PRINSIP KEDUA DALAM MENUNTUT ILMU

 


Bismillah, alhamdulillahi Rabbil'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.

Prinsip-prinsip dalam menuntut ilmu sangat banyak, diantaranya mengikhlaskan niat dalam belajar. Berkata Asy-Syaikh Sholih bin Abdillah bin Hammad al-'Ushaimiy :

إن إخلاص الأعمال أساس قبولها، وسلم وصولها ؛ قال تعالى : «وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ» [البينة : الآية ٥]

وفي الصحيحين عن عمر رضي الله عنه، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ((الأعمال بالنية، ولكل امرئ ما نوى)).

وما سبق من سبق، ولا وصل من وصل من السلف الصالحين ؛ إلا بالإخلاص لله رب العالمين. 

وقال أبو بكر المروذي رحمه الله : سمعت رجلا يقول لأبي عبد الله - يعني أحمد بن حنبل - وذكر له الصدق والإخلاص ؛ فقال أبو عبد الله : ((بهذا ارتفع القوم)).

.وإنما ينال المرء العلم على قدر إخلاصه 

والإخلاص في العلم يقوم على أربعة أصول، بها تتحقق نية العلم للمتعلم إذا قصدها :

الأول : رفع الجهل عن نفسه ؛ بتعريفها ما عليها من العبوديات، إيقافها على مقاصد الأمر والنهي.

الثاني : رفع الجهل عن الخلق ؛ بتعليمهم وإرشادهم لما فيه صلاح دنياهم وآخرتهم.

.الثالث : إحياء العلم، وحفظه من الضياع

.الرابع : العلم بالعلم

ولقد كان السلف - رحمهم الله - يخافون فوات الإخلاص في طلبهم العلم، فيتورعون عن ادعائه لا أنهم لم يحققوه في قلوبهم.

سئل الإمام أحمد : هل طلبت العلم لله؟ فقال : ((لله عزيز!!، ولكنه شيء حبب إلي فطلبته)).

.ومن ضيع الإخلاص فاته علم كثير، وخير وفير

وينبغي لقاصد السلامة أن يتفقد هذا الأصل - وهو الإخلاص - في أموره كلها، دقيقها وجليلها، سرها وعلنها.

.ويحمل على هذا التفقد شدة معالجة النية

قال سفيان الثوري رحمه الله : ((ما عالجت شيئا أشد علي من نية ؛ لأنها تتقلب إلي)).

بل قال سليمان الهاشمي رحمه الله : ((ربما أحدث بحديث واحد ولي نية، فإذا أتيت على بعضه تغيرت نيتي، فإذا الحديث الواحد يحتاج إلى نيات)).

[خلاصة في تعظيم العلم، للشيخ الصالح بن عبد الله بن حمد العصيمي، ص ١١-١٣]

"Sesungguhnya mengikhlaskan niat dalam beramal merupakan pondasi diterimanya amalan dan tangga untuk sampai kepadanya. Allah Ta'ala berfirman :

Artinya : "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah : 5)

Dan dalam kitab shohihain dari Umar -radhiyallahu 'anhu- bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan (balasan) sesuai dengan apa yang ia niatkan)).

Kaum salaf tidaklah lebih unggul dan berprestasi, melainkan karena keikhlasan mereka kepada Allah Rabb semesta alam.

Berkata Abu Bakar al-Marudziy rahimahullah : Aku pernah mendengar seorang laki-laki berbicara kepada Abu Abdillah - yaitu Ahmad bin Hambal -  tentang kejujuran dan keikhlasan ; maka Abu Abdillah mengatakan : ((Berkat dua hal itulah para salaf dahulu meraih kedudukan yang tinggi)).

Dan seseorang akan mendapatkan ilmu sesuai dengan kadar keikhlasannya.

Dan ikhlas dalam menuntut ilmu dibangun diatas empat pondasi. Jika seseorang memenuhinya, maka niatnya dianggap ikhlas. 

Pertama : Niat menghilangkan kebodohan dari dirinya. Dengan mempelajari ibadah apa saja yang diwajibkan atas dirinya, serta berupaya mengetahui perintah dan larangan Allah.

Kedua : Berniat untuk menghilangkan kebodohan dari orang lain. Dengan cara mengajari dan mengarahkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat.

Ketiga : Berniat menghidupkan ilmu agama dan menjaganya supaya tidak sirna.

Keempat : Berniat mengamalkan ilmu tersebut

Dan sungguh dahulu para salaf -rahimahumullah - mereka senantiasa merasa takut belum ikhlas dalam proses mereka belajar agama. Sehingga mereka memilih bersikap wara' dari mengklaim keikhlasan dalam rangka kehati-hatian, bukan karena mereka belum merealisasikannya di dalam hati. 

Imam Ahmad pernah ditanya : "Apakah engkau belajar ilmu agama karena Allah?" Imam Ahmad menjawab : ((Ikhlas itu berat!!, namun Allah tumbuhkan di dalam hatiku kecintaan terhadap ilmu, sehingga akupun senantiasa mempelajarinya)).

Dan barangsiapa yang menghilangkan keikhlasan, maka ia akan kehilangan banyak ilmu dan kebaikan yang melimpah.

Dan semestinya bagi orang yang ingin selamat, agar ia memeriksa pondasi ini -yaitu keikhlasan- dalam segala urusannya. Yang kecil maupun yang besar. Yang dirahasiakan maupun yang terlihat.

Dan upaya memeriksa keikhlasan ini, akan mendorong kita untuk selalu memperbaiki niat.

Berkata Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah : ((Tidak ada sesuatu yang paling berat untuk aku obati melainkan niatku, karena ia selalu berbolak-balik)).

Bahkan berkata Sulaiman al-Haasyimiy rahimahullah : ((Terkadang saat aku menyampaikan sebuah hadits, aku telah berusaha menghadirkan niatku. Namun tatkala aku sampai pada separuh hadits, tahu-tahu niatku-pun berubah. Sehingga untuk menyampaikan satu hadist saja, bisa membutuhkan niat berkali-kali)). [Khulaashatun fii Ta'dziimil 'Ilmi, oleh Asy-Syaikh Sholih bin Abdillah bin Hammad al-'Ushaimiy, hal. 11-13]

Faedah yang bisa diambil :

1. Amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Jika seseorang niatnya ikhlas karena Allah, ia akan mendapatkan balasan kebaikan sesuai dengan yang ia niatkan. Namun jika niatnya bukan karena Allah, ia akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang ia niatkan

2. Mengikhlaskan niat dalam beramal, baik menuntut ilmu, mengajarkan ilmu dan lain sebagainya merupakan pondasi diterimanya amalan

3. Seorang penuntut ilmu, ia akan mendapatkan ilmu sesuai dengan kadar keikhlasannya

4. Kaum salaf dahulu mereka mendapatkan keunggulan serta keutamaan dihadapan Allah, karena besarnya keiklasan mereka

5. Diantara yang membuat mereka para salaf meraih kedudukan tinggi dihadapan Allah selain karena keikhlasan, yaitu karena sebab kejujuran 

6. Tolak ukur keikhlasan dalam menuntut ilmu atau dalam mengajarkan ilmu ada empat pondasi, (1) meniatkan dengan menuntut ilmu tersebut agar menghilangkan kebodohan dari dirinya, (2) meniatkan menghilangkan kebodohan dari orang lain dengan cara mengajari dan mengarahkan mereka pada kebaikan dunia dan akhirat, (3) berniat menghidupkan ilmu  agama agar tdk sirna, (4) berniat mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupannya

7. Para salaf dahulu mereka senantiasa takut tidak ikhlas dalam belajar dan mengajarkan ilmu, dan mereka bersikap wara' dan tawadhu', tidak berani mengklaim bahwa diri mereka telah ikhlas. Bukan berarti mereka tidak ikhlas, tapi sebagai bentuk kehati-hatian mereka dari mensucikan diri terhadap hal yang sangat berat tersebut

8. Imam Ahmad mengatakan ikhlas itu berat 

9. Imam Sufyan Ats-Tsauriy rahimahullah juga mengatakan bahwa ikhlas itu berat, sebagaimana ucapannya yang sangat terkenal : ((Tidak ada sesuatu yang paling berat untuk aku obati melainkan niatku, karena ia selalu berbolak-balik)).

