CADAR NARSIS


Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.

Tulisan ini bukan untuk memojokkan para wanita atau para akhawat, tapi murni sebuah nasihat karena iman. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

.((الدين النصيحة. قلنا : لمن يا رسول الله؟ قال : لله، ولكتابه ولرسوله، ولأئمة المسلمين، وعامتهم))

"Agama adalah nasihat", kami (para sahabat) berkata : 'Untuk siapa wahai Rasulullah?' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan masyarakat pada umumnya.” [HR. Al-Bukhari (hal.35). Muslim, no.55 (hal.54). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah].

Karena agama adalah nasihat, maka kewajiban kita sesama muslim adalah saling menasehati dalam kebaikan.

Ketahuilah para akhawat, fitrah wanita sholihah itu, tersembunyi di dalam bentengnya yang kokoh yaitu istananya alias rumahnya, karena Allah 'Azza wa Jalla telah perintahkan kalian untuk menetap di rumah-rumah kalian sebagaimana dalam firman-Nya :

«وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ ٱلْجَـٰهِلِيَّةِ ٱلْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِينَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعْنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًۭا»

Artinya : "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu* dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. Al-Ahzab : 33).

Walaupun ayat ini berbicara tentang istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara khusus, tapi pelajaran itu diambil dari keumuman lafadnya bukan kekhususan sebabnya. Artinya ayat ini berlaku juga untuk kaum muslimah pada umumnya, termasuk para akhawat di akhir zaman ini. 

Kembali pada ayat diatas, jika kita baca ayat diatas dengan iman dan penuh penghayatan, kita akan sadar bahwa Allah sebenarnya menginginkan agar para wanita menjadi mulai dan terjaga, itulah sebabnya Allah Ta'ala memerintahkan kepada seluruh wanita muslimah untuk menetap di rumah-rumah mereka, tidak bertingkah laku seperti wanita-wanita jahiliyyah, tidak bersolek dan berhias untuk laki-laki ajnabi (asing), tidak sembarangan keluar rumah kecuali dengan mahromnya, tidak mudah keluar dari istananya kecuali ada keperluan yang sangat mendesak alias darurat, tidak sembarangan menampakkan diri di khalayak ramai, baik di dunia nyata apalagi di sosial media yang penuh dengan sejuta tipuan.

Karena itu, wahai saudariku muslimah dan para akhawat fillah, sesungguhnya ujian terberat kalian di akhir zaman ini adalah menahan diri untuk tidak tampil di sosial media. 

Tampil cantik dan menarik di sosial media memang godaan bahkan cita-cita hampir seluruh wanita, karena kata orang sejatinya wanita itu ingin di puji, ingin tampil cantik, ingin tampil menarik, padahal perbuatan semacam ini bisa mendatangkan musibah bagi para akhawat itu sendiri dan menurunkan muro'ah dan menghilangkan rasa malu.

Bukankah diantara yang akan mengurangi wibawa dan rasa malu para wanita atau para akhawat di akhir zaman adalah banyak selfie dan update foto di sosial media? Baik dengan pose yang bermacam-macam atau dengan beraneka ragam gaya dan semacamnya. Ada yang upload video berlari-lari kecil sambil berputar-putar, ada yang upload foto cadar dengan dua jari telunjuk dan jari tengah diacungkan, ada yang upload foto sandalnya saja, ada yang upload foto kakinya saja, ada yang upload foto bayangannya saja. Yaa akhawat, bertakwalah kalian kepada Allah Ta'ala, sesungguhnya bayanganmu saja adalah fitnah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

.((إن المرأة تقبل في صورة شيطان، وتدبر في صورة شيطان))

"Sesungguhnya wanita menghadap kedepan dalam bentuk syaithon dan menghadap ke belakang dalam bentuk syaithon." [HR. Muslim no.1403, (hal.550). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah].

Wanita itu fitnah akhawat dari ujung kepala sampai ujung kaki, kalian harus sadari ini! Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan tentang keadaan wanita ketika menghadap ke depan dalam bentuk syaithon, menghadap ke belakang dalam bentuk syaithon, ketika menghadap kemanapun dalam bentuk syaithon, artinya ; tatkala laki-laki memandang ke arah wanita yang menghadap kedepan, atau menghadap kebelakang atau menghadap kearah manapun, syaithon akan menghias-hiasinya sehingga ia akan menimbulkan fitnah bagi laki-laki!, bahkan bayanganmu akhawat.

Pada hadits yang lain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 

.((المرأة عورة، فإذا خرجت استشرفها الشيطان))

"Wanita itu aurat. Apabila dia keluar, setan terus memandanginya (untuk menghias-hiasinya sehingga menimbulkan fitnah bagi laki-laki)." [Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Misykaatul Mushaabiih, no.3109, (hal.933). Cet. Al-Maktabah al-Islaam].

Pada hadits yang lain, dari Abu Sa'id al-Khudriy, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

((إن الدنيا حلوة خضرة، وإن الله مستخلفكم فيها، فينظر كيف تعملون، فاتقوا الدنيا واتقوا النساء، فإن أول فتنة بني إسرائيل كانت في النساء)).

"Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau, dan sesungguhnya Allah (telah) menjadikan kalian khalifah diatas bumi, kemudian Dia akan melihat apa yang kalian amalkan, maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan berhati-hatilah kalian terhadap wanita, karena ujian pertama yang menimpa Bani Isroil adalah pada kaum wanita." [HR. Muslim no.2742, (hal.1096). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]

Pada hadits yang lain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :

.((ما تركتُ بعدي فتنة أضر على الرجال من النساء))

"Aku tidak meninggalkan sepeninggalku suatu fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki dari pada wanita.” [HR. Bukhari no.5096 (hal.1010) dan Muslim no.2740 (hal.1095), pustaka Baitul Afkaar ad-Dauliyyah]

Sabda-sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada hadits diatas atau pada hadits yang baru saja kita sebutkan, menunjukkan akan bahayanya fitnah wanita. Tidak ada sepeninggal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam suatu fitnah yang paling berbahaya bagi laki-laki dari pada wanita. Bahkan fitnah wanita inilah yang pernah menghancurkan kejayaan dan kedigdayaan Bani Isroil dahulu, lalu bagaimana dengan kita di akhir zaman ini?

Karena itu, banyak kasus pemerkosaan terjadi dimana-mana, di kampung, di kota, di desa, bahkan kakek-kakek yang berusia 80 tahun, masih berhasrat berbuat sesuatu kepada wanita, hingga banyak kita saksikan realitanya mereka nekat memperkosa gadis berumur 5 tahun, ayah tega memperkosa anak kandungnya, anak-anak SD rela memperkosa teman-temannya, dan lain sebagainya. Kenapa ini terjadi? Karena wanita adalah sumber fitnah, bahkan wanita merupakan fitnah terbesar bagi laki-laki di sepanjang zaman.

Pada hadits yang lain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :

 .((ما رأيت من ناقصات عقل ودين، أذهب للب الرجل الحازم، من إحداكن يا معشر النساء))

"Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya paling bisa menghilangkan akal laki-laki yang kokoh daripada salah seorang kalian wahai para wanita." [HR. Al-Bukhari no. 1462, (hal 285). Pustaka Baitul Afkaar ad-Dauliyyah]

Pada hadits ini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan tentang sanggupnya wanita menghilangkan akal laki-laki yang paling kuat sekalipun. Ini kabar yang mengerikan, potensi merusak yang luar biasa. Jika wanita mampu meredam kemampuannya ini, maka pahala yang besar akan mereka dapatkan disisi Allah 'Azza wa Jalla.

Hukum Asal Wanita adalah Fitnah dan Pemilik Rasa Malu

Para wanita secara asal adalah fitnah, apalagi jika mereka menampakkan diri dengan bersolek, menggunakan pakaian yang warna-warni, menggunakan cadar yang berhiaskan renda-renda, menggunakan pakaian yang berhiaskan motif-motif bunga, ukiran-ukiran indah, mengupload foto di sosial media, sehingga hal itu semakin menambah masalah dan menimbulkan mafsadat bagi mereka maupun orang lain. 

Inilah keadaan ketika rasa malu telah hilang, kebaikan yang berlimpah tidak akan mereka dapatkan, keberkahan yang tercurah tidak akan mereka tuai. Wahai saudariku, mari berhiaslah dengan rasa malu, karena rasa malu itu milik kaum wanita dan ia tidak mendatangkan kecuali kebaikan.

Dalam sebuah hadits, dari Qotadah ia mengatakan :

.سمعت أبا السوار يحدث. أنه سمع عمران ابن حصين يحدث عن النبي صلى الله عليه وسالم أنه قال : ((الحياء لا يأتي إلا بخير))

"Aku mendengar Abu Sawwar menceritakan. Bahwasannya dia (Abu Sawwar) mendengar Imran bin Hushain menceritakan dari Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda : "Malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan." [HR. Muslim, no. 37 (hal. 48). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]

Pada hadits yang lain, dari Imran bin Hushain juga bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

((الحياء خير كله))
قال أو قال : ((الحياء كله خير))

"Malu itu kebaikan seluruhnya". Beliau berkata atau beliau bersabda : "Malu itu semuanya baik". [HR. Muslim (no. 37), hal. 48. Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]

Karena sifat malu semuanya baik dan tidak mendatangkan kecuali kebaikan, tatkala rasa malu para akhawat telah sirna dan lenyap, akan hilang pula dari mereka kebaikan-kebaikan yang banyak, lalu mereka akan berbuat semaunya.

Dalam hadits Abu Mas'ud 'Uqbah bin 'Amr al-Anshary radhiyallahu 'anhu, ia berkata :

.قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إن مما أدرك الناس من كلام  النبوة الأولى: إذا لم تستح فاصنع ما شئت))

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya diantara yang diketahui manusia dari perkataan para Nabi terdahulu : Jika engkau tidak punya malu, maka berbuatlah sesukamu". [HR. Al-Bukhari, no.6120 (hal.1181). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah].

Jika para akhawat sudah tidak lagi memiliki lagi rasa malu, dia pasti akan melakukan apa saja yang dia kehendaki. Dia tidak perduli jika yang melihat story whatsApp-nya laki-laki ajnabi (laki-laki yang bukan mahramnya), dia akan riang meskipun yang me like foto-foto di instagramnya laki-laki asing yang membahayakannya, dia akan bangga meskipun yang mengomentari foto-foto di beranda facebooknya adalah laki-laki yang bukan mahramnya, padahal semua itu merupakan awal dari kehancuran dan kehinaan bagi para wanita atau para akhawat.

Orang-orang terdahulu, yaitu para wanita muslimah di zaman rimpu atau rimpu mpida di kota Bima dan Dompu, mereka begitu pandai menjaga dirinya, jauh dari hiruk-pikuknya teknologi, jauh dari carut-marutnya sosial media yang menipu. Mereka bagaikan mutiara-mutiara yang tersimpan rapi dalam etalase-etalase kaca, dalam balutan rasa malu yang menyelimuti qolbunya, sehingga pantaslah mereka diibaratkan seperti bunga yang tumbuh di lereng pegunungan yang terjal lagi curam, tidak ada yang bisa menggapainya kecuali yang halal baginya. Maka, mengapa wanita diakhir zaman semakin pudar keindahannya? Jawabannya ada pada anda.

Semoga tulisan ini bermanfaat, dan menjadi bahan renungan untuk kita semua. Baarakallahu fiikum.

***

Dompu, Nusa Tenggara Barat : 26 Syawal 1443 H/27 Mei 2022 

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy
Artikel : Meciangi-d.blogspot.com

Related Posts:

UMAT ISLAM AKAN TERPECAH MENJADI 73 GOLONGAN YANG SELAMAT ADALAH AL-JAMA'AH

Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin.

Diakhir zaman, Islam akan terpecah menjadi berkelompok-berkelompok, berfirqoh-firqoh, semuanya di neraka kecuali satu yaitu al-Jama'ah.

al-Jama'ah

Siapa mereka ini? Mereka adalah yang berjalan diatas jalannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Dalam sebuah hadits :

عن معاوية بن أبي سفيان رضي الله عنهما أنه قال : ألا إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قام فينا فقال : ((ألا إن من قبلكم من أهل الكتاب افترقوا على ثنتين وسبعين ملة وإن هذه الملة ستفترق على ثلاث وسبعين : ثنتان وسبعون في النار وواحدة في الجنة، وهي الجماعة)) رواه أبو داود، وقال شيخ الإسلام في المسائل : هو حديث صحيح مشهور، وصححه الشاطبي في الاعتصام وقال ابن حجر في تخريج الكشاف : إسناده حسن. وفي رواية للترمذي والحاكم من حديث عبد الله بن عمرو : ((ما أنا عليه اليوم وأصحابي)).

"Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu 'anhuma bahwa ia mengatakan : Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah berdiri dihadapan kami lalu bersabda : ((Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahlul kitab, mereka terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan di Neraka dan satu golongan di Surga, yaitu al-jama'ah)). Diriwayatkan oleh Abu Dawud, dan Syaikhul Islam mengatakan dalam al-Masaa'il : Hadits tersebut hadits shohih yang cukup mashur, dan Asy-Syathibi telah mensohihkannya, dan Ibnu Hajar mengatakan dalam takhrij al-Kassaaf : Sanad haditsnya hasan. Dalam riwayat at-Tirmidzi dan al-Haakim dari hadits Abdullah bin bin 'Amr : ((al-Jama'ah yaitu) Apa yang aku dan para sahabatku berada diatasnya)). [Kitaabul Al-Arba'iin fii Madzabis Salaf, penulis Asy-Syaikh Ali bin Yahya al-Hadadiy, hal.9].

Golongan yang Selamat diantara 73 Golongan adalah al-Jama'ah.

Jika ada pertanyaan, siapa golongan yang selamat? Jawabannya adalah mereka yang berjalan diatas jalannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Dalam hadits yang lain Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

((كلهم في النار إلا مله واحدة : ما أنا عليه وأصحابي))
. رواه الترمذي وحسنه الألباني في صحيح الجامع ٥٢١٩

"Semua golongan tersebut di Neraka kecuali satu  yaitu yang aku dan para sahabatku berada diatasnya." Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albaany dalam dalam shahiih al-jaami' 5219. [Minhaaj al-Firqotin Naajiyah wa at-Thooifah al-Manshuuroh, hal.7]

Yang selamat kata Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu :  Yang aku dan para sahabatku berada diatasnya. Inilah golongan yang selamat, nama lainnya adalah al-jama'ah.

ath-Thoifah al-Manshuurah

Dalam hadits yang lain, yang selamat diantara 73 golongan adalah ath-thoifah al-manshuurah. Mereka adalah para ahli hadits.

عن المغيرة بن شعبة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ((لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين حتى يأتيهم أمر الله وهم ظاهرون)). رواه البخاري

 صرح جماهير أهل العلم أنهم أهل الحديث

"Dari al-Mughiroh bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Senantiasa ada sekolompok dari umatku orang-orang yang tegak -diatas kebenaran- sampai datang kepada mereka perintah Allah sedangkan mereka dalam keadaan menang)). Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari.

Jumhur ulama telah menerangkan bahwasanya mereka adalah para ahli hadits." [Kitaabul 'Arbaa'iin fii Madzhabis Salaf, hal. 10].

Jadi golongan yang selamat dari 73 golongan adalah at-thoifah al-manshuuroh yakni para ahli hadits.

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu : 

الفرقة الناجية هم أهل الحديث الذين قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيهم : ((لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق، لا يضرهم من خذلهم حتى يأتيهم أمر الله)). رواه مسلم

وقال الشاعر : أهل الحديث هم أهل النبي وإن لم يصحبوا نفسه أنفسه صحبوا

Al-Firqotun Naajiyah (golongan yang selamat) mereka adalah ahlul hadits (para ahli hadits) yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang mereka : ((Senantiasa ada sekolompok dari umatku orang-orang yang tegak diatas kebenaran, tidak memudhorotkan mereka orang yang tidak menolong mereka sampai datang perintah Allah)). Diriwayatkan oleh Muslim.

Seorang penyair mengatakan : "Ahli hadits itu mereka keluarga Nabi, sekalipun mereka tidak bergaul dengan Nabi, tetapi jiwa mereka bergaul dengannya." [Minhaaj al-Firqotin Naajiyah wa at-Thooifah al-Manshuuroh, hal.10]

Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu lalu membawakan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain serta membawakan ucapan salaf :

وقال صلى الله عليه وسلم : ((إذا فسد أهل الشام فلا خير فيكم، ولا تزال طائفة من أمتي منصرون، لا يضرهم من خذلهم حتى تقوم الساعة)). صحيح رواه أحمد

قال ابن المبارك : هم عندي أصحاب الحديث

وقال البخاري : قال علي بن المديني : هم أصحاب الحديث

وقال أحمد بن حنبل : إن لم تكن هذه الطائفة المنصورة أصحاب الحديث فلا أدري من هم؟

يقول الإمام الشافعي يخاطب الإمام أحمد : أنتم أعلم بالحديث مني، فإذا جاءكم الحديث صحيحا أعلموني به حتى أذهب إليه سواء كان حجازيا أم كوفيا أم بصريا

"Jika penduduk Syam telah rusak, maka tidak ada lagi kebaikan diantara kalian. Dan senantiasa ada sekelompok dari umatku orang-orang yang mendapat pertolongan, tidak membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka hingga datang hari kiyamat." (Shahih riwayat Ahmad).

Ibnul Mubarak mengatakan : "Menurutku mereka adalah ashhabul hadits (para ahli hadits)."

Imam Al-Bukhari mengatakan : "Ali bin Madini mengatakan :  'Mereka adalah para ahli hadits.'"

Imam Ahmad mengatakan : "Jika kelompok yang mendapat pertolongan itu bukan para ahli hadits maka aku tidak mengetahui lagi siapa mereka."

Imam Asy-Syafi'i berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal : "Engkau lebih tahu tentang hadits daripada aku. Bila sampai kepadamu hadits yang shahih maka beritahukanlah kepadaku, sehingga aku bermadzhab dengannya, baik ia (madzhab) Hijaz, Kuffah maupun Bashrah." [Minhaaj al-Firqotin Naajiyah wa at-Thooifah al-Manshuuroh, hal.15-16]

Jadi kesimpulannya tafsiran siapa itu al-jama'ah, al-firqotun Naajiyah (golongan yang selamat), ath-thoifah al-manshuurah (kelompok yang ditolong), atau ahlus sunnah wal jama'ah, mereka adalah para ahli hadits. Sebagian ulama mengatakan mereka adalah para pengikut salaf.

Syaikh bin Baz pernah ditanya tentang siapa itu golongan yang selamat : 

((وسئل أيضا عن الفرقة الناجية فقال : (( هم السلفيون وكل من مشى على طريقة السلف الصالح

"Dan ditanya juga (Asy-Syaikh) tentang golongan yang selamat, maka Asy-Syaikh berkata : ((Mereka yang selamat adalah para pengikut salaf dan siapa saja yang berjalan diatas jalan  salafush sholeh)). Tuhfatul Mahdiyyah Liman Sa-ala 'An Ma'na As-Salafiyyah, halaman 25. [http://majles.alukah.net/t58340/]

Faedah yang bisa diambil :

1. Umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 masuk neraka dan satu masuk surga, mereka adalah al-jama'ah

2. Makna al-jama'ah yaitu "Yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya berada diatasnya.

3. Diantara nama lain al-jama'ah adalah golongan yang selamat atsu ath-thooifah al-manshuuroh, mereka adalah para ahli hadits.

4. Tafsiran siapa itu al-jama'ah, al-firqotun Naajiyah (golongan yang selamat), ath-thoifah al-manshuurah (kelompok yang ditolong), atau ahlus sunnah wal jama'ah, mereka adalah para pengikut salaf.

5. Para pengikut salaf yang dimaksud yaitu mereka yang mengikuti cara beragama tiga generasi terbaik umat ini : (1) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, (2) para sahabat radhiyallahu 'anhum, (3) para tabi'in rahimahumullah ajma'iin sebagaimana hadits Nabi : 

خير الناس قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم

"Sebaik manusia adalah zamanku, kemudian setelahnya kemudian setelahnya." [HR. Al-Bukhari, no.2652 (hal.502)]

Semoga tulisan ringkas ini bermanfaat. Baarakallahu fiikum.

***

Dompu, Nusa Tenggara Barat : 26 Syawal 1443 H/27 Mei 2022 

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy
Artikel : Meciangi-d.blogspot.com

Related Posts:

MEMPERBAIKI AKHLAK


Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.

Berbicara tentang akhlak, akhlak merupakan perangai atau tabiat yang menjadi tolak ukur baik buruknya agama seseorang. Akhlak ada dua, (1) Akhlak kepada Allah, (2) Akhlak kepada sesama manusia. Akhlak kepada Allah seperti taat kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, melaksanakan kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan dan meninggalkan perkara-perkara yang Allah benci. Sedangkan akhlak terhadap sesama manusia intinya, (1) baiknya ucapan dan perbuatan, (2) tidak mengganggu dengan lisan dan perbuatan.

Karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diutus untuk memperbaiki akhlak, dan para ulama-pun sangat perhatian tentang masalah akhlak ini, sehingga mereka menulis kitab-kitab adab, agar penuntut ilmu memiliki akhlak dan adab yang baik kepada Allah dan kepada manusia, karena sebelum ia terjun di kancah dakwah yang sejati, tampil di publik, berdakwah layaknya seorang 'aalim, ustadz kabir, dll, adab dan akhlaknya harus diperhatikan. Seorang penuntut ilmu, atau seorang da'i yang berdakwah di jalan Allah, jika buruk adab dan akhlaknya, ini akan bertentangan dengan ilmu yang melekat padanya dan dakhwah yang ia emban. Perhatikan firman Allah Ta'ala :

 «وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍۢ»

Artinya : "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al-Qolam : 4)

Ditinjau dari sisi internal manusia akhlak itu ada dua, (1) Akhlak yang bersumber dari tabiat bawaan. Akhlak ini susah di rubah. Jika sudah terlanjur buruk, maka sifat buruk itu akan terus mewarnai seseorang meskipun sudah belajar ad-diin (agama). Tapi jika akhlaknya baik, maka akan terus mewarnai seseorang meskipun dia awam atau belum belajar agama. Makanya, jika ada orang awam yang akhlaknya baik, itu dari tabiat bawaan lahirnya ; dermawan, suka menolong, santun, pandai menjaga lisan, tidak suka memuji diri, mebesar-besarkan diri, tawadhu, padahal awam, hanya sholat yang wajib-wajib saja, hanya puasa yang wajib-wajib saja, demikian keadaannya seterusnya.

(2) Akhlak yang diusahakan. Akhlak ini dipaksakan untuk mencocoki al-Qur'an dan sunnah. Sulit memang, tapi orang yang bersungguh-sungguh akan mampu merubah tabiat dan akhlak buruknya. Namun inti dari akhlak terhadap sesama manusia sebagaimana yang telah disebutkan ada dua : (1) baiknya ucapan dan perbuatan. (2) tidak mengganggu dengan lisan dan perbuatan. Perhatikan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini :

عن عبد الله بن مسعود رضي الله تعالى عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ((سباب المسلم فسوق وقتاله كفر))

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu Ta'ala 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Mencaci maki seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekafiran". [HR. Al-Bukhari, no.48 (hal.33). Muslim no.64 (hal.57). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah. Lihat juga Kitab al-Arba'iin fii Madzhabis Salaf, penulis Asy-Syaikh Ali bin Yahya al-Hadaadiy, hal : 30] 

Para ulama memasukkan hadits ini dalam kitab empat puluh hadits dalam madzhab salaf, menunjukkan hadits ini adalah prinsip pokok bagi orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, kecuali yang bukan salafi sejati.

Inti dari hadits ini ada dua, (1) mencaci maki seorang muslim adalah kefasikan. (2) membunuh seorang muslim adalah kekafiran.
 
Mencaci maki adalah perbuatan lisan, artinya ; menggangu kaum muslimin dengan ucapan lisan termasuk akhlak yang buruk terhadap sesama manusia, dan ini merupakan perbuatan kefasikan. (2) membunuh seorang muslim adalah kekafiran, artinya ; mengganggu kaum muslimin dengan tangan adalah akhlak yang buruk, apalagi sampai membunuhnya adalah kekafiran.

Dalam hadits yang lain, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

((من حمل علينا السلاح فليس منا))

"Barangsiapa yang mengacungkan senjata kepada kami, maka dia bukan golongan kami." [HR. Al-Bukhari, no.7070 (hal.1351). Muslim no.98 (hal.66). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah. Lihat juga Kitab al-Arba'iin fii Madzhabis Salaf, penulis Asy-Syaikh Ali bin Yahya al-Hadaadiy, hal : 32] 

Hadits ini juga dimasukkan oleh para ulama dalam kitab empat puluh hadits dalam madzhab salaf, artinya ;  hadits ini merupakan prinsip yang pokok dalam manhaj salaf.
 
Inti dari hadits ini ; tidak boleh mencacungkan senjata kepada kaum muslimin. Ini menunjukkan bahwa menakut-nakuti kaum muslimin hukumnya haram, baik dengan membawa senjata tajam, maupun dengan mengacungkan benda-benda berbahaya lainnya. Menakut-nakuti dengan senjata adalah bentuk gangguan tangan. Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengancam siapa saja yang melakukan hal itu bahwa mereka bukan dari golongannya shallallahu 'alaihi wa sallam. Ini ancaman yang keras, yang harus diperhatikan oleh setiap muslim dan muslimah bahwa mengganggu kaum muslimin dengan lisan -sebagaimana telah berlalu- atau dengan tangan sebagaimana hadits diatas, hukumnya haram.!

Dalam hadits yang lain, dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhuma, bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
 
 ((المسلم من سلم اكمسلمون من لسانه ويده))

"Orang muslim (yang paling baik akhlaknya), yang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya." [HR. Al-Bukhari no.10 (hal.26). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]. 
 
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan dua hal sebagaimana hadits diatas, (1) gangguan lisan, (2) gangguan tangan. 

Dalam lafadz Muslim, dari Abdullah bin 'Amr bin 'Ash radhiyallahu 'anhuma mengatakan :
 
إن رجلا سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم : أي المسلمين خير؟ قال : ((من سلم المسلمين من لسانه ويده))
 
"Sesungguhnya seorang laki-laki telah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : Siapakah muslim yang paling baik? Beliau bersabda : (Orang yang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya)). [HR. Muslim, no.40 (hal.49). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]

Pada hadits kedua, seorang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang siapakah muslim yang paling baik? Beliau bersabda : "Orang yang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya."
 
Lagi-lagi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan dua perkara, (1) gangguan lisan, (2) gangguan tangan. 

Kenapa ini banyak disebutkan? Karena kebanyakan gangguan yang dilakukan oleh seorang muslim kepada muslim lainnya, berupa gangguan lisan dan tangan. Lisan dengan menggunjing, memfitnah, mengejek, mengolok, menjatuhkan kehormatan, sedangkan gangguan tangan dengan mengacungkan senjata, memukul, menampar, membunuh dll. Karena demikian, baiknya akhlak seseorang tolak ukur pertamanya adalah lisan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 

((من كان يؤمن بالله واليوم الآخر، فليقل خيرًا أوليصمت))
 
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam." [HR. Al-Bukhari, no.6475 (hal.1242). Muslim, no.47 (hal.51). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]

Berarti lisan yang tajam, suka menyakiti kaum muslimin, suka mendzolimi kaum muslimin, suka mengkritik tapi tidak suka dikritik, suka menasehati tapi tidak suka dinasehati, menusuk ucapannya, suka mengumpat, menggunjing, mencela, mencaci, berarti iman orang ini bermasalah. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengaitkan keimanan kepada Allah dan hari akhir dengan berkata yang baik, atau diam." 

Mengintip kedalam rumah kaum muslimin

Diantara bentuk akhlak yang buruk adalah mengintip ke dalam rumah orang lain. Seorang muslim yang memiliki adab dan akhlak, dia tidak akan melakukan hal tersebut. Adapun yang melakukannya, hanya orang-orang yang tidak memiliki adab, ditambah buruknya akhlak atau tabiat bawaan lahir yang melekat pada orang-orang yang seperti ini.

Dari Sahl bin Sa'd, ia berkata : 

أن رجلا اطلع في جحر في باب رسول الله صلى الله عليه وسلم، ومع رسول الله صلى الله عليه وسلم مدرى يحك به رأسه، فلما رآه رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ((لو أعلم أنك تنتطرني، لطعنت به في عينيك)). قال رسول الله صلى الله عليح وسلم : ((إنما جعل الإذن من قبل البصر)).

"Bahwasannya seorang laki-laki pernah mengintip di lubang pintu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang membawa sisir untuk menyisir rambutnya. Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihatnya, beliau bersabda :  "Seandainya aku mengetahui bahwa engkau sedang mengitipku, sungguh aku akan menusuk kedua matamu". Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya idzin itu dijadikan dari arah pandangan mata." [HR. Al-Bukhari, no.6901 (hal.1316). Muslim, no.2156 (hal.890). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]
 
Pada hadits ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak tahu ada yang mengintipnya, seandainya beliau tahu, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pasti akan menusuk kedua bola mata laki-laki tersebut. Ini menunjukkan bahwa hukuman bagi orang yang mengintip kedalam rumah orang lain adalah di tusuk kedua bola matanya.

Dalam hadits yang lain, dari Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Abul Qasim (yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) bersabda :

 ((لو أن امرءا اطلع عليك بغير إذن فخذفته بعصاة ففقأت عينه، لم يكن عليه جناح)) 

"Seandainya ada seorang masuk ke rumahmu tanpa izin, lalu engkau melemparnya dengan batu yang mengakibatkan matanya keluar, maka engkau tidak berdosa." [HR. Al-Bukhari, no.6902 (hal.1316). Muslim, no. 2158 (hal.890). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]

Dalam hadits riwayat Muslim, dari Abu Hurairoh, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

 ((من اطلع في بيت قوم بغير إذنهم، فقد حل لهم أن ينقئوا عينه))

"Barangsiapa mengintip di dalam rumah suatu kaum tanpa izin mereka, maka telah halal bagi mereka untuk mencungkil matanya." [HR. Muslim, no.2158 (hal.890). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]

Mencungkil bola mata orang yang mengintip ke dalam rumah kaum muslimin tanpa izin dibolehkan oleh  Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan hal itu halal untuk dilakukan, karena tindakan mengintip kedalam rumah orang adalah tindakan kriminal yang berhak mendapatkan hukuman dengan dicungkil bola matanya. Waliyaadzubillah.
 
Dari pemaparan hadits-hadis diatas, menunjukkan besarnya dosa buruknya akhlak, maka pantas saja jika ada orang-orang yang diadzab dengan keluarnya cairan darah dari matanya misalnya, atau dibutakan kedua matanya, atau yang semisal dengan itu -sebagaimana yang banyak kita saksikan diakhir zaman ini-, itu tidak lain karena sebab dosa, diantaranya dosa pandangan, mengintip kedalam rumah kaum muslimin. Dan inilah diantara bentuk buruknya akhlak.

Karena itu, akhlak dan tabiat manusia, ada yang asli dan ada yang diusahakan. Jika aslinya buruk, akan terbawa meskipun sudah lama belajar ad-diin (agama), adapun yang sifat aslinya baik, akan terus menghiasi perilakunya meskipun awam apalagi 'aalim. Seperti itulah tabiat manusia, ada yang sifat aslinya buruk dan ada yang baik, jika muncul sifat buruknya lalu ia turuti hal itu, berarti rasa malu orang ini telah terkikis. Dalam sebuah hadits, dari Abu Mas'ud 'Uqbah bin 'Amr al-Anshary radhiyallahu 'anhu berkata :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إن مما أدرك الناس من كلام  النبوة الأولى: إذا لم تستح فاصنع ما شئت))

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya diantara yang diketahui manusia dari perkataan para Nabi terdahulu : Jika engkau tidak punya malu, maka berbuatlah sesukamu". [HR. Al-Bukhari, no.6120 (hal.1181). Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]

Berkata Asy-Syaikh Bandar bin Nafi dalam syarah hadits diatas :

فيه دليل على فضل الحياء، وأنه مما جاء به الشرائع السابقة، وهو خلق يبعث على اجتناب القبيح، ويمنع من التقصير في حق ذي الحق، وهذا هو الحياء المحمود، وأما الحياء الذي يمنع صاحبه من القيام بالحقوق الواجبة، أو لا يمنع من فعل القبيح، فهو حياء مذموم و قد جاء النصوص الكثيرة بمدح الحياء و الحث عليه، ففي ((الصحيحين)) عن ابن عمر رضي الله عمهما أن النبي سلى الله عليه وسلم قال : ((الحياء من الإمان))، وثبت عنه أنه قال : ((الحياء خير كله ولا يأتي إلا بخير

ثم اعلم أن الحياء منه ما هو غريزي، ومنه ما هو مكتسب، فالغريزي هو الذي فطر عليه العبد، والمكتسب هو الذي يجاهد العبد معه نفسه حتى يبلغه، قال النبي صلى الله عليه وسلم : ((إنما الحلم بالتحلم، وإنما العلم بالتعلم))، وقال عليه الصلاة والسلام لأشج أشج عبد القيس : ((إن فيك لخصلتين يحبهما الله : الحلم والأناة : أن المراد بقوله صلى الله عليه وسلم : ((إذا لم تستح فاصنع ما شعت)) أحد وجهين الأول : أنطر إلى ما تريد فعله، فإن كان مما لا يستحى منه فافعله، وإن كان يستحى منه فدعه ولا تبالي بالخلق

الثني : أن الإنسان إذا لم يستح يصنع ما يشاء ولا يبالي، لأن الذي يكفه عن مدافعة الشر هو الحياء، فإذا فقده توفرت دواعيه على مواقعه الشر وفعله

"Pada hadits ini ada dalil yang menunjukkan tentang keutamaan rasa malu, bahwasannya rasa malu termasuk yang telah datang dengannya syariat terdahulu, ia merupakan akhlak yang dapat menyebabkan seseorang menjauhkan diri dari perkara yang buruk, mencegahnya dari menghilangkan hak pemilik hak, ini merupakan malu yang terpuji. Adapun rasa malu yang mencegah pelakunya dari menegakkan hak-hak yang wajib, atau tidak mencegah dia dari melakukan keburukan, maka ini merupakan malu yang tercela (alias akhlak yang buruk).

Dan sungguh telah datang nash-nash yang banyak yang memuji rasa malu dan menganjurkan berhias dengannya. Dalam ((shohihain), dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Rasa malu itu kebaikan seluruhnya dan ia tidak mendatangkan kecuali kebaikan)).

Dan ketahuilah bahwasannya rasa malu itu diantaranya ada yang bawaan (tabiat asli) dan ada juga yang diusahakan. Adapun sifat malu bawaan yaitu yang seorang hamba difitrahkan atasnya, sedangkan yang diusahakan yaitu yang diri hamba bersungguh-sungguh mengupayakannya, sampai dia mendapatkannya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Hanya saja sifat lemah lembut (sabar) itu diusahakan, dan ilmu dengan belajar)), Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Asyaj yaitu Asyaj Abdul Qais : ((Sesungguhnya didalam dirimu ada dua akhlak yang dicintai oleh Allah : (Al-Hilm) kesabaran dan (Al-aanah) sifat tidak tergesa-gesa)).

Sesungguhnya yang dimaksud dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam : ((Jika engkau tidak punya malu maka berbuatlah sesukamu)) salah satu dari dua sisi :

Pertama : Lihatlah pada apa yang engkau inginkan, lalu kerjakanlah. Apabila dia tidak punya rasa malu dari hal tersebut maka lakukanlah, namun apabila dia malu dari melakukannya maka tinggalkanlah dan jangan engkau perduli kepada makhluk.

Kedua : Sesungguhnya manusia apabila dia tidak punya rasa malu, dia akan melakukan apa saja yang dia kehendaki dan dia tidak perduli, karena sesungguhnya yang mencegah dirinya dari mendukung keburukan adalah rasa malu, apabila ia kehilangan rasa malu maka ajakannya banyak ke tempat-tempat keburukan dan diapun melakukannya." [Ad-Durar As-Saniyyah bi Fawaaid Al-Arba'iin An-Nawawiyyah, hal.83-84. Cet. Daar Ibnil Jauzi]

Pada pemaparan ini, akhlak atau tabiat manusia ada dua, (1) asli bawaan lahir, (2) sifat yang diusahakan. 

Jika akhlak asli seseorang itu bersumber dari tabiat aslinya yang sudah baik, maka akan muncul kebaikan-kebaikan berikutnya apalagi dia 'aalim fid-diin (berilmu tentang agama), tapi jika sifat bawaan lahirnya buruk, maka sifat itu akan menempel dan menghiasi mereka apalagi jika dia awam.

Jika manusia telah belajar agama dan berusaha untuk meredam dan mengendalikan sifat atau tabiat aslinya yang buruk, keburukan bisa diredam, tapi namanya tabiat asli suatu saat tabiat ini akan muncul meskipun telah belajar ad-diin, apalagi bila belajar agamanya hanya berdiri ditepian, tidak serius, sekedar ikut-ikutan, maka akan mudah terjebak pada akhlak-akhlak yang buruk seperti ini. 

Mengetahui baik dan buruknya akhlak seseorang dengan 3 hal 

Untuk mengetahui baik dan buruknya akhlak seseorang, (1) safarlah dengannya, jika itu yang dilakukan, akan muncul sifat aslinya, jika dia baik akan muncul sifat-sifat yang baik, jika buruk akan muncul pula sifat yang buruk misalnya ; pelit, tidak suka membantu, sok ngatur, tidak mau bekerjasama, suka mengumpat, suka mencela, tidak sabar, suka mengeluh, dll. (2) anda beri dia amanat untuk memegang uang, jika dia bertakwa akan muncul sifat wara'nya, jika dia buruk akhlaknya akan muncul sifat khianatnya. (3) anda bertetanggalah dengannya, seiring waktu akan muncul sifat aslinya, apakah dia pemarah, punya sifat hasad, iri, dengki, suka mengadu domba, dusta, suka membuat onar, suka mengambil hak orang lain tanpa izin, menyerobot tanah orang lain dengan cara dzolim, dan lain sebagainya.

Karena itu, tolak ukur untuk mengetahui akhlak seseorang, safarlah dengannya, bertransaksilah dengannya dalam masalah uang, dan jadilah tetangganya. Syaikh al-Albaniy membawakan sebuah atsar dalam Irwaul Gholil :

 روى سليمان بن حرب قال : ((شهد رجل عند عمر بن الخطاب رضي الله عنه فقال له عمر : إني لست اعرفك ولا يضرك إني لا أعرفك فأتني بمن يعرفك، فقال رجل : أنا أعرفه يا أمير المؤمنين، قال : بأي شيء تعرفه؟ قال : بالعدالة. قال : هو جارك الأدنى تعرف ليله ونهاره ومدخله ومخرجه؟ قال : لا. قال : فعاملك بالدرهم والدينار الذي يستدل بهما عاى الورع؟ قال : لا. قال : فصاحبك في السفر الذي يستدل به على المكارم الأخلاق؟ قال : لا. قال : فلست تعرفه، ثم قال للرجل : ائتني بمن يعرفك))

Diriwayatkan dari Sulaiman bin Harb, ia berkata : "Pernah seorang laki-laki memberikan kesaksian dihadapan Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu, maka Umar pun berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku tidak mengenalmu, dan tidak memudharatkan engkau meskipun aku tidak mengenalmu. Datangkanlah orang yang mengenalmu." Maka seorang laki-laki berkata, “Aku mengenalnya, wahai Amirul Mukminin." Umar berkata, "Dengan apa engkau mengenalnya?" Orang itu berkata, "Dengan keshalihan dan keutamaannya." Umar berkata, "Apakah dia adalah tetangga dekatmu, yang engkau mengetahui kondisinya di malam hari dan di siang hari serta datang dan perginya?" Dia mengatakan : "Tidak." "Apakah dia pernah bermuamalah denganmu berkaitan dengan dirham dan dinar, yang keduanya merupakan indikasi sikap wara’ seseorang?" tanya Umar lagi. Dia mengatakan : "Tidak." Umar berkata lagi : "Apakah dia pernah menemanimu dalam safar, yang safar merupakan indikasi mulianya akhlak seseorang?" Orang itu berkata, "Tidak." Umar menimpali, "Jika demikian engkau tidak mengenalnya." Kemudian Umar mengatakan kepada laki-laki tadi : "Datangkan kepadaku siapa yang mengenalmu?." [Irwaul Ghalil 8/260, no 2637 (hal.260). Cet.Al-Maktab al-Islamiy]

Atsar diatas dishahihkan oleh Asy-Syaikh al-Albani, dan inilah atsar yang menjelaskan tentang cara mengetahui akhlak seseorang, (1) safarlah bersamanya. (2) bermuamalah dengannya dalam masalah dinar dan dirham, (3) bertetanggalah denganya.

Semoga Allah menjauhkan kita dari akhlak yang rusak, perangai yang buruk, dan sifat yang jelek. Semoga Allah menjauhkan kita dari tabiat asli yang jelek, perangai yang buruk dan sifat yang rusak. Semoga Allah menjadikan kita orang yang mudah bertaubat, rahim terhadap sesama muslim, santun lisannya, baik tutur katanya, terjaga tangannya dari mendzolimi kaum muslimin, dan besar rasa malunya untuk berbuat sesuatu yang menyelisihi al-Qur'an dan Sunnah.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat. 

***

Dompu, Nusa Tenggara Barat : 14 Syawal 1443 H/15 Mei 2022 

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com

Related Posts: