٱلْحَقِّ ۖ يُكَوِّرُ ٱلَّيْلَ عَلَى ٱلنَّهَارِ وَيُكَوِّرُ ٱلنَّهَارَ عَلَى ٱلَّيْلِ ۖ وَسَخَّرَ ٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ ۖ كُلٌّۭ يَجْرِى لِأَجَلٍۢ مُّسَمًّى ۗ أَلَا هُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفَّـٰرُ»

Artinya : "Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (Az-Zumar : 5)

3. Matahari dan bulan beredar di tempat beredarnya

Allah Ta'ala berfirman :

«وَٱلشَّمْسُ تَجْرِى لِمُسْتَقَرٍّۢ لَّهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ ٱلْعَزِيزِ ٱلْعَلِيمِ. وَٱلْقَمَرَ قَدَّرْنَـٰهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَٱلْعُرْجُونِ ٱلْقَدِيمِ»

Artinya : "Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. (Yasin : 38-39)

Allah Ta'ala berfirman :

«وَهُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ ۖ كُلٌّۭ فِى فَلَكٍۢ يَسْبَحُونَ»

Artinya : "Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." (Al-Anbiya : 33)

4. Matahari dan Bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah, jangan mengagungkan apalagi menyembahnya

Allah Ta'ala berfirman :

«وَمِنْ ءَايَـٰتِهِ ٱلَّيْلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا۟ لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَٱسْجُدُوا۟ لِلَّهِ ٱلَّذِى خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ»

Artinya : "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kalian menyembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika hanya kepada-Nya kamu menyembah. (Fusshilat : 37)

Kita dilarang menyembah matahari dan bulan, memiliki keyakinan-keyakinan syirik tentangnya. Tapi justru kita diperintahkan untuk menyembah Allah yang menciptakan mereka, jika kita benar-benar bertauhid.

5. Matahari dan bulan digunakan sebagai perhitungan hari, bulan dan tahun bukan untuk keyakinan-keyakinan syirik

Allah Ta'ala berfirman :

«فَالِقُ ٱلْإِصْبَاحِ وَجَعَلَ ٱلَّيْلَ سَكَنًۭا وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ حُسْبَانًۭا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ ٱلْعَزِيزِ ٱلْعَلِيمِ»

Artinya : "Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." (Al-An'am : 96)

6. Matahari dan bulan serta bintang-bintang sebagai perumpamaan mudzakkar dan Muannats majazi

Allah Ta'ala berfirman :

«إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَـٰٓأَبَتِ إِنِّى رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًۭا وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِى سَـٰجِدِينَ»

Artinya : "(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku". (Yusuf : 4)

Dalam ilmu bahasa arab laki-laki dikiyaskan dengan bulan, sedangkan wanita dengan matahari. Inilah yang disebut dengan mudzakkar dan muannats majazi, berbeda dengan kita di Indonesia, laki-laki sering diibaratkan dengan matahari sedangkan wanita dengan bulan, dan ini terbalik menurut al-Qur'an dan sunnah serta menurut ilmu bahasa arab. Apalagi jika sampai dikait-kaitkan dengan perkara-perkara khurofat dan kesyirikan ketika terjadinya gerhana. Waliyaadzubillah. 

7. Ada tauhid Rububiyyah, uluhiyyah dan asma' wa sifat pada ayat-ayat tunduknya langit bumi serta matahari dan bulan

Allah Ta'ala berfirman :

«وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَسَخَّرَ ٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ»

Artinya : "Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)." (Al-Ankabut : 61)

Pada ayat diatas menjelaskan kepada kita orang-orang musyrik dahulu bertauhid kepada Allah secara rububiyyah, dan juga pada sebagian asma' wa sifat, namun  mereka ingkar terhadap tauhid uluhiyyah.

Allah Ta'ala juga berfirman :

ٱللَّهُ ٱلَّذِى رَفَعَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ بِغَيْرِ عَمَدٍۢ تَرَوْنَهَا ۖ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ ۖ وَسَخَّرَ ٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ ۖ كُلٌّۭ يَجْرِى لِأَجَلٍۢ مُّسَمًّۭى ۚ يُدَبِّرُ ٱلْأَمْرَ»
«يُفَصِّلُ ٱلْـَٔايَـٰتِ لَعَلَّكُم بِلِقَآءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ

Artinya : "Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Tuhanmu." (Ar-Ra'd : 2)

Pada ayat diatas terkandung tiga jenis tauhid sekaligus, tauhid rububiyyah, asma' wa sifat serta tauhid uluhiyyah.

Allah Ta'ala juga berfirman :

إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍۢ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِى ٱلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُۥ حَثِيثًۭا وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ»
«وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَٰتٍۭ بِأَمْرِهِۦٓ ۗ أَلَا لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَـٰلَمِينَ

Artinya : "Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (Al-Ankabut : 61)

Pada ayat diatas terkandung tauhid rububiyyah dan asma' wa sifat. Allah Ta'ala juga berfirman :

يُولِجُ ٱلَّيْلَ فِى ٱلنَّهَارِ وَيُولِجُ ٱلنَّهَارَ فِى ٱلَّيْلِ وَسَخَّرَ ٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ كُلٌّۭ يَجْرِى لِأَجَلٍۢ مُّسَمًّۭى ۚ ذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ ٱلْمُلْكُ ۚ وَٱلَّذِينَ تَدْعُونَ» 
«مِن دُونِهِۦ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ

Artinya : "Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya-lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari." (Fathir :13)

Pada ayat diatas terkandung tauhid rububiyyah dan tauhid uluhiyyah. Dan tauhid rububiyyah melazimkan tauhid uluhiyyah. Karena itu jangan kita menyekutukan Allah padahal Dia subhaanahu wa Ta'ala telah menundukkan matahari dan bulan serta membolak-balikkannya menjadi malam dan siang. Lalu, apakah layak kita sekutukan Allah dengan makhluk? 

8. Matahari dan bulan merupakan tanda keagungan Allah agar kita semakin yakin dan beriman kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya

Allah Ta'ala berfirman :

وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ ءَازَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا ءَالِهَةً ۖ إِنِّىٓ أَرَىٰكَ وَقَوْمَكَ فِى ضَلَـٰلٍۢ مُّبِينٍۢ. وَكَذَٰلِكَ نُرِىٓ إِبْرَٰهِيمَ مَلَكُوتَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ»
 وَلِيَكُونَ مِنَ ٱلْمُوقِنِينَ. فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ ٱلَّيْلُ رَءَا كَوْكَبًۭا ۖ قَالَ هَـٰذَا رَبِّى ۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَآ أُحِبُّ ٱلْـَٔافِلِينَ. فَلَمَّا رَءَا ٱلْقَمَرَ بَازِغًۭا قَالَ هَـٰذَا رَبِّى ۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِى رَبِّى لَأَكُونَنَّ مِنَ ٱلْقَوْمِ ٱلضَّآلِّينَ. فَلَمَّا رَءَا ٱلشَّمْسَ بَازِغَةًۭ قَالَ هَـٰذَا رَبِّى هَـٰذَآ أَكْبَرُ ۖ فَلَمَّآ أَفَلَتْ قَالَ 
«يَـٰقَوْمِ إِنِّى بَرِىٓءٌۭ مِّمَّا تُشْرِكُونَ

Artinya : "Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata. Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin. Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan." (Al-An'am : 74-78)

Mari kita bertaubat dan bertakwa kepada Allah. Ingatlah matahari dan bulan hanya sebagian diantara tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah yang nampak, agar kita semakin tunduk dan takut kepadanya serta sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah, yang dengan itu kita dapat mengetahui perhitungan bulan dan tahun. 

Dan termasuk tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah dalam hal ini adalah gerhana matahari atau gerhana bulan. Dua hal ini adalah fenomena alam yang terjadi atas kehendak Allah melalui perputaran matahari serta bulan pada manzilahnya, agar dengan kejadian tersebut, kitapun semakin takut kepada Allah, semakin yakin dan beriman kepada-Nya serta  semakin mentauhidkannya.

Adapun adanya tradisi-tradisi khurafat dan kebiasaan-kebiasaan syirik masyarakat yang berbeda-beda di setiap daerah ketika terjadi gerhana, semua itu adalah perkara khurofat dan syirik yang mereka membinasankan. Dan kesyirikan, meskipun berbeda-beda model dan jenisnya dan tempat terjadinya, tapi hakikatnya perbuatan -perbuatan itu sama saja syiriknya, karena pelajaran itu diambil dari hakikatnya, bukan penamaan.

Dan yang lagi marak pada beberapa tahun terakhir ini adalah kegiatan masyarakat yang terlalu berlebihan dalam menyambut  datangnya gerhana matahari atau gerhana bulan, baik dengan acara-acara pesta kembang api, acara nonton bareng gerhana disertai iringan musik dan lain sebagainya, terjadi campur baur dan ikhtilat antara laki-laki dan wanita, adanya kemaksiatan dan mudhorot-mudhorot lain yang bisa ditimbulkan yang menunjukkan bahwa perbuatan mereka ini salah dan bodoh. Kita sebagai kaum muslimin seharusnya  tau, ketika terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan, yang dianjurkan dan disunnahkan adalah memperbanyak doa kepada Allah, bertakbir memuji-Nya, melakukan sholat gerhana, serta memperbanyak sedekah dan bertaubat kepada Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda pada hadits yang telah berlalu tentang gerhana serta apa yang harus kita lakukan :

الشمس والقمر آيتان من آيات الله، لا ينخسفان لموت أحد ولا لحياته، فإذا رأيتم ذلك فدعوا الله وكبروا، وصلوا وتصدقوا
[رواه البخاري، ١٠٤٤]

”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no.1044)

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Related Posts:

BENTUK-BENTUK UMUM #1

Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'alamin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin shallallahu 'alaihi wa sallam. Wa ba'du.

Dengan meminta pertolongan Allah,  kita akan membahas tentang tema ushul fiqih, dan insya Allah pembahasan ini akan berurutan, dan kita mulai dari pembahasan bab العام (Umum).

Untuk memahami pembahasan ini, dipersyaratkan bagi penuntut ilmu khususnya santri-santri kita agar terlebih dahulu mempelajari ilmu nahwu, karena kebanyakan istilah-istilah yang digunakan adalah istilah-istilah dalam ilmu nahwu, seperti contoh syarth, mudof, nafy nahi, maushul, istifham, ma'rifah, nakiroh dan lain sebagainya.

Berkata Asy-Syaikh As-Sa'di rahimahullah tentang pengertian lafadz Umum :

.فصل» ونصوص الكتاب والسنة ، منها : عام : وهو اللفظ الشامل لأجناس أو أنواع أو أفراد كثيرة»

"«Pasal» nash-nash al-kitab dan as-sunnah, diantaranya : Umum : yaitu lafadz-lafadz yang mencakup jenis-jenis atau macam-macam atau mencakup angota-anggotanya yang banyak. [Jam'ul Mahsuul, fii Risaalati Ibni Sa'di fil ushul, hal. 47]

Dan berkata juga Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di rahimahullah :

وألفاظ العموم  ككل، وجميع، والمفرد المضاف، والنكرة في سياق النهي أو النفي أو الاستفهام أو الشرط، والمعرف بأل الدالة على الجنس أو الاستغراق كلها تقتضي العموم

"Lafadz-lafadz umum yaitu seperti lafadz كل (semua) dan جميع (semua), mufrod yang dimudhofkan, nakiroh dalam konteks larangan atau penafian atau istifham, syarth, dan yang di ma'rifahkan dengan alif lam yang menunjukkan isim jenis, atau alif lam istighroqiyyah, semuanya mengandung keumuman." [Jam'ul Mahsul, fii Risaalati Ibni Sa'di fil ushul, hal. 109]

Berkata pula Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin rahimahullah dalam mendefinisikan lafadz Umum :

العام
 :تعريفه
العام لغة : الشامل
«واصطلاحا : اللفظ المستغرق لجميع أفراده بلا حصر، مثل : «إِنَّ ٱلْأَبْرَارَ لَفِى نَعِيمٍۢ
 [الإنفطار : ١٣ والمطففين : ٢٢]

UMUM

Pengertian Umum :

Umum secara bahasa : yang meliputi.

Secara istilah : lafadz-lafadz yang meliputi seluruh anggotanya tanpa terkecuali, contoh : «Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan» [Al-Infithor : 13 dan Al-Muththoffifin : 22]. [Al-Ushul min 'Ilmil Ushul, hal. 34. Cet.Daar Ibnil Jauzi]

Kata «ٱلْأَبْرَارَ» maknanya umum karena alif lam pada kata «ٱلْأَبْرَارَ» disebut alif lam ahdiyah.

Adapun banyaknya lafafz-lafadz umum, para ulama ada yang mengatakan empat dan tentunya ini bukan pembatasan seperti yang disebutkan oleh Asy-Syaikh As-Sa'di rahimahullah, dan ada pula yang mengatakan tujuh diantaranya yaitu sebagaimana yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin.

Karena itu dengan meminta pertolongan Allah Ta'ala yang Maha Mengetahui segala sesuatu, kita akan menulis tentang lafadz-lafadz umum tersebut satu persatu insya Allah Ta'ala, dan kita mulai dengan poin pertama.

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin rahimahullah :

: صيغ العموم سبع

١. ما دل على العموم مبادته مثل : كل، وجميع وكافة، وقاطبة، وعامة، كقوله تعالى : إِنَّا كُلَّ شَىْءٍ خَلَقْنَـٰهُ بِقَدَرٍۢ» [القمر : ٤٩»]

Bentuk-bentuk umum ada 7 :

1. Apa-apa yang menunjukkan keumuman dengan alat-alatnya contoh : كل (semua), جميع (semua), كافة (semua), قاطبة (semua), عامة (semua) sebagaimana firman Allah Ta'ala :

«Artinya : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran» (Al-Qomar : 48). [Al-Ushul min 'Ilmil Ushul, hal. 34. Cet.Daar Ibnil Jauzi]

Surat Al-Qomar diatas bermakna umum, karena ada kata «كُلَّ», yaitu kata yang mencakup yang berakal maupun tidak berakal, mencakup tunggal, dua ataupun jamak. Dan lafadz «كُلُّ» ini termasuk diantara lafadz-lafadz umum yang paling kuat diantara seluruh lafadz-lafadz umum yang ada.

Berkata Asy-Syaikh Abdullah bin Sholeh Al-Fauzan :

لفظ : كل. وهي من أقوى صيغ العموم، لأنها تشمل العاقل وغيره، المذكر والمؤنث، المفرد والمثن والجمع. قال تعالى : «كُلُّ نَفْسٍۢ
((ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ» وقال صلى الله عليه وسلم : ((كل الناس يغدو فبائع نفسه فمعتقها أو موبقها

.ويلحق (بكل) مادل على العموم بمادته مثل جميع ومعشر ومعاشر وعامة وكافة ونحوها

"Lafadz «كل» (semua), termasuk yang paling kuat diantara lafadz-lafadz umum (lainnya) karena dia mencakup yang berakal dan selainnya, mencakup jenis laki-laki maupun wanita, mencakup tunggal, dua ataupun jamak. Allah Ta'ala berfirman :

Artinya : "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati." (Ali-Imran : 185)

Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Seluruh manusia  akan keluar di pagi hari, lalu menjual dirinya (bekerja keras), ada yang memerdekakan dirinya sendiri (dari adzab Allah), dan ada juga yang membinasakan dirinya sendiri."

Dan diikutkan kepada lafadz «كل» yaitu apa-apa yang menunjukkan umum dengan alat-alatnya (secara dzatnya) seperti جميع (semua), معشر (semua), معاشر (semua), عامة (semua), كافة (semua) dan yang semisalnya." [Syarh Al-Waraqaat fii Ushuulil Fiqhi, ditulis oleh Abdullah bin Sholeh Al-Fauzan, hal.114. Cet.Daarul Muslim]

Karena lafadz «كل» merupakan lafadz umum yang paling kuat, itulah sebabnya Allah Ta'ala sering menggunakan lafadz tersebut untuk menunjukkan keumuman sesuatu sebagaimana dalam surat Ali-Imran diatas, atau seperti dalam firman-Nya yang lain :

[فَسَجَدَ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ. إِلَّآ إِبْلِيسَ أَبَىٰٓ أَن يَكُونَ مَعَ ٱلسَّـٰجِدِينَ» [الحجر : ٣٠-٣١»

Artinya : "Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, kecuali iblis. Ia enggan ikut besama-sama (malaikat) yang sujud itu." [Al-Hijr : 30-31]

Yang bersujud ketika itu adalah seluruh malaikat, dalilnya yaitu lafadz «كُلُّهُمْ» karena lafadz tersebut maknanya umum. Kemudian diperkuat pula dengan lafadz umum lain yaitu «أَجْمَعُونَ», lalu diperkuat lagi dengan lafadz pengecualian «إِلَّآ إِبْلِيس», menunjukkan bahwa hanya Iblis yang tidak bersujud ketika itu.


LAFADZ-LAFADZ UMUM DALAM HADITS RASULULLAH

Selain dalam Al-Qur'an, lafadz-lafadz yang bermakna umum juga sering ditemukan dalam lafadz-lafadz hadits, seperti contoh yaitu hadits riwayat Imam Muslim juga hadits riwayat Imam Ahmad serta yang lainnya :

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يقول في خطبته : ((أما بعد، فإن خير الحديث كتاب الله، وخير الهدى هدى محمد، وشر الأمور محدثاتها، وكل بدعة ضلالة

عن العرباض بن سارية رضي الله عنه قال : وعظنا رسول الله صلى الله عليه وسلم موعظة وجلت منها القلوب، وذرفت منها العيون، فقلنا : يا رسول الله، كأنها موعظة مودع فأوصنا. فقال : ((أوصيكم بتقوى الله عز وجل، والسمع والطاعة، وإن تأمر عليكم عبد، فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافا كثيرا، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي، عضوا عليها
((بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل بدعة ضلالة

"Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan dalam khutbahnya : ((Adapun setelah itu, maka sesungguhnya sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan, dan semua bid'ah itu sesat))

Dari Irbath bin Sariyyah radhiyallahu 'anhu berkata : Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi nasihat kepada kami yang membuat hati kami bergetar dan berlinang air mata (karena terharu) : "Wahai Rasulullah, seolah-olah ini nasihat perpisahan, maka berilah kami wasiat. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan senantiasa mendengar dan taat walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Karena itu barangsiapa yang hidup (berumur panjang) setelahku maka dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaaur raasyidiin yang diberi petunjuk sesudahku, gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian perkara baru yang diada-adakan, karena semua bid'ah itu sesat))."[Al-Luma'u fii Raddi 'Ala Muhassinil Bid'iy, hal. 10. Cet. Maktabah Al-Khadiiri bil Madiinah]

Kalimat «كل بدعة ضلالة» maknanya umum, artinya semua jenis bid'ah. Sehingga dari lafadz «كل» tersebut, maka tidak ada peluang untuk mengatakan adanya bid'ah hasanah, karena semua bid'ah itu sesat sebagaimana ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diatas. 


PENJELASAN PARA SALAF TENTANG LAFADZ «كل» PADA HADITS JABIR BIN ABDILLAH DAN HADITS IRBATH BIN SARIYYAH 

Berkata para ulama salaf mengenai kalimat «كل بدعة ضلالة» atau «كل بدعة» :

قال ابن رجب : ((قوله صلى الله عليه وسلم : ((كل بدعة ضلالة)) من جوامع الكلم، لا يخرج عنه شيء، وهو أصل عظيم من أصول الدين

قال ابن حجر : ((قوله ((كل بدعة ضلالة))، قاعدة شرعية كلية بمنطوقها ومفهومها. أما بمنطوقها : فكأن يقال : حكم كذا بدعة، وكل بدعة ضلالة. فلا تكون من الشرع، لأن الشرع كله هدى، فإن ثبت أن الحكم المذكور بدعة، صحت المقدماتان، وإنتجتا
((المطلوب

 قال محمد بن صالح العثيمين : إن قوله (كل بدعة) كلية عامة شاملة، مسورة بأقوى أدوات الشمول والعموم ((كل

فقال : ((فكل ما أدعي أنه بدعة حسنة، فالجواب عنه بهذا، وعلى هذا، فلا مدخل لأهل البدع في أن يجعلوا من يدعهم بدعة حسنة وفي يدنا هذا السيف الصارم من رسوله صلى الله عليه وسلم ((كل بدعة ضلالة

إن هذا السيف الصارم، إنما صنع في مصانع النبوة والرسالة، إنه لم يصنع في مصانع مضطربة، لكنه صنع في مصانع النبوة، وصاغه النبي صلى الله عليه وسلم هذه الصياغة البليغة، فلا يمكن لمن بيده مثل هذا السيف الصارم أن يقابله أحد ببدعة يقول
(إنها حسنة، ورسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : (كل بدعة ضلالة

Berkata Ibnu Rojab : 
((Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam : ((semua bid'ah itu sesat)) termasuk kata yang menyeluruh, tidak keluar darinya sesuatu apapun. Kata tersebut merupakan pokok/prinsip/dasar yang agung diantara dasar-dasar agama)).  

Berkata Ibnu Hajar : 
((Sabda Rasulullah : ((semua bid'ah itu sesat)),  merupakan qoidah syar'iyyah yang menyeluruh baik lafadz maupun maknanya. Adapun lafadznya : seolah-olah mengatakan : ini hukumnya bid'ah dan semua bid'ah itu sesat. Maka bid'ah tidak termasuk bagian dari syariat, karena semua syariat adalah petunjuk, apabila telah tetap bahwa hukum yang disebutkan itu adalah bid'ah, maka berlakulah semua bid'ah itu sesat baik secara lafadz maupun maknanya, dan inilah yang dimaksud)). 

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin : 
((Sesungguhnya sabda Rasulullah ((setiap bid'ah) maknanya menyeluruh, umum, mencakup dan didukung dengan kata yang paling kuat dari alat-alat (yang bermakna) menyeluruh dan umum yaitu lafadz «كل».

Berkata juga Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin : Segala sesuatu yang didakwahkan sebagai bid'ah hasanah, jawabannya adalah dengan kata diatas, dengan hal ini tidak ada pintu masuk bagi ahli bid'ah untuk menjadikan bid'ah mereka sebagai bid'ah hasanah, dan ditangan kami ada pedang yang sangat tajam dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu (semua bid'ah itu sesat). Pedang yang sangat tajam ini dibuat diatas nubuwah dan risalah dan tidak dibuat diatas sesuatu yang goyah, akan tetapi dibuat diatas nubuwah, dan bentuk kalimat yang digunakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ini sangat jelas, maka tidak mungkin bagi seseorang menandingi pedang yang tajam ini dengan mengatakan adanya bid'ah hasanah sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((semua bid'ah itu sesat)). [Al-Luma'u fii Raddi 'Ala Muhassinil Bid'iy, hal. 11-12. Cet. Maktabah Al-Khadiiri bil Madiinah]


Faedah yang bisa diambil :

1. Umum secara bahasa maknanya yang meliputi dan secara istilah yaitu lafadz-lafadz yang meliputi seluruh anggotanya tanpa terkecuali 

2. Lafadz umum berdasarkan alat-alatnya banyak, diantaranya : كل (semua), جميع (semua), كافة (semua), قاطبة (semua), عامة (semua),  معشر (semua), معاشر (semua).

3. Lafadz umum yang paling kuat diantara lafadz-lafadz lain adalah lafadz «كل», karena dia mencakup yang berakal dan tidak berakal, mencakup mudzakkar dan muannas, mencakup tunggal, mutsanna serta jamak

4. Adanya pembagian lafadz-lafadz umum menjadi 7 macam

5. Banyaknya ayat-ayat yang menggunakan lafadz-lafadz umum diantaranya «كل»

6. Firman Allah : 

[إِنَّ ٱلْأَبْرَارَ لَفِى نَعِيمٍۢ» [الإنفطار : ١٣ والمطففين : ٢٢»

«Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan» (Al-Infithor : 13 dan Al-Muththoffifin : 22)

Kata «ٱلْأَبْرَارَ» maknanya umum karena alif lam pada kata «ٱلْأَبْرَارَ» disebut alif lam ahdiyah

7. Firman Allah :  

[إِنَّا كُلَّ شَىْءٍ خَلَقْنَـٰهُ بِقَدَرٍۢ» [القمر : ٤٩»

«Artinya : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran» (Al-Qomar : 48)

Kata «كُلَّ» umum, mencakup segala sesuatu yang terjadi dilangit atau di bumi, dan Allah perjalankan dan ciptakan semua itu berdasarkan takdir-Nya. Dan dalam tafsir Ibnu Katsir, ayat diatas merupakan bantahan terhadap kelompok menyimpang Qodariyyah yaitu orang-orang yang mengingkari takdir Allah Ta'ala

8. Firman Allah : 

«كُلُّ نَفْسٍۢ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ»

Artinya : "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati." (Ali-Imran : 185)

Kata «كُلُّ» maknanya umum, mencakup yang berakal dan tidak berakal sebagaimana penjelasan diatas. Tidak ada satu makhlukpun kecuali mereka semua pasti akan merasakan kematian.

9. Firman Allah : 

[فَسَجَدَ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ. إِلَّآ إِبْلِيسَ أَبَىٰٓ أَن يَكُونَ مَعَ ٱلسَّـٰجِدِينَ» [الحجر : ٣٠-٣١»

Artinya : "Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, kecuali iblis. Ia enggan ikut besama-sama (malaikat) yang sujud itu." (Al-Hijr : 30-31)

Lafadz «كُلُّهُمْ» umum, mencakup seluruh malaikat yang bersujud ketika itu. Kata «أَجْمَعُونَ» sebagai taukid (penguat), kata «إِلَّآ إِبْلِيس» yaitu Istisna Munqoti' (pengecualian terputus), karena istisna dalam ilmu nahwu ada dua, munfashil dan munqoti'. Istisna Munfashil (pengecualian bersambung) yaitu ketika mustasna masih bagian dari mustasna minhu, sedangkan Istisna Munqoti' kebalikannya.  Ketika Allah menggunakan Istisna munqoti' menunjukkan bahwa Iblis bukan bagian dari malaikat, tapi dia adalah makhluk lain yang Allah ciptakan dari api. Allah Ta'ala berfirman :

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا۠ خَيْرٌۭ مِّنْهُ خَلَقْتَنِى مِن نَّارٍۢ وَخَلَقْتَهُۥ مِن طِينٍۢ» [الاعراف : ١٢» 

Artinya : "Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah." (Al-A'raf : 12)

Allah Ta'ala juga berfirman :

 [قَالَ أَنَا۠ خَيْرٌۭ مِّنْهُ ۖ خَلَقْتَنِى مِن نَّارٍۢ وَخَلَقْتَهُۥ مِن طِينٍۢ» [ص : ٧٦»

Artinya : "Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah". (Shod : 76)

10. Banyaknya hadits-hadits yang menggunakan lafadz «كل» seperti hadits Imam muslim atau Imam Ahmad diatas

11. Benarnya kabar dari Raslullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai tanda kenabian bahwa siapa yang hidup lama, maka dia akan melihat banyak perselisihan, dan perselisihan itu dimulai sejak terbunuhnya sahabat Utsman bin Affan

12. Wajibnya taat kepada ulil amri meskipun dia seorang budak, dan tidak mungkin seorang budak menjadi pemimpin kecuali dengan cara kudeta, walaupun demikian, jika budak tersebut telah menjadi pemimpin, maka tetap wajib taat

13. Wajibnya berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

14. Wajib berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan Khulafaaur raasyidiin 

15. Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah Khalifaur rasyidin adalah satu sunnah bukan dua sunnah, berdasarkan hadits : 

«عضوا عليها بالنواجذ» 

"Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian."

Kata عليها kembali ke sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah Khalifaur rasyidin. Jika sunnah mereka berbeda kalimatnya bukan عليها tapi عليهما.

16. Petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sebaik-baik petunjuk

17. Adanya bid'ah dalam agama Islam

18. Bid'ah adalah perkara baru dalam urusan agama yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam serta para Khalifaur rasyidin

19. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang «كل بدعة ضلالة» merupakan qoidah syar'iyyah 

20. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang «كل بدعة ضلالة» merupakan pedang yang sangat tajam terhadap pelaku bid'ah

21. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam «كل بدعة ضلالة» membatalkan pendapat adanya bid'ah hasanah

22. Pendapat-pendapat salaf tentang makna lafadz «كل» pada hadits «كل بدعة ضلالة» maknanya umum, baik lafadz ataupun maknanya. Hal ini akan menutup celah bagi pelaku bid'ah mengatakan adanya bid'ah hasanah

23. Meyakini «كل بدعة ضلالة» termasuk prinsip-prinsip agama Islam yang kokoh

24. Tidak ada bid'ah hasanah didalam Islam 

25. Semua bid'ah adalah sesat

Semoga tulisan ini bermanfaat. Baarakallahu fiikum.

***

Dompu : 6 Dzulqo'dah 1440 H/9 Juli 2019

Penulis : Abu Dawud ad-Dompuwiyy

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com


Related Posts: