Falsafah Dalam Kehidupan
Malu adalah perhiasan dan termasuk cabang keimanan, bukan hanya untuk para wanita tapi juga laki-laki.
Ada kebiasaan orang-orang tua kita dahulu mewasiatkan dua hal kepada anak-anaknya, yaitu Maja labo Dahu. Dalam bahasa Bima Dompu, Maja labo Dahu adalah dua sifat yang diartikan sebagai sifat malu dan takut.
Makna nasihat ini mengandung pesan moral yang cukup dalam dan merupakan falsafah hidup yang diajarkan turun temurun dari generasi ke generasi di tanah Bima, dan nasihat ini juga berlaku di tanah Dompu, khususnya bagi penduduk asli Bima yang hijrah ke Dompu.
(1) malu, mencerminkan sikap moral, adab dan akhlak dalam interaksi sosial maupun keagamaan, agar kita malu melanggar norma-norma yang berlaku yang telah digariskan, menjaga nilai-nilai persahabatan, sopan-santun, serta menjaga marwah diri maupun kampung halaman.
(2) takut, mencerminkan sifat takwa kepada Allah dari berbuat dosa dan maksiat, mengambil hak orang lain, mendzolimi orang lain, memulai permusuhan antara sesama, serta takut dari melakukan perbuatan-perbuatan buruk yang akan merusak nilai ketakwaan.
Dua nasihat diatas masih tetap ada hingga kini, terngiang-ngiang di telinga, terpatri dalam jiwa, membekas dalam dada, bahkan menjadi nasihat pamungkas ketika hendak merantau ke negeri orang.
Dan dititik inilah dua nasihat ini menjadikan falsafah yang mendalam, bahkan menggugah emosional, yaitu saat pelukan lembut sang Ibu dan Ayahmu, "Maja labo Dahu pu anae mori ta rasa dou! Artinya : "Malu dan takutlah kamu nak hidup di kampung orang!"
Jika masih ada waktu, akan ada nasihat tambahan, "Aina Ncao labo Lengamu, Cua taho angi ro meci angi mena, cua lamba angi ta rasa dou, labo kasabua weki warasi ma ndadi." Artinya : "Jangan kamu bertikai dengan temanmu, saling baik-baikan dan saling sayang menyayangilah, saling berkunjunglah satu sama lain di kampung orang, dan bersatulah jika ada sesuatu yang terjadi."
Lambaian tangan kedua orang tua tuamu, tetangga serta karib kerabat yang engkau tinggalkan, akan membuat nasihat itu semakin terpatri di dalam hati. Seperti itulah orang tua kita menasihati kita, sesuai dengan falsafah negeri tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan, walaupun mereka telah hijrah ke negeri manapun.
Rasa Malu Termasuk Cabang Keimanan
Jika nasihat itu sering diungkapkan sebagai nasihat khusus untuk kita dalam kehidupan nyata, lebih khusus ketika hendak merantau, maka nasihat itu harusnya tetap ada saat teknologi berkembang begitu pesat, dimana pesan moral dan adab akhlak sangat diperlukan untuk menjadi peredam dikala lisan dan tangan tak dapat dikontrol.
Jika zaman-zaman kuliah dahulu dalam pelajaran Rekayasa Teknik, teman-teman sering diingatkan tentang bahaya teknologi yang diibaratkan seperti pisau bermata 2, bisa digunakan untuk kebaikan dan bisa digunakan untuk keburukan.
Dalam dakwah, teknologi dapat digunakan sebagai media dalam menyebarkan kebaikan, kajian-kajian ilmiyah dll, tapi disisi lain, teknologi bisa juga digunakan untuk menyebarkan propaganda, menghujat orang lain, menggibah orang lain dll, maka kita sangat membutuhkan filter, salah satunya filosofi klasik Maja labo Dahu.
Karena itu kita harus memahami satu hal dalam bersosial media, yakni semua ucapan, perbuatan, makian, cacian, dapat dibaca oleh semua orang, yang 'alim (berilmu), maupun yang jahil, yang bertakwa maupun yang maksiat.
Karena itu, nasihat orang-orang tua kita dahulu hendaknya kita ingat-ingat kembali, karena nasihat itu sesuai dengan wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya :
.((الإمان بضع وستون شعبة، والحياء شعبة من الإمان
"((Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, dan rasa malu termasuk cabang dari keimanan))." [HR. Al-Bukhari (no.9). Muslim (no. 35)]
Dalam hadits yang lain :
عن أبي هريرة، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((الإيمان بضع وسبعون، أو بضع وستون شعبة، أفضلها قول لا إله الله، وأدناها إماطة الأذى عن الطريق، والحياء شعبة من الإمان))
"Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih, dan yang paling utama adalah ucapan la ilaaha illallah, dan yang paing rendah yaitu menyingkirkan gangguan dijalanan, dan rasa malu adalah cabang dari keimanan))." [HR. Muslim (no.35)]
Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, beliau berkata :
: حدثنا سفيان ابن عيينة، عن الزهري، عن سالم، عن أبيه، سمع النبي صلى الله عليه وسلم رجلا يعظ أخاه في الحياء، فقال ((الحياء من الإمان))
"Menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari Zuhriy, dari Salim, dari bapak-nya, Nabi mendengar seorang laki-laki menasehati sahabatnya tentang rasa malu, maka Nabi bersabda : ((Malu adalah bagian dari keimanan))." [HR. Muslim (no. 36)]
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwa iman itu bercabang dan bertingkat-tingkat, dan rasa malu termasuk cabang dari keimanan. Orang yang telah kehilangan rasa malu, maka kadar imannya pun berkurang. Dia akan cuek dengan hal-hal yang akan menurunkan wibawanya, kehormatannya, dan akan berbuat apapun sekehendak hatinya.
Rasa Malu adalah Kunci Segala Kebaikan
Bila rasa malu telah menghiasi diri seseorang, maka itu akan mendatangkan kebaikan yang banyak pada diri orang tersebut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Amran bin Hushain :
عن قتادة قال : سمعت أبا السوار يحدث. أنه سمع عمران ابن حصين يحدث عن النبي صلى الله عليه وسالم أنه قال : ((الحياء لا يأتي إلا بخير))
"Dari Qotadah berkata Aku mendengar Abu Sawwar menceritakan. Bahwasannya dia (Abu Sawwar) mendengar Amran bin Hushain menceritakan dari Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda : ((Malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan))." [HR. Muslim (no. 37)]
Dan dari Amran bin Hushain juga bahwa Nabi shallallahu 'alaihiwa sallam bersabda :
((الحياء خير كله))
قال أو قال : ((الحياء كله خير))
"((Malu itu kebaikan seluruhnya)). Beliau berkata atau mengatakan : ((Malu itu semuanya baik))." [HR. Muslim (no. 37)]
Pada hadits-hadits diatas, Nabi shaallahu 'alaihi wa sallam ingin menjelaskan kepada kita bahwa rasa malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan. Bahkan Nabi shallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwa rasa malu itu semuanya baik, tidak ada yang buruk. Sehingga melakukan hal-hal yang bisa menurunkan wibawa dan kehormatannya, maka orang yang seperti ini telah menjaga dirinya, menjaga muro'ah dan izzahnya dihadapan manusia, sehingga Allah-pun akan mengangkat derajatnya dihadapan manusia, dan itulah balasan bagi orang-orang yang menjaga rasa malunya.
Jika Engkau Tidak Punya Malu Berbuatlah Sesukamu
Jika seseorang sudah tidak lagi memiliki rasa malu, maka dia akan melakukan apa saja yang dia inginkan, meskipun itu perkara yang haram. Dalam hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa salam disebutkan :
عن أبي مسعود عقبة بن عمرو الأنصاري رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إن مما أدرك الناس من كلام النبوة الأولى: إذا لم تستح فاصنع ما شئت))
"Dari Abu Mas'ud 'Uqbah bin 'Amr al-Anshary radhiyallahu 'anhu berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Sesungguhnya diantara yang diketahui manusia dari perkataan para nabi terdahulu : Jika engkau tidak punya malu, maka berbuatlah sesukamu))." [HR. Al-Bukhari]
Berkata Asy-Syaikh Bandar bin Nafi dalam syarah hadits diatas :
فيه دليل على فضل الحياء، وأنه مما جاء به الشرائع السابقة، وهو خلق يبعث على اجتناب القبيح، ويمنع من التقصير في حق ذي الحق، وهذا هو الحياء المحمود، وأما الحياء الذي يمنع صاحبه من القيام بالحقوق الواجبة، أو لا يمنع من فعل القبيح، فهو حياء مذموم
و قد جاء النصوص الكثيرة بمدح الحياء و الحث عليه، ففي ((الصحيحين)) عن ابن عمر رضي الله عمهما أن النبي سلى الله عليه
.((وسلم قال : ((الحياء من الإمان))، وثبت عنه أنه قال : ((الحياء خير كله ولا يأتي إلا بخير
ثم اعلم أن الحياء منه ما هو غريزي، ومنه ما هو مكتسب، فالغريزي هو الذي فطر عليه العبد، والمكتسب هو الذي يجاهد العبد معه نفسه حتى يبلغه، قال النبي صلى الله عليه وسلم : ((إنما الحلم بالتحلم، وإنما العلم بالتعلم))، وقال عليه الصلاة والسلام لأشج
.((عبد القيس : ((إن فيك لخصلتين يحبهما الله : الحلم والأناة
: أن المراد بقوله صلى الله عليه وسلم : ((إذا لم تستح فاصنع ما شعت)) أحد وجهين
.الأول : أنطر إلى ما تريد فعله، فإن كان مما لا يستحى منه فافعله، وإن كان يستحى منه فدعه ولا تبالي بالخلق
الثني : أن الإنسان إذا لم يستح يصنع ما يشاء ولا يبالي، لأن الذي يكفه عن مدافعة الشر هو الحياء، فإذا فقده توفرت دواعيه على مواقعه الشر وفعله
"Pada hadits ini ada dalil yang menunjukkan keutamaan rasa malu. Dan rasa malu termasuk akhlak yang dibawa oleh syariat-syariat terdahulu. Malu adalah akhlak yang mendorong seseorang untuk menjauhi perkara yang buruk, serta mencegah dari mengurangi hak orang yang berhak. Inilah malu yang terpuji. Adapun malu yang justru menghalangi pemiliknya untuk menunaikan kewajiban yang semestinya (ia tunaikan), atau tidak mencegahnya dari melakukan keburukan, maka itu adalah malu yang tercela.
Banyak sekali nash-nash yang datang berisi pujian terhadap sifat malu dan anjuran untuk memilikinya. Dalam Shahihain dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Malu itu bagian dari iman)) Dan telah tetap pula bahwa beliau bersabda : ((Malu itu semuanya kebaikan, dan tidak mendatangkan kecuali kebaikan)).
Ketahuilah bahwa malu itu ada dua macam : ada yang bersifat bawaan (ghorizi), dan ada pula yang diperoleh (muktasab). Yang bersifat bawaan adalah yang memang difitrahkan pada diri seorang hamba. Adapun yang diperoleh adalah yang didapat melalui usaha seseorang dalam melatih dirinya hingga sampai pada derajat itu. Nabi 'alaihi shalatu was sallam bersabda: ((Sesungguhnya kesabaran itu dengan cara berusaha sabar, dan ilmu itu dengan cara belajar)). Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Asyajj Abdul Qais : ((Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang dicintai Allah, yaitu kelembutan dan ketenangan)).
Maksud dari sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam : ((Jika engkau tidak punya malu maka berbuatlah sesukamu)) memiliki dua penafsiran :
1. Lihatlah pada apa yang ingin engkau lakukan; jika itu sesuatu yang ia tidak perlu malu untuk melakukannya, maka lakukanlah. Namun jika itu sesuatu yang memalukan, maka tinggalkanlah dan jangan hiraukan pandangan manusia.
2. Sesungguhnya seseorang apabila dia tidak punya rasa malu, dia akan melakukan apa saja yang dia kehendaki dan dia tidak perduli. Karena yang bisa mencegah seseorang dari keburukan adalah sifat malu. Jika sifat malu hilang, maka akan terkumpullah segala dorongan untuk terjerumus dalam kejelekan dan melakukannya.
Bahwa seseorang yang tidak memiliki rasa malu, maka ia akan berbuat sekehendaknya dan tidak peduli. Karena yang bisa mencegah seseorang dari keburukan adalah sifat malu. Jika sifat malu hilang, maka akan terkumpullah segala dorongan untuk terjerumus dalam kejelekan dan ia pun melakukannya." [Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaaid al-Arba'iin an-Nawawiyyah, hlm.83-84]
Sebagai penutup, nasihat ini tentunya untuk mengingatkan kembali bahwa kita punya wasiat-wasiat emas dari orang-orang tua kita dahulu, Dan hendaknya kita berpegang teguh pada nasihat itu selama sejalan dengan syariat kita.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
***.
Grand Sahara - Sidayu - Gresik : 5 Rabiul Awwal / 29 Agustus 2025
Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy
Artikel : Meciangi-d.blogspot.com
.jpg)
0 Response to "KEUTAMAAN RASA MALU"
Post a Comment