10. Sulaiman al-Haasyimiy rahimahullah juga mengatakan ikhlas itu berat, sebagaimana perkataannya: ((Terkadang saat aku menyampaikan sebuah hadits, aku telah berusaha menghadirkan niatku. Namun tatkala aku sampai pada separuh hadits, tahu-tahu niatku-pun berubah. Sehingga untuk menyampaikan satu hadist saja, bisa membutuhkan niat berkali-kali)).

11. Berbolak baliknya niat. Bahkan dalam satu majelis seseorang  ikhlas pada satu sisi, tapi ditengah-tengah perjalanan muncul sifat tidak ikhlas

12. Wajibnya mengikhlaskan niat bagi orang yang ingin selamat di dunia dan akhirat dari terjerumus dalam dosa, memeriksa selalu niatnya, baik dalam urusan yang kecil maupun yang besar

13. Barangsiapa yang menghilangkan keikhlasan maka ia telah kehilangan banyak ilmu dan kebaikan yang melimpah 

14. Pentingnya ikhlas dan keutamaannya

Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Baarakallahu fiikum.


Related Posts:

SYAIR ABU THOLIB #1

Bismillah, alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.

Berbicara tentang Abu Tholib, dia merupakan tokoh Quraisy dan paman yang paling dicintai oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Sebenarnya Abu Tholib hatinya telah beriman kepada Allah dan risalah yang dibawa oleh keponakannya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, namun karena malu kepada kaumnya dan takut dicela oleh mereka, diapun enggan mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkannya.

Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimin pernah membawakan syair-syair Abu Tholib dalam kitabnya Ushuul fii At-Tafsiir atau dalam kitabnya Syarh Al-Arba'iin an-Nawawiyyah yang menunjukkan kepada kita tentang bagaimana keimanan Abu Tholib kepada risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa salam ketika itu, berkata Abu Tholib :

لقد علموا أن ابننا لا مكذب
لدينا ولا يعنى بقول الأباطيل

: وقال
ولقد علمت بأن دين محمد 
من خير أديان البرية دينا
لولا الملامة أو حذاري سبة
لوجدتني سمحا بذلك مبينا
[شرح أصول في التفسير، ماؤسسة الشيخ محمد بن صالح العثيمين، ص ٢٣]

"Dan sungguh kalian telah mengetahui bahwasanya anak kami (Muhammad) bukan pendusta. Dan disisi kami tidak dikehendaki (untuknya) perkataan yang batil tersebut."

Abu Tholib juga berkata :

"Dan sungguh aku tahu bahwasanya agama Muhammad adalah sebaik-baik agama di gurun pasir ini. Kalaulah bukan karena cacian dan takut akan cercaan, sungguh kamu akan mendapatiku mudah menerima hal itu dengan nyata." [Syarh Ushuul fiit Tafsiir, hal. 23. Cet. Muassassatu Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimiin]

Pada syair pertama, Abu Tholib mengatakan bahwa keponakannya Muhammad shallallahu 'alaihi wa salam bukan pendusta, artinya ia mempercayai apa yang dibawa oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa salam. Pada syair kedua, ia mengumumkan bahwa agama yang dibawa oleh keponakannya Muhammad shallallahu 'alaihi wa salam adalah sebaik-baik agama diatas hamparan padang pasir arab, seandainya bukan karena takut akan celaan dan cacian kaumnya, dia pasti akan menerima agama Islam dengan nyata. 

Dari syair diatas, Abu Tholib beriman kepada risalah kenabian pada satu sisi, tapi disisi lain ia takut akan cercaan kaumnya apabila ia menerima risalah kenabian tersebut. Karena itu ia tidak bisa dikatakan muslim meskipun hatinya beriman, bahkan ia termasuk orang-orang musyrik yang mati diatas kekafiran, karena ia menolak mengucapkan laa ilaaha illallah di akhir hayatnya, dan itulah makna ucapan Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimiin :

ومع ذلك لم يهتد مع حرص النبي - صلى الله عليه وسلم - على هدايته، فمات على الكفر، وقد حضره النبي صلى الله عليه وسلم وهو في سياق الموت، فقال : ((يا (أي) عم، قل : (لا إله إلا الله) كلمة أحاج لك بها عند الله))، ولكنه لم يقل ذلك، وكان آخر ما قال : إنه على ملة عبد المطلب، فمات على الكفر -والعياذ بالله-

[شرح أصول في التفسير، ماؤسسة الشيخ محمد بن صالح العثيمين، ص ٢٤]

"Bersamaan dengan hal itu (yaitu adanya keimanan Abu Tholib terhadap risalah kenabian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) tidak lantas membuat Abu Tholib mendapatkan petunjuk meskipun Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- menginginkan ia diatas hidayah-Nya, bahkan justru ia mati diatas kekafiran. Sungguh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah hadir menjelang kematian Abu Tholib dan bersabda : ((Wahai pamanku, katakan laailaaha illallah suatu kalimat yang aku akan membela engkau dengannya dihadapan Allah)), akan tetapi ia tidak mau mengucapkan itu, dan yang menjadi akhir ucapannya yaitu : Bahwasanya ia berada diatas agama Abdul Muththolib, maka dia-pun mati diatas kekafiran -waliyaadzubillah-. [Syarh Ushuul fiit Tafsiir, hal. 24. Cet. Muassassatu Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimiin]

Betapa malang nasib Abu Tholib, hatinya sangat percaya dengan kerasulan keponakannya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, akan tapi karena rasa malu dan takut dicela oleh kaumnya, akhirnya ia-pun enggan mengucapkan laa ilaaha illallah dan mati diatas agama Abdul muththolib

Malunya Abu Tholib bukan pada tempatnya, ditambah dengan hasutan musuh Allah Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah semakin menjauhkan Abu Tholib dari keimanan yang sejati. Dan akhirnya, ia-pun mati dalam keadaan musyrik, waliyaadzubillah. Dan akan datang pembahasan lanjutan tentang permasalahan ini, insya Allah.

Faedah yang bisa diambil :

1. Hidayah ada di tangan Allah

2. Malu bisa menghilangkan hidayah

3. Bergaul dengan teman yang buruk dapat menyesatkan seseorang dari kebenaran meskipun kebenaran sudah ada di depan matanya

4. Abu Tholib termasuk orang yang beriman kepada risalah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, namun imannya tersebut hanya sebatas pada ucapan hatinya saja, tidak diucapkan dengan lisannya, sedangkan Iman itu tempatnya di hati, lisan dan anggota badan, bukan cuma di hati atau di lisan atau di anggota badan saja

5. Abu Tholib adalah tokoh kaum Quraisy yang paling dihormati dan disegani, sehingga pembelaan Abu Tholib kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membuat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terjaga dan dan terlindungi dari gangguan orang-orang musyrik Quraisy selama beliau shallallahu 'alaihi wa sallam berada di kota Makkah

6. Kuatnya pembelaan Abu Tholib kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan besarnya rasa cinta Abu Tholib kepada keponakannya 

7. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak bisa memberikan hidayah taufik kepada siapapun, termasuk kepada pamannya Abu Tholib yang sangat beliau cintai, dan itulah makna firman Allah Ta'ala :

«إِنَّكَ لَا تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ»

Artinya : "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk." (Al-Qoshosh : 56)

8. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hanya bisa memberikan hidayah irsyad wal bayan kepada orang lain, dan itulah makna firman Allah Ta'ala :

«وَإِنَّكَ لَتَهْدِىٓ إِلَىٰ صِرَٰطٍۢ مُّسْتَقِيمٍۢ»

Artinya : "Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS. Asy-Syro : 52)

9. Orang yang mati diatas kekafiran meskipun itu karib kerabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tempat kembalinya adalah Neraka Jahannam dan tidak boleh didoakan ampunan bagi mereka sedikitpun, dan itulah makna firman Allah Ta'ala :

«مَا كَانَ لِلنَّبِىِّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَن يَسْتَغْفِرُوا۟ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوٓا۟ أُو۟لِى قُرْبَىٰ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَـٰبُ ٱلْجَحِيمِ»

Artinya : "Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam." (QS. At-Taubah : 113)

10. Keturunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam langsung atau yang mengaku nasabnya bersambung dengan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, hal itu tidak bisa menjamin ia masuk Surga, karena timbangan Surga Neraka adalah keimanan dan amalan

11. Nasab yang mulia tidak bisa menjamin dan menyelamatkan seseorang dari adzab Allah jika dia kafir

12. Wajibnya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya

13. Pentingnya tauhid


Related Posts:

URUTAN MENUNTUT ILMU SYAR'I

Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.

Pada masa-masa awal seseorang belajar dan menuntut ilmu syar'i, maka hendaknya mereka memulai perjalanan menuntut ilmunya dari kitab-kitab yang ringan, ringkasan-ringkasan, matan-matan kitab dan kitab-kitab ushul, sebagaimana yang di wasiatkan oleh para ulama.

.((قال أبو عبيد القاسم بن سلام : ((عجبت لمن ترك الأصول وطلب الفضول

وقال الحافظ النووي رحمه الله : ((وبعد حفظ القرآن يحفظ من كل فن مختصرا، ويبدأ بالأهم، ومن أهمها الفقه والنحو، ثم الحديث والأصول، ثم الباقي على ما تيسر

قال ابن أبي العز الحنفي : ((فالواجب على من طلب العلم النافع أن يحفظ كتاب الله ويتدبره، وكذلك من السنة ما تيسر له، ويطلع منها وتروى، ويأخذ معه من اللغة والنحو ما يصلح به كلامه، ويستعين به على فهم الكتاب والسنة، وكلام السلف الصالح في معانيها، ثم ينظر في كلام عامة العلماء الصحابة، ثم من بعدهم ما تيسر له من ذلك من غير تخصيص

[النبذ في آداب طلب العلم، ص ٩٨-٩٩. دار الاثرية]

⏩ Berkata Abu Ubaid Al-Qaasim bin Salaam : ((Aku heran dengan orang yang meninggalkan (tidak mau mempelajari) perkara ushul dan lebih mempelajari al-fudhuul (perkara-perkara yang terkait tentang keutamaan))).

⏩ Berkata Al-Haafidz An-Nawawiy rahimahullah : ((Setelah menghafal Al Qur'an hendaknya seseorang menghafal setiap cabang ilmu yang ringkas, dan hendaknya seseorang memulai dengan yang paling penting, dan diantara yang paling penting adalah ilmu fiqih, ilmu nahwu, kemudian ilmu hadits dan ilmu ushul, kemudian sisanya (pelajarilah) apa-apa yang mudah (baginya))).

⏩ Berkata Ibnu Abi Al-'Izz al-Hanafiy :((Yang wajib bagi orang-orang yang menuntut ilmun naafi' (ilmu syar'i), agar dia menghafal kitab Allah dan mentadaburinya, menghafal sebagian As-Sunnah apa yang mudah baginya, mempelajari dan memikirkannya, bersamaan dengan itu dia mempelajari ilmu bahasa arab dan ilmu nahwu apa yang dapat memperbaiki ucapannya, meminta pertolongan dengannya agar bisa memahami Al-Kitab dan As-Sunnah serta ucapan salafush sholih yang terkait dengan makna-makna As-Sunnah, lalu melihat ucapan para ulama dari kalangan sahabat tersebut secara umum, dan ucapan (orang orang yang datang) setelah mereka apa yang mudah baginya tanpa mengkhususkannya)). [An-Nubadz fii Adaab Tholabil 'Ilmi, hal. 98-99. Cet. Daarul Atsariyyah]

Atsar-atsar ini menunjukkan kepada kita bahwa dalam menuntut ilmu ada urutan-urutan yang harus di lewati. Diantara urutan menuntut ilmu yang semestinya dilewati oleh para penuntut ilmu selain hal-hal diatas antara lain, (1) mempelajari ilmu adab, (2) mempelajari ilmu nahwu, (3) mempelajari ilmu ushul fiqih, (4) mempelajari ilmu qoidah-qoidah fiqih, (5) mempelajari ilmu aqidah, (6) mempelajari ilmu hadits, (7) mempelajari ilmu tentang syarah hadits, (8) mempelajari ilmu fiqih, (8) mempelajari ilmu Al-Qur'an dan qoidah-qoidah tafsir,(9) mempelajari ilmu tafsir, (10) mempelajari ilmu mushtholah dan al-jarh wat-ta'dil, (11) mempelajari ilmu siroh dan faraid dll. Urutan-urutan ini bisa dilihat pada beberapa kitab diantaranya An-Nubadz fii Adaab Tholabil 'Ilmi. Inilah beberapa hal yang telah disebutkan oleh para ulama kepada kita agar kita mempelajarinya dan memperhatikannya, terutama ilmu-ilmu aqidah, adab serta ilmu nahwu dan lain sebagainya, sebagai langkah awal bagi kita dalam menuntut ilmu. Seandainya metode belajar kita langsung melompat ke jenjang yang lebih tinggi dan meninggalkan perkara-perkara yang mendasar, maka ushul ilmu kita tidak akan kokoh. Sebuah qoidah mengatakan :

من حرم الأصول حرم الوصول

"Barangsiapa yang mengharamkan ushul diharamkan bagi dia untuk sampai."

Faedah yang bisa diambil :

1. Hendaknya seorang penuntut ilmu syar'i memulai perjalanan menuntut ilmunya dari kitab-kitab yang ringan, ringkasan-ringkasan, matan-matan kitab, dan kitab-kitab ushul sebagaimana yang diwasiatkan oleh para ulama.

2. Diantara yang pertama yang harus dipelajari dari ilmu-ilmu tersebut adalah ilmu Al-Qur'an dan menghafalnya dari yang termudah dan seterusnya.

3. Diantara yang paling penting dari menghafal Al-Qur'an yaitu mulai menghafal dari surat-surat pendek, setelah itu meningkat pada surat yang panjang dan seterusnya. 

4. Diantara kitab-kitab ringkasan atau matan-matan kitab yang harus dipelajari oleh penuntut ilmu diantaranya ilmu fiqih, ilmu nahwu, ilmu hadits, dan ilmu ushul.

5. Yang dimaksud dengan ilmu ushul yaitu ilmu-ilmu yang menjadi pondasi dalam beragama seperti ilmu tauhid, ilmu aqidah, ushul fiqih, ushul tafsir, qoidah-qoidah fiqih dan ilmu-ilmu ushul lainnya.

6. Diantara ilmu ushul yang paling pokok adalah ilmu tauhid dan dibawahnya ada beberapa kitab dasar seperti :

- Al-Qowaidul Arba'
- Al-Ushuulu Ats-Tsalaatsah
- Nawaaqidul Islam
- Kasyfusy Syubuhat
- Kitaabut Tauhiid

7. Diantara ilmu ushul dalam ilmu aqidah yang harus dipelajari ada beberapa kitab dasar seperti :

- Al-Ushuulu As-Sittah
- Al-Aqidah Al-Waasithiyyah
- Lum'atul I'tiqood
- Mandzumah Al-Haa'iyyah

8. Diantara kitab Ushul dalam ilmu ushul fikih yang harus dipelajari ada beberapa kitab dasar seperti : 

- Al-'Ushul min 'Ilmil 'Ushul

9. Diantara ilmu ushul dalam ilmu fikih yang harus dipelajari ada beberapa kitab dasar seperti :

- Minhajus Saalikiin
- Al-Fiqhu Al-Muyassar fii Dhouil Kitab was Sunnah
- Al-Wajiz

10. Diantara ilmu ushul dalam qoidah-qoidah fikih yang harus dipelajari ada beberapa kitab dasar seperti :

- Al-Qowaidul Fiqhiyyah
- Al-Qowaidul Fiqhiyyah min Kitaab Jam'il Mahshul

11. Diantara ilmu ushul dalam ilmu tafsir yang dipelajari ada beberapa kitab dasar seperti :

- Ushul fit Tafsiir

12. Diantara ilmu ushul dalam bidang ilmu nahwu yang harus dipelajari ada beberapa kitab dasar seperti : 

- Al-Muyassar fii 'Ilmin Nahwi
- Mukhtarot
- Al-Jurumiyyah

13. Diantara ilmu ushul dalam mushthalah hadits yang harus dipelajari ada beberapa kitab dasar diantaranya : 

- Mandzumah Baiquniyyah

14. Diantara ilmu ushul dalam ilmu hadits yang harus dipelajari ada beberapa kitab dasar diantaranya : 

- Al-Arbain An-Nawawiyyah
- Umdatul Ahkam

15. Diantara ilmu ushul dalam ilmu tajwid yang harus dipelajari ada beberapa kitab dasar seperti :

- Metode Imam Asy-Syafi'i
- Al-Khulaashatu min Ahkaamit Tajwiid

16. Diantara ilmu ushul dalam ilmu menulis yang harus dipelajari ada beberapa kitab seperti :

- Qowaaidul Imla' dan lain-lain

Mulailah belajar agama dari kitab yang ringan, ringkasan-ringkasan, matan-matan kitab dan kitab-kitab ushul. Semoga yang sedikit ini bermanfaat untuk kita semua. 


Related Posts:

PENTINGNYA MENJAGA LISAN


Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'in. Wa ba'du.

Lisan bagaikan pisau bermata dua, sangat berbahaya dan membahayakan. Dan buruknya hati akan tampak dari ucapan-ucapan lisan, karena lisan adalah cerminan bagi hati. Itulah sebabnya para kafilah dari kabilah para singa mengatakan : 

"Lisan adalah cerminan hati. Buruknya hati akan tampak dari ucapan-ucapan lisan."

Karena itu, menjaga lisan merupakan hal yang sangat penting karena ia merupakan pokok seluruh kebaikan. Dengan lisan seseorang bisa masuk surga dan dengan lisan pula seseorang bisa masuk neraka. Telah datang peringatan dan ancaman yang keras terkait hal ini, baik dari Al Qur'an maupun dari sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. 

Para ulama mereka juga banyak mengingatkan kita tentang hal ini dalam kitab-kitab mereka, diantaranya Asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hammad al-'Abbaad al-Badr hafidzahullah dalam kitabnya "Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah".

Sebelum para ulama menulis kitab-kitab mereka, terlebih dahulu mereka menelaah, melihat realita yang terjadi ditengah-tengah umat, lalu menuliskan kitab-kitab yang menjelaskan tentang permasalahan tersebut. Diantara permasalahan yang banyak terjadi ditengah-tengah umat selain syirik dan kebid'ahan yaitu sulitnya manusia menjaga lisannya, banyak mengumpat, banyak mencaci-maki, banyak mencela, berbicara sembarangan, merendahkan orang lain, menggunjingkan orang lain, menjatuhkan kehormatan saudaranya, meng-hajr nya (memboikotnya) dan lain sebagainya.

Kemudian selain itu, carut-marutnya dunia karena banyaknya fitnah diakhir zaman ini, menyebabkan munculnya banyak perseteruan lain, baik dalam urusan agama maupun dalam urusan memperebutkan kekuasaan dengan perpolitikan kotor dan menghalalkan segala cara, mengadu-domba, menyebarkan berita-berita hoaks, saling menjatuhkan, saling mengghibah, saling menghujat, di dunia nyata, maupun di sosial media. Karena itu Asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hammad al-'Abbaad al-Badr benar-benar mengingatkan kita tentang semua itu, baik kepada ahlus sunnah, maupun kepada kaum muslimin secara umum. Diantaranya dengan membawakan dalil-dalil dari Al-Qur'an maupun dari sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dan diantara dalil-dalil dari Al-Qur'an yang beliau bawakan, yaitu firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوْلًۭا سَدِيدًۭا¤ يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَـٰلَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar." (QS. Al-Ahzab : 70-71)

Firman Allah Ta'ala :

 يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌۭ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًۭا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌۭ رَّحِيمٌۭ

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS.Al-Hujurat : 12)

Firman Allah Ta'ala :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِۦ نَفْسُهُۥ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ ٱلْوَرِيدِ¤ إِذْ يَتَلَقَّى ٱلْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلْيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٌۭ¤ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌۭ

Artinya : "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS.Qaf : 16-18)

Firman Allah Ta'ala :

وَٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَـٰتِ بِغَيْرِ مَا ٱكْتَسَبُوا۟ فَقَدِ ٱحْتَمَلُوا۟ بُهْتَـٰنًۭا وَإِثْمًۭا مُّبِينًۭا

Artinya : "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (QS.Al-Ahzab : 58)

Dan semua ayat-ayat diatas mengingatkan kita tentang bahaya lisan dan pentingnya kita menjaga lisan.

Kemudian Asy-Syaikh-pun mengutip beberapa hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengatakan :

وروى البخاري في صحيحه (٦٤٧٧) ومسلم في صحيحه (٢٩٨٨)، واللفظ لمسلم عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ((إن العبد ليتكلم بالكلمة ما يتبين ما فيها، يهوي بها في النار
.((أبعد ما بين المشرق والمغرب

وفي آخر حديث وصية النبي صلى الله عليه وسلم لمعاذ أخرجه الترمذي (٢٦١٦) وقال : ((حديث حسن صحيح))، قال صلى الله عليه وسلم : ((وهل بكل الناس في النار على وجوههم أو على مناهجهم الا حصائد ألسنتهم))، قاله جوابا لقول معاذ رضي الله
.((عنه ((يا نبي الله! وإنا لمؤاخذون بما نتكلم به؟

قال الحافظ ابن رجب في شرحه من كتابه جامع العلوم والحكم (١٤٧/٢) : ((والمراد بحصائد الألسنة : جزاء الكلام المحرم وعقوباته ؛ فإن الإنسان يزرع بقوله وعمله الحسنات والسيئات، ثم يحصد يوم القيامة ما زرع، فمن زرع خيرا من قول أو عمل حصد الكرامة، فمن زرع شرا من قول أو عمل حصد غدا
.((الندامة

وقال (١٤٦/٢) : ((هذا يدل على أن كف اللسان وضبطه وحبسه هو أصل الخبر كله، وإن من ملك
.((لسانه فقد ملك أمره وأحكمه وضبطه

[رفقا أهل السنة بأهل السنة، تاليف الشيخ عبد المحسن بن حمد العباد البدر، ص : ١٩-٢٠]

"Al-Bukhaari meriwayatkan dalam shohihnya (6477) demikian juga Muslim dalam shahihnya (2988), dan lafadz ini milik Muslim dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata, yang ia tidak memerhatikannya (tidak memikirkan kejelekan dan dampaknya), ternyata menggelincirkan ia ke dalam neraka lebih jauh dari apa-apa yang ada di antara timur dan barat)).

Dan diakhir hadits wasiat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Mu'adz dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (2616) dan dia berkata ((Hadits hasan shohih)), Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Bukankah manusia itu disungkurkan di Neraka diatas  wajah mereka atau diatas hidung mereka kecuali karena ucapan lisan-lisan mereka?)).

Berkata Al-Hafidz Ibnu Rojab dalam syarah kitabnya Jaami'ul 'Uluum wal Hikam (2/147) : ((yang dimaksud dengan حصائد الألسنة : yaitu balasan bagi ucapan yang haram dan hukuman-hukumannya ; karena sesungguhnya manusia itu dia akan menanam kebaikan atau menanam keburukan dengan ucapannya, kemudian dia akan menuai pada hari kiyamat apa yang telah dia tanam, barangsiapa yang menanam kebaikan berupa ucapan atau amalan dia pasti akan menuai kemuliaan, dan barangsiapa yang menanam keburukan berupa ucapan atau amalan besok dia akan menuai penyesalan)).

Dan dia -Al-Hafidz Ibnu Rojab dalam kitabnya Jaami'ul 'Uluum wal Hikam  (2/146) berkata juga : ((Ini menunjukkan bahwa menjaga lisan, menahannya serta memenjarakannya merupakan pokok kebaikan seluruhnya, karena sesungguhnya orang yang mampu menguasai lisannya (berarti) sungguh dia telah menguasai urusannya, mengokohkannya serta menguatkannya)). [Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, penyusun Asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hammad al-'Abbaad al-Badr, hal.19-20)]

Jika cacian dan celaan terjadi dalam bentuk tulisan, maka semua akan menjadi dosa yang akan dihisab dan akan tertulis dalam catatan amal seorang hamba. Berkata penyair :

كتبت وقد أيقنت يوم كتابتي

بأن يدي تنفى ويبقى كتابها

فإن عملت خيرا ستجزى بمثله

وإن عملت شرا علي حسابها

[رفقا أهل السنة بأهل السنة، تأليف الشيخ عبد المحسن بن حمد العباد البدر : ص ١٦]

"Aku telah menulis dan aku sungguh yakin di hari aku menulisnya.
Bahwasannya tanganku akan musnah dan akan kekal tulisannya.
Dan apabila tangan-ku tersebut melakukan amal kebaikan maka dia akan dibalas dengan yang semisalnya.
Dan apabila dia melakukan keburukan maka bagiku hisabnya." 
[Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlus Sunnah, penulis Asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hammad al-'Abbaad al-Badr, hal.16]

Berkata Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzahullah mengutip perkataan Imam Ibnu Hibban rahimahullah :

قال الإمام أبو حاتم بن حبان في كتابه روضة العقلاء و نزهة الفضلاء (ص : ٩٤

لسان العاقل يكون وراء قلبه، فإذ أراد القول رجع إلى القلب، فإن كان له قال، و الا فلا، والجاهل قلبه في طرف لسانه، ما أتى على
.لسانه تكلم به، و ما عقل دينه من لم يحفظ لسانه

[رفقا أهل السنة بأهل السنة، تأليف الشيخ عبد المحسن بن حمد العباد البدر : ص ١٨-١٩]

Berkata Imam Abu Hatim bin Hibban dalam kitab Raudhatul 'Uqola wa Nuzhatul Fudhola' halaman 49:

"Lisannya orang yang berakal berada di belakang hatinya, apabila dia ingin mengatakan sesuatu dia kembalikan pada hatinya, apabila baik dia akan berbicara dan apabila tidak maka dia tidak berbicara. Dan orang yang bodoh, hatinya berada di ujung lisannya, apa saja yang hinggap di lisannya dia akan mengatakannya, betapa rendah agama orang yang tidak bisa menjaga lisannya." [Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlus Sunnah, penulis Asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hammad al-'Abbaad al-Badr, hal.18-19]

⏩ Faedah yang bisa diambil :

1. Pentingnya menjaga lisan 

2. Menjaga lisan termasuk wasiat Allah 'Azza wa Jalla dan wasiat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kita dan kepada seluruh orang-orang yang beriman

3. Pentingnya memunculkan sifat husnudzon, karena memang hukum asal terhadap sesama manusia adalah husnudzon bukan su'udzon

4. Adanya ancaman bagi orang yang tidak bisa menjaga lisannya, menunjukkan dosa yang ditimbulkan oleh lisan termasuk dosa yang besar

5. Diantara ancaman bagi orang yang tidak bisa menjaga lisannya yaitu akan digelincirkan ia kedalam neraka lebih jauh dari barat dan timur, disungkurkan wajah dan hidung kedalam api neraka dll

6. Tidak bolehnya mencaci-maki, mencela, merendahkan orang lain, menggunjingnya, menjatuhkan kehormatannya,  karena semua itu termasuk dosa lisan yang akan menyebabkan petaka bagi pelakunya di dunia lebih-lebih di akhirat

7. Haramnya mencaci-maki atau mencela, merendahkan orang lain,  menggunjingnya, menjatuhkan kehormatannya, lebih-lebih jika ia adalah seorang muslim

8. Barangsiapa yang menanam kebaikan dengan ucapannya, maka dia akan menuai kemuliaan dan pahala pada hari kiyamat, dan barangsiapa yang menanam keburukan dengan ucapannya, maka dia akan memanen kehinaan dan memikul dosa pada hari kiyamat

9. Menahan lisan dari berbicara kecuali kebaikan adalah pokok seluruh kebaikan  dan membiarkan lisan berbicara keburukan merupakan pokok seluruh keburukan

10. Setiap apa yang manusia ucapkan, disisi mereka ada malaikat penjaga yang selalu hadir, mencatat dan mengawasinya, maka berhati-hatilah. Allah Ta'ala berfirman : 

مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌۭ

Artinya : "Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. Qof : 18)

Dalam ayat yang lain Allah Ta'ala berfirman :

وَوُضِعَ ٱلْكِتَـٰبُ فَتَرَى ٱلْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَـٰوَيْلَتَنَا مَالِ هَـٰذَا ٱلْكِتَـٰبِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةًۭ وَلَا كَبِيرَةً إِلَّآ أَحْصَىٰهَا ۚ وَوَجَدُوا۟ مَا عَمِلُوا۟ حَاضِرًۭا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًۭا

Artinya : "Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun". (QS. Al-Kahfi : 49)

11. Tahanlah tangan kita dari menulis, membuat status, membuat cuitan, membuat postingan kecuali kebaikan, karena apa saja yang kita tuliskan di sosial media bisa jadi akan menjadi dosa jariah yang akan dimintai pertanggung jawabannya nanti pada hari kiyamat,

12. Tangan yang membuat tulisan, postingan, cuitan, status, berupa cacian atau celaan, ejekan atau hujatan dll, maka tangan itu akan diminta pertanggung jawabannya nanti pada hari kiyamat. Lalu tangan tersebut akan menceritakan semua keadaannya dan perbuatanya dihadapan Allah. Allah Ta'ala berfirman : 

ٱلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰٓ أَفْوَٰهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

Artinya : "Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan-tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki-kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan." (QS. Yasin : 65)

13. Keutamaan menjaga lisan dan tangan

14. Keutamaan takwa kepada Allah

Semoga bermanfaat.

Baca juga : Menjaga Lisan Dari Berbicara Kecuali Kebaikan

***

Dompu, 2 Rabiul Awwal 1442 H/19 Oktober  2020

Penulis : Abu Dawud ad-Dompuwiyy 

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com 


Related Posts:

BEBERAPA ATSAR BERMANFAAT DARI SALAF














1. JAUHKAN DIRI DARI DUSTA

.((عن أبي بكر الصديق رضي الله عنه أنه قال : ((يا أيها الناس ؛ إياكم والكذب ؛ فإن الكذب مجانب للإيمان

.رواه أحمد ؛ وإسناده صحيح

[الغرر من موقوف الأثر للشيخ صالح بن عبد الله بن حمد العصيمي، ص : ٤]

Dari Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata : ((Wahai Manusia, hati-hatilah kalian dari dusta, karena dusta akan menjauhkan dari keimanan)). 

Diriwayatkan oleh Ahmad ; dan sanadnya shohih. [Al-Ghuror min Mauquufil Atsar, karya Asy-Syaikh Sholih bin Abdillah bin Muhammad al-'Ushaimiy, hal : 4]


2. PENGHANCUR AGAMA ADA 3

،عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه أنه قال لزياد بن حدير : ((هل تعرف ما يهدم الإسلام))، قال : قلت : لا. قال : ((يهدمه زلة العالم
 .((وجدال المنافق بالكتاب، وحكم الأئمة المضلين

.رواه الدارمي ؛ وإسناده صحيح

[الغرر من موقوف الأثر للشيخ صالح بن عبد الله بن حمد العصيمي، ص : ٥]

Dari Umar radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata kepada Ziyad bin Khudair : ((Apakah engkau tahu apakah yang menghancurkan Islam?)), Ia berkata : Aku katakan : Tidak. Umar berkata : ((Penghancur Islam yaitu ketergelinciran ulama, orang munafik yang mendebat Al-Qur'an, dan hukum para pemimpin yang menyesatkan)).

Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy ; dan sanadnya shohih. [Al-Ghuror min Mauquufil Atsar, karya Asy-Syaikh Sholih bin Abdillah bin Muhammad al-'Ushaimiy, hal : 5]


3. MEMBUNUH SATU ORANG SAMA SEPERTI MEMBUNUH SEMUA MANUSIA

.((عن عثمان بن عفان رضي الله عنه أنه قال : ((ولله لئن قتلت رجلا واحدا ؛ لكأنما قتلت الناس جميعا

.رواه سعيد بن منصور عن أبي هريرة رضي الله عنه ؛ وفيه قصة ؛ وإسناده صحيح

[الغرر من موقوف الأثر للشيخ صالح بن عبد الله بن حمد العصيمي، ص : ٦]

Dari Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata : ((Demi Allah seandainya kamu membunuh satu orang saja ; seakan-akan kamu membunuh manusia semuanya)).

Diriwayatkan oleh Sa'id bin Manshur dari Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu ; dan didalamnya ada kisah (yang panjang) ; dan sanadnya shohih. [Al-Ghuror min Mauquufil Atsar, karya Asy-Syaikh Sholih bin Abdillah bin Muhammad al-'Ushaimiy, hal : 6]


4. ANTARA HILANGNYA DUNIA DAN HILANGNYA AGAMA

: قال العلامة صالح الفوزان حفظه الله
.الدنيا إذا زالت يعوض الله عنها؛ لأن الرزق بيد الله، لكن الدين إذا زال ما الذي يعوضه

وقال أيضا
 إذا زال الدين ماذا يبقى؟ لو تعطى الدنيا كلها فإنها لا تنفعك، أما إذا بقي معك الدين ولو زالت الدنيا كلها ما ضرك شيء بإدن الله 

[شرح رسالة الدلائل في حكم موالاة أهل الإشراك،  ص ٨٠]

Berkata Al-'Allamah Sholeh Fauzan hafidzahullah :

"Dunia apabila dia lenyap, Allah akan mengganti kerugian dari dunia tersebut ; karena rizki itu di tangan Allah. Akan tetapi agama apabila dia lenyap, tidak ada yang dapat mengganti kerugiannya."

Beliau juga berkata : "Jika agama itu lenyap, apakah yang akan kekal? Seandainya dunia itu diberikan seluruhnya, maka dunia tidak akan bermanfaat bagimu. Adapun apabila agama itu kekal bersamamu meskipun dunia lenyap seluruhnya, maka sesuatu apapun tidak akan memudhorotkanmu dengan izin Allah."  [Syarh Risaalatid Dalaa'il fii Hukmi Muwaalaati Ahlil Isyraak hal : 80]


5. MENGULANG-ULANG ILMU

Sesungguhnya ilmu itu akan hilang jika tidak tidak diulang-ulang, di murojaah, di baca-baca kembali dan di diskusikan.

.((وقال الزهري رحمه الله : ((إنما يذهب العلم النسيان وترك المذاكرة

[النبذ في آداب طلب العلم، ص : ١٣٦. دار الأثرية]

Berkata Az-Zuhri rahimahullah : ((Sesungguhnya lupa dan meninggalkan mudzaakarah (berdiskusi/belajar bersama) akan menghilangkan ilmu)). [An-Nubadz fii Aadaab Tholabil 'Ilmi, hal.136. Cet. Daarul Atsariyyah]


6. KEUTAMAAN AHLI HADITS

عن المغيرة بن شعبة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ((لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين حتى يأتيهم أمر الله وهم
.ظاهرون)). رواه البخاري

[كتاب الأربعين في مذهب السلف، تأليف الشيخ علي بن يحيى الحجاجي، ص.١٠]

"Dari Mughiroh bin Syu'bah radhiyallahu Ta'ala 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda : ((Senantiasa ada sekolompok dari umatku orang-orang yang tegak -diatas kebenaran- sampai datang kepada mereka perintah Allah sedangkan mereka dalam keadaan menang)). Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari.

Jumhur ulama telah menerangkan bahwasanya mereka adalah para ahli hadits." [Kitaabul 'Arbaa'iin fii Madzhabis Salaf, Ta'lif Asy-Syaikh Ali bin Yahya al-Hadaadiy, hal. 10]

Faedah dari hadits diatas :

1. Pada setiap zaman selalu ada dari umat Islam orang-orang yang tegak diatas kebenaran hingga menjelang hari kiyamat.

2. Tidak memudhorotkan mereka orang-orang yang membenci mereka dan yang memusuhi mereka dan tidak akan merubah pendirian mereka.

3. Mereka adalah ahlul haq, al-firqatun naajiyah (golongan yang selamat), ath-thoifah al-manshuurah (golongan yang ditolong), mereka adalah ashaabul hadits (para ahli hadits).


7. ORANG YANG SEDIKIT AIBNYA

.((عن طلحة بن عبيد الله رضي الله عنه أنه قال : ((أقل لعيب المرء أن يجلس في داره

.رواه وقيع وأبو داود كلاهما في (الزهد) ؛ وإسناده صحيح

[الغرر من موقوف الأثر للشيخ صالح بن عبد الله بن حمد العصيمي، ص :٩]

Dari Tholhah bin Ubaidillah radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata : ((Orang yang paling sedikit aibnya adalah yang duduk di rumahnya)).

Diriwayatkan oleh Waqi' dan Abu Dawud dalam (Az-Zuhd) ; sanadnya shohih. [Al-Ghuror min Mauquufil Atsar, karya Asy-Syaikh Sholih bin Abdillah bin Muhammad al-'Ushaimiy, hal : 9]

Faedah dari atsar diatas :

1. Anjuran untuk tidak banyak bergaul bukan larangan untuk bergaul, sebab kuper (kurang bergaulan) juga tidak baik dan koper (korban pergaulan) juga tidak baik karena itu ambil jalan tengah.

2. Bergaullah seperlunya, dan jangan bergaul dengan orang-orang yang sombong, ujub dan suka merendahkan orang lain. Dan jangan bergaul pula dengan orang yang suka mengghibah, mengadu domba, memfitnah, dan menjatuhkan kehormatan kaum muslimin dan orang-orang yang menentang syariat, karena hal itu akan menambah dosa dan kerasnya hati.

3. Banyak bergaul akan menyebabkan aib-aib-mu diketahui oleh manusia dan engkau-pun akan mengetahui banyak dari aib-aib orang lain.

4. Di zaman sekarang seseorang yang bertakwa kepada Allah tidak akan selamat dari cibiran manusia demikian juga yang bermaksiat kepada Allah. Dan ucapan manusia diakhir zaman ini tidak akan ada ujungnya.

5. Dalam bergaul maka carilah teman-teman yang sholeh atau teman-teman yang baik, karena hal itu akan berakibat baik bagi kehidupan agama seseorang serta akan berakibat baik pula bagi kehidupan dunianya.




Related Posts:

TAKUT KEPADA SYIRIK #2








Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.

Kesyirikan merupakan dosa besar yang paling besar diantara seluruh dosa besar, karena demikian selayaknya bagi kita semua agar menanamkan rasa takut yang besar dari terjatuh pada dosa tersebut. 

Para ulama diantaranya Asy-Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah pernah membuat satu bab dalam kitab beliau berjudul Kitab Tauhid, yaitu "Bab Takut Kepada Syirik", beliau lalu membawakan firman Allah Ta'ala :

«إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ إِثْمًا عَظِيمًا»

Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (QS. An-Nisaa' : 48)

Terkait firman Allah diatas, Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Asy-Syaikh dalam syarahnya mengatakan :

وقال ابن كثير : أخبر تعالى أنه : «لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ» أي : لا يغفر لعبد لقيه وهو مشرك : «وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ» أي : من الذنوب لمن يشاء من عباده. انتهى

فتبين بهذه الآية أن الشرك أعظم الذنوب، لأن الله تعالى أخبر أنه لا يغفره لمن لم يتب منه، وما دونه من الذنوب فهو داخل تحت المشيئة إن شاء غيره لمن لقيه به، وإن شاء عذبه. وذلك يوجب للعبد شدة الخوف من الشرك الذي شأنه عند الله، لأن أقبح القبيح وأظلم الظلم، وتنقص لرب العالمين ؛ وصرف خالص حقه لغيره ؛ وعدل غيره به، كما قال تعالى : «ثُمَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ» الأنعام : ١

[فتح المجيد شرح كتاب التوحيد، ص ٦٥. دار السلام]

Berkata Ibnu Katsir : "Allah Ta'ala telah mengabarkan bahwasanya Dia : «Tidak akan mengampuni dosa syirik» yaitu : Dia tidak akan mengampuni seorang hamba yang berjumpa dengan-Nya sedangkan dia dalam keadaan berbuat syirik : «Dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya» Maksudnya : Dari dosa-dosa, bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Selesai -ucapan beliau-.

Ayat ini menunjukkan bahwa syirik merupakan dosa yang paling besar, karena Allah Ta'ala telah mengabarkan bahwasanya Dia tidak akan mengampuni orang yang tidak bertaubat dari kesyirikan, adapun apa saja yang berada dibawah tingkatkan syirik dari dosa-dosa tersebut, maka hal itu tergantung kehendak Allah, jika Dia menghendaki Dia akan mengampuninya, bagi siapa saja yang berjumpa dengan-Nya dengan dosa dibawah tingkatkan syirik tersebut, dan jika Dia menghendaki Dia pula akan mengadzabnya. Karena itulah Dia (Allah) telah mewajibkan bagi seorang hamba agar menguatkan rasa takutnya terhadap kesyirikan yang urusannya ada disisi Allah, karena yang paling buruk dari yang buruk, yang paling dzolim dari kedzoliman yaitu merendahkan Rabb semesta alam ; memalingkan kemurnian hak-Nya untuk selain-Nya, menetapkan keadilan untuk selain-Nya dengannya, sebagaimana firman Allah Ta'ala (artinya) : «Namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka» [Al-An'am : 1]. [Fathul Majiid, Syarh Kitaabit Tauhiid, hal. 65. Cet. Daarus Salaam]

Berkata Asy-Syaikh Sholih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan terkait surat An-Nisaa' ayat 48 diatas : 

أن الله سبحانه يخبر خبرا مؤكدا أنه لا يغفر لعبد لقيه وهو مشرك به ليحذرنا من الشرك، وأنه يغفر ما دون الشرك من الذنوب لمن يشاء أن يغفر له تفضلا وإحسانا ؛ لئلا نقنط من رحمة الله. 

[الملخص في شرح كتاب التوحيد، ص ٤٣. دار العاصمة]

"Sesungguhnya Allah Subhaanahu telah mengabarkan kabar yang pasti, bahwasanya Dia tidak akan mengampuni seorang hamba yang berjumpa dengan-Nya (mati) dalam keadaan menyekutukan-Nya, agar Dia memberikan peringatkan kepada kita dari kesyirikan, dan mengampuni apa-apa yang dibawah tingkatkan syirik itu dari dosa-dosa bagi siapa yang Dia kehendaki, jika Dia mengampuni dosa dosa tersebut, itu sebagai karunia dan kebaikan (dari-Nya) ; supaya kita tidak berputus asa dari rahmat Allah." [AL-Mulakhkhosh fii Syarh Kitaabit Tauhiid, hal. 43. Cet. Daarul 'Aashimah]

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul 'Aziz Sulaiman al-Qar'awiy mengenai ayat diatas :

.إن الله لا يغفر أن يشرك به : لا يغفر لعبد لقيه يعبد معه غيره أو يصرف له شيئا من أنواع العبادة
.ويغفر ما دون ذلك : يغفر جميع الذنوب غير الشرك
.لمن يشاء : لمن يريد المغفرة له
.ومن يشرك بالله : ومن يعبد معه غيره
.افترى : كذب
.اثنا : ذنبا
.عظيما : كبيرا

[الجديد في شرح كتاب التوحيد، ص ٥٤. مكتبة السوادي للتوزيع]

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik" : Maksudnya Dia tidak akan mengampuni seorang hamba yang berjumpa dengan-Nya (mati) dalam keadaan dia menyembah bersama Allah selain-Nya (berbuat syirik) atau dia memalingkan untuk Allah sesuatu dari macam-macam ibadah.

"Dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu" : Maksudnya mengampuni seluruh dosa-dosa yang selain dari syirik.

"Bagi siapa yang dikehendaki-Nya" : Maksudnya bagi siapa yang Dia inginkan untuknya ampunan.

"Barangsiapa yang menyekutukan Allah" : Maksudnya barangsiapa yang beribadah kepada-Nya juga beribadah kepada selain-Nya.

"Dia telah melakukan" : Maksudnya dia telah berdusta. 

"Itsman": Maksudnya yaitu dosa.

"Adziiman" : Maksudnya yaitu (dosa) yang sangat besar." [Al-Jadiid fii Syarh Kitaabit Tauhiid, hal. 54. Cet. As-Sawaadiy Lit-Tauzii']

Kemudian Asy-Syaikh melanjutkan ucapannya :

لما كان الشرك وهو أخطر الذنوب وأقبحها وأشدها عقوبة لما فيه من تنقيض للرب عز وجل وتشبيهه بمخلوقاته أخبر الله في هذه الآية أنه لن يغفر لصاحب شرك مات على شركه وأما من مات على التوحيد وعنده بعض الذنوب فإن الله وعد بالمغفرة له وفق مشيئته ثم علل عدم المغفرة للمشركين بأنهم بعملهم هذا قد كذبوا على الله بعبادتهم معه غيره وارتكبوا ذنبا كبيرا لا يساويه ذنب

[الجديد في شرح كتاب التوحيد، ص ٥٤. مكتبة السوادي للتوزيع]

"Tatkala kesyirikan merupakan dosa-dosa yang paling berbahaya, yang paling jelek dan paling besar untuk mendapatkan siksa pada apa saja yang terkait dengannya, seperti menentang Allah 'Azza wa Jalla, menyerupakan-Nya dengan makhluk-makhluk-Nya, lalu Allah-pun menceritakan dalam ayat ini bahwasanya Dia, tidak akan mengampuni pelaku syirik yang mati diatas kesyirikannya. Adapun siapa saja yang mati diatas tauhid meskipun dia memiliki dosa-dosa, maka sesungguhnya Allah telah menjajikan ampunan baginya sesuai dengan kehendak-Nya, kemudian Dia menerangkan tentang tidak diampuninya orang-orang yang berbuat syirik, karena sesungguhnya mereka ini dengan amalannya telah berdusta kepada Allah dengan beribadahnya mereka kepada-Nya dan kepada selain-Nya, dan mereka juga telah melakukan perbuatan dosa besar (yang lain) yang dosa-dosa tersebut tidak akan Dia samakan (dengan dosa syirik)." [Al-Jadiid fii Syarhi Kitaabit Tauhiid, hal. 54. Cet. As-Sawaadiy Lit-Tauzii']

Karena demikian, jauhilah semua bentuk dosa syirik, kerana dosa syirik  merupakan dosa yang tidak akan diampuni. 

Faedah yang bisa diambil :

1. Surat An-Nisaa' ayat 48 diatas menunjukkan kepada kita bahwasanya kesyirikan merupakan dosa besar yang paling besar diantara dosa-dosa besar, karena itu barangsiapa yang mati dalam keadaan membawa dosa syirik, dia tidak akan diampuni oleh Allah _Subhaanahu wa Ta'ala_.

2. Wajib bagi seorang hamba menguatkan dan menumbuhkan rasa takut yang besar terhadap dosa syirik, karena besarnya dosa tersebut. 

3. Apapun dosa besar yang berada dibawah tingkatkan syirik, masih ada harapan untuk diampuni meskipun sepenuh bumi, selama hamba tersebut tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Tapi jika Allah kehendaki Dia juga akan mengadzabnya.

4. Syirik merupakan keburukan yang paling buruk dan kedzoliman yang paling dzolim, Allah _Ta'ala_ berfirman : 

«وَإِذْ قَالَ لُقْمَـٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَـٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌۭ»

Artinya : "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Lukman : 13)

5. Orang yang berbuat syirik dia bisa kafir keluar dari Islam sebagaimana firman Allah Ta'ala :

«ثُمَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ»

Artinya : "Namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka." (QS. Al-An'am : 1)

Allah Ta'ala juga berfirman :

«وَمَن يَدْعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَـٰهًا ءَاخَرَ لَا بُرْهَـٰنَ لَهُۥ بِهِۦ فَإِنَّمَا حِسَابُهُۥ عِندَ رَبِّهِۦٓ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُفْلِحُ ٱلْكَـٰفِرُونَ»

Artinya : "Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung." (QS. Al-Mu'minun : 118)

6. Luasnya rahmat dan ampunan Allah bagi pelaku dosa besar.

7. Adanya ampunan Allah bagi pelaku dosa besar dibawah tingkatkan syirik yang bertauhid kepada Allah, merupakan isyarat bagi pelaku dosa besar agar mereka tidak berputus asa dari rahmat Allah yang Maha luas.

8. Ampunan Allah bagi pelaku dosa besar dibawah tingkatkan syirik yang bertauhid kepada Allah, merupakan dalil bahwa pelaku dosa besar tidak kafir.

9. Ampunan Allah bagi pelaku dosa besar dibawah tingkatkan syirik yang bertauhid kepada Allah, merupakan bantahan bagi kelompok khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar.

10. Besarnya keutamaan tauhid

11. Pentingnya mempelajari tauhid.

Masih banyak faedah-faedah lain yang tidak bisa kami simpulkan. Wallahu a'lam. Semoga yang sedikit ini bermanfaat.

Baca juga : Takut Kepada Syirik #1

Related Posts:

TAKUT KEPADA SYIRIK #1

Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du. 

Berbicara tentang kesyirikan, maka dosa syirik merupakan dosa besar yang paling besar diantara seluruh dosa-dosa besar. Tidak ada satu dosa-pun yang bisa menandinginya. 

Dari generasi ke generasi, dosa kesyirikan ini senantiasa terulang kembali,  sejak zaman Nabi Nuh, hingga zaman Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, dari zaman Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, hingga zaman kita sekarang ini. Karena itu, sudah selayaknya bagi kita semua untuk merasa takut darinya.

Baca Juga : Takut Kepada Syirik #2

Karena dahsyatnya dosa syirik ini, maka Allah Ta'ala-pun enggan mengampuni mereka yang mati dalam keadaan membawa dosa syirik.  Allah subhaanahu wa Ta'ala berfirman :

«إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ إِثْمًا عَظِيمًا»

Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (QS. An-Nisaa' : 48)

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul 'Aziz Sulaiman al-Qar'awiy mengenai ayat diatas :

.إن الله لا يغفر أن يشرك به : لا يغفر لعبد لقيه يعبد معه غيره أو يصرف له شيئا من أنواع العبادة
.ويغفر ما دون ذلك : يغفر جميع الذنوب غير الشرك
.لمن يشاء : لمن يريد المغفرة له
.ومن يشرك بالله : ومن يعبد معه غيره
.افترى : كذب
.اثنا : ذنبا
.عظيما : كبيرا
[الجديد في شرح كتاب التوحيد، ص ٥٤. مكتبة السوادي للتوزيع]

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik" : Maksudnya Dia tidak akan mengampuni seorang hamba yang berjumpa dengan-Nya (mati) dalam keadaan dia menyembah bersama Allah selain-Nya atau dia memalingkan untuk Allah sesuatu dari macam-macam ibadah.

"Dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu" : Maksudnya mengampuni seluruh dosa-dosa yang selain dari syirik.

"Bagi siapa yang dikehendaki-Nya" : Maksudnya bagi siapa yang Dia inginkan baginya ampunan.

"Barangsiapa yang menyekutukan Allah" : Maksudnya barangsiapa yang beribadah kepada-Nya juga beribadah kepada selain-Nya.

"Dia telah melakukan" : Maksudnya dia telah berdusta. 

"Itsman": Maksudnya yaitu dosa.

"Adziiman" : Maksudnya yaitu (dosa) yang sangat besar." [Al-Jadiid fii Syarhi Kitaabit Tauhiid, hal. 54. Cet. As-Sawaadiy Lit-Tauzii']

Faedah yang bisa diambil :

1. Syirik merupakan dosa yang paling besar.

2. Allah tidak akan mengampuni seorang hamba yang mati dalam keadaan membawa dosa syirik.

3. Allah mengampuni segala dosa selain syirik, bagi siapa yang Dia kehendaki.

4. Barangsiapa yang menyekutukan Allah atau beribadah kepada selain-Nya, sungguh orang tersebut telah melakukan dosa yang sangat besar.

5. Pentingnya takut terhadap dosa syirik.

Related Posts:

TAUHID SEBAGAI PENGHAPUS DOSA-DOSA

Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du. 

Tauhid merupakan kunci utama untuk masuk kedalam surga, dan tauhid merupakan sebab utama terhapusnya dosa-dosa. Dalam sebuah hadits disebutkan.

وللترمذي وحسