MENDENGAR DAN TAAT KEPADA PEMIMPIN

Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.

Pemimpin atau penguasa, adalah orang yang harus ditaati dalam hal yang ma'ruf, baik mereka diangkat dengan cara yang syar'i atau tidak. 

Sistem demokrasi bukan alasan untuk membangkang terhadap pemimpin, penguasa, bahkan jika ada seseorang yang menjadi pemimpin lalu memperoleh tampuk kepemimpinan dengan cara mengkudeta pemimpin atau penguasa sebelumnya, maka kita diperintahkan untuk tetap wajib taat kepadanya selama itu dalam hal yang ma'ruf. 

Namun penyimpangan kelompok-kelompok sempalan sejak dahulu hingga kini, mereka menorehkan jejak-jejak kelam dengan usaha menggulingkan, memberontak, membangkang dan  melawan. 

anyak diantara generasi muda, aktivis-aktivis dakwah yang mengatas namakan Islam, kelompok-kelompok radikal, khowarij dan yang semisalnya, mereka mencela para pemimpin, para penguasa, pemerintah, mereka mencacinya, menghasut kaum muslimin, membuka aib mereka dihadapan publik, bahkan mengangkat senjata dan pedang-pedang mereka kepadanya. Maka ini jelas merupakan bentuk kemungkaran, kemaksiatan, dan bentuk kedurhakaan yang nyata kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

Allah memerintahkan kita untuk mendengar dan taat kepada pemimpin, atau penguasa, atau pemerintah dalam hal yang ma'ruf, namun syubhat yang mengakar di kepala hingga ke aliran darah mereka, membuatnya tertutup dari memahami firman Allah Ta'ala :

 «يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ»

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." (QS. An-Nisaa' : 59)

Berkata Ibnu Katsir mengenai ayat diatas :

وقال أبو داود : حدثنا مسدد، حدثنا يحيى عن عبيد الله، حدثنا نافع عن عبد الله بن عمر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال : ((السمع والطاعة على المرء المسلم فيما أحب وكره، ما لم يؤمر بمعصية، فإذا أمر بمعصية فلا سمع ولا طاعة)) وأخرجاه من حديث يحيي القطان.

عن عبادة بن الصامت قال : ((بايعنا رسول الله صلى الله عليه وسلم على السمع والطاعة، في منشطنا ومكرهنا، وعسرنا ويسرنا، وأثرة علينا. وأن لا ننازع الأمر أهله، قال : ((إلا أن تروا كفرا بواحا عندكم فيه من الله برهان))، أخرجاه، وفي الحديث الآخر عن أنس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ((اسمعوا وأطيعوا، وإن أمر عليكم عبد حبشي كأن رأسه زبيبة))، رواه البخاري.

وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال : أوصاني خليلي أن أسمع وأطيع، وإن كان عبدا حبشيا مجدع الأطراف، رواه مسلم. وعن أم الحصين أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يخطب في حجة الودع يقول : ((ولو استعمل عليكم عبد يقودكم بكتاب الله، امسمعوا له وأطيعوا)) رواه مسلم

"Abu Dawud mengatakan: Menceritakan kepada kami Musaddad, menceritakan kepada kami Yahya dari Ubaidillah, menceritakan kepada kami Naafi' dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Mendengar dan taat adalah kewajiban muslim, dalam perkara yang ia sukai dan ai benci, selama tidak diperintahkan untuk berbuat maksiat. Apabila diperintahkan berbuat maksiat, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat". (Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Yahya al-Qaththon).

Dari Ubadah bin Shomit berkata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaiat kami untuk mendengar dan taat, dalam keadaan kami semangat maupun terpaksa, sulit maupun mudah, meskipun ia (pemimpin) berlaku sewenang-wenang kepada kami, dan membaiat kami agar kami tidak mendebat urusan ahlinya. Rasulullah bersabda : 'Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata, dan kalian memiliki bukti terhadap Allah bahwa itu adalah kekafiran'". (Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim). Dalam hadits yang lain, dari Anas bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Mendengar dan taatlah, meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah, yang kepalanya bagaikan kismis." (HR. Al-Bukhari).

Dan dari Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Kekasihku (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) mewasiatkan agar aku mendengar dan taat, meskipun (yang memimpin) seorang budak dari Habasyah yang terpotong jari-jarinya. (Diriwayatkan oleh Muslim). Dan dari Ummu al-Hushain bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah ketika haji wada', beliau bersabda : "Sekalipun yang memerintahkan kalian adalah seorang budak yang memimpin kalian dengan kitabullah, maka dengarlah dan taatilah ia." (HR. Muslim)  (Lihat Tafsiir Ibni Katsiir, 1/470. Cet. Daarul Kutub al-'Ilmiyyah).

Dalam redaksi yang lain :

عن عبادة بن الصامت رضي الله تعالى عنه قال : (دعانا النبي صلى الله عليه وسلم فبايعناه فقال فيما أخذ علينا : أن بايعنا على السمع والطاعة في منشطنا ومكرهنا وعسرنا يسرنا وأثرة علينا وأن لا ننازع الأمر أهله إلا أن تروا كفرا بواحا عندكم من الله فيه برهانا). رواه البخاري ومسلم

 وعنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (اسمع وأطع في عسرك ويسرك ومنشطك ومكرهك وأثرة عليك وإن أكلوا مالك وضربوا ظهرك إلا أن يكون معصية). رواه ابن حبان

"Dari Ubadah bin Shomit radhiyallahu Ta'ala 'anhu berkata : 'Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyeru kami lalu kami membaiat beliau. Beliau bersabda tentang apa yang akan beliau ambil baitnya dari kami : Beliau membaiat kami agar mendengar dan taat dalam keadaan kami semangat maupun terpaksa, sulit maupun mudah, meskipun ia (pemimpin) berlaku sewenang-wenang terhadap kami, dan agar kami tidak merebut kekuasaan dari ahlinya kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian memiliki bukti terhadap Allah bahwa itu adalah kekafiran.'" (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim).

Dan dari Ubadah bin Shomit juga berkata bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Mendengar dan taatlah dalam keadaan engkau sulit maupun mudah, semangat maupun terpaksa, meskipun pemimpin itu berlaku sewenang-wenang terhadapmu, dan meskipun mereka memakan hartamu dan memukul punggungmu (tetap harus mendengar dan taat), kecuali jika nampak kemaksiatan yang nyata kepada Allah." (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban)." (Lihat Kitaab Al-Arba'iin fii Madzhabis Salaf, penulis Asy-Syaikh Ali bin Yahya Al-Hadaadiy, hal : 20).

Karena demikian, Imam Ahmad mengatakan :

والسمع والطاعة للأئمة، وأمير المؤمنين البروالفاجر، ومن ولي الخلافة، وجتمع الناس عليه، ورضوا به، ومن عليهم بالسيف حتى صار خليفة وسمي أمير المؤمنين

"Wajib mendengar dan taat kepada pemimpin dan amirul mu'minin ; yang baik maupun yang fajir, barangsiapa yang memegang kekhalifahan sedangkan manusia bersepakat atasnya dan ridho dengannya, lalu ada yang mengangkat senjata kepadanya (mengkudeta), sampai dia menjadi khalifah dan dinamakan sebagai amirul mu'minin (maka tetap wajib taat kepadanya)." (Syarhus Sunnah, hal.127. Cet. Manaaratul Islaamiyyah).

Imam al-Barbahariy juga mengatakan : 

والسمع والطاعة للأئمة فيما يحب الله ويرضى، ومن ولي الخلافة بإجماع الناس عليه ورضاهم به ؛ فهو أمير المؤمنين، ولا يحل لأحد أن يبيت ليلة ولا يرى أن عليه إمام، برا كان أو فاجرا

"Wajib mendengar dan taat kepada pemimpin pada apa yang dicintai Allah dan diridhoi. Dan termasuk pemimpin adalah khalifah berdasarkan kesepakatan manusia dan keridhoan mereka padanya ; maka dialah amirul mu'minin, tidak halal bagi seorangpun bermalam satu malam saja tanpa seorang pemimpin, meskipun ia pemimpin yang baik maupun yang fajir." (Syarhus Sunnah, hal.11. Maktabah al-Imaam al-Waadi'iy).

Semua nash-nash ini menjelaskan tentang wajibnya mendengar dan taat kepada seorang pemimpin, seorang penguasa, yang sholih maupun yang fajir ; untuk menciptakan kemaslahatan kaum muslimin dan menjaga dari terjadinya pertumpahan darah antara sesama kaum muslimin. 

Setiap tindakan yang menunjukkan ketidaktaatan kepada pemimpin, penguasa, pemerintah, akan menimbulkan gejolak pemberontakan dan bid'ah,  dan ujung-ujungnya akan  mengangkat pedang dan menghalalkan darah.

Sejarah sudah mencatat, pembunuhan kholifah Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu akibat dari kebid'ahan kaum khawarij, dan ujung-ujungnya akan menghalalkan darah dan menumpahkannya.

Abu Qilabah mengatakan : 

ما ابتدع رجل بدعة إلا استحل السيف

"Tidaklah seseorang membuat suatu kebid'ahan kecuali dia akan menghalalkan pedang." (Iidhooh Mahajjah fii Bayaan Sabiilis Salaf, 69. Cet. Daulah al-Kawait).

Ayub as-Sakhtiyaani menamakan semua pengikut hawa nafsu dengan khowarij, beliau mengatakan : 

إن الخوارج اختلفوا في الاسم واجتمعوا على السيف

"Sesungguhnya khowarij, mereka berbeda dalam hal nama, tapi bersatu (bersepakat) dalam mengangkat pedang (kepada pemimpin)." (Iidhooh Mahajjah fii Bayaan Sabiilis Salaf, 110. Cet. Daulah al-Kawait).

Dan madzhab ahlus sunnah wal jama'ah adalah madzhab pertengahan, mendengar dan taat pada pemimpin dalam perkara yang ma'ruf, tidak berlebih-lebihan dan tidak berkurang-karangan.

Apakah Harus Taat kepada Pemimpin dalam Hal-hal yang Mungkar?

Prinsip aqidah ahlus sunnah wal jama'ah, mendengar dan taat kepada pemimpin atau penguasa dalam hal yang ma'ruf, sebab dalam hal yang mungkar tidak ada ketaatan didalamnya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

((لا طاعة في معصية، إنما الطاعة في المعروف))

"Tidak ada ketaatan dalam perkara maksiat, ketaatan itu hanya dalam perkara yang ma'ruf." (HR. Al-Bukhari no.7257. Muslim no.1840).

Jika pemimpin, atau penguasa memerintahkan kita untuk berbuat maksiat, seperti memerintahkan untuk berbuat syirik, zina atau meminum khomr, dll,  maka tidak wajib taat kepadanya, karena tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan kepada Allah.

Berkata Imam al-Barbahari :

وعلم - رحمك الله - أنه لا طاعة لبشر في معصية الله عز وجل

"Dan ketahuilah -Semoga Allah merahmatimu- bahwasannya tidak ada ketaatan kepada manusia dalam memaksiati Allah 'Azza wa Jalla." (Syarhus Sunnah, hal.12. Maktabah al-Imaam al-Waadi'iy).

Kapan Seseorang Boleh Keluar dari Ketaatan Kepada Pemimpin?

Seseorang boleh keluar dari ketaatan kepada pemimpin atau penguasa, jika dia melihat pada pemimpin atau penguasa itu kekafiran yang nyata sebagaimana ucapan para ulama :

إباحة الخروج على الإمام إذا وقع في الكفر الأكبر المجمع عليه إن كان ظاهرابلا تأويل وتوفرت القدرة على إزالته بلا ضرر أكبر

قال تعالى : فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ مَا ٱسْتَطَعْتُمْ

وعن عبادة بن الصامت رضي الله عنه قال : (دعانا النبي صلى الله عليه وسلم فبايعناه فقال فيما أخذ علينا : أن بايعنا على السمع والطاعة في منشطنا ومكرهنا وعسرنا يسرنا وأثرة علينا وأن لا ننازع الأمر أهله إلا أن تروا كفرا بواحا عندكم من الله فيه برهانا)

"Boleh keluar dari ketaatan kepada Imam (pemimpin) jika dia terjatuh dalam kufur akbar yang disepakati atasnya jika nampak jelas (kekufuran itu) bukan ta'wil, serta terpenuhi kemampuan untuk menghilangkan kekufuran tersebut tanpa menimbulkan mudhorot yang lebih besar.

Allah berfirman (yamg artinya) : "Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu." [QS. At-Taghobun : 16].

Dari Ubadah bin Shomit radhiyallahu Ta'ala 'anhu berkata : 'Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyeru kami lalu kami membaiat beliau. Beliau bersabda tentang apa yang akan beliau ambil baitnya dari kami : Beliau membaiat kami agar mendengar dan taat dalam keadaan kami semangat maupun terpaksa, sulit maupun mudah, meskipun ia (pemimpin) berlaku sewenang-wenang terhadap kami, dan agar kami tidak merebut kekuasaan dari ahlinya kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian memiliki bukti terhadap Allah bahwa itu adalah kekafiran." (Iidhooh Mahajjah fii Bayaan Sabiilis Salaf, 110. Cet. Daulah al-Kawait).

Namun jika seseorang mencoba membangun opini bolehnya keluar dari ketaatan kepada pemimpin atau penguasa berdasarkan ta'wil dan dzon semata, dan bukan atas kesepakatan bahwa itu adalah kekufuran, maka tidak boleh bagi dia keluar dari ketaatan kepada pemimpin atau penguasa meskipun dia dzolim, memukul punggung-punggung kita dan merampas harta-harta kita, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk mendengar dan taat meskipun yang memimpin kita adalah seorang budak yang kepalanya seperti kismis. Karena seorang budak, pasti tidak bisa menjadi pemimpin, jika dia menjadi memimpin atsu penguasa dan mendapatkan tampuk kepemimpinan, itu pasti dilakukan dengan cara mengkudeta pemimpin atau penguasa sebelumnya, namun kita tetap wajib taat kepadanya sesuai dengan perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Semoga bermanfaat.

***

Faedah yang bisa diambil:

1. Hadits ini merupakan prinsip yang pokok wajibnya kita taat kepada pemimpin atau penguasa

2. Ketaatan kepada pemimpin atau penguasa dalam hal-hal yang ma'ruf saja, jika mereka memerintahkan untuk melakukan perbuatan mungkar seperti syirik, membunuh, berzina, dll, maka tidak ada kewajiban untuk taat kepadanya

3. Tidak boleh melakukan perlawanan dan mengkudeta pemimpin atau penguasa, meskipun dia seorang budak Habasyah 

4. Jika kudeta telah terjadi dan yang memimpin adalah yang mengkudeta, maka wajib taat kepadanya pemimpin atau penguasa tersebut meskipun dia mendapatkan kepemimpinan dengan cara yang dzolim.

5. Taat kepada pemimpin, penguasa hakikat nya termasuk bentuk mentaati Allah dan Rasul-Nya

6. Taat kepada pemimpin, penguasa adalah jalan keselamatan

7. Setiap yang menentang pemimpin, penguasa dan tegak diatas kebid'ahan, mereka akan mengangkat senjata dan menghalalkan darah kaum muslimin. 

8. Boleh keluar dari ketaatan kepada pemimpin atau penguasa jika nampak jelas kekafirannya dan itu bukan ta'wil dan tidak menimbulkan mudhorot yang lebih besar

8. Bahayanya memberontak kepada pemimpin 

Wallahu a'lam.

***

Gresik : 28 September 2024

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy 

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com 

Related Posts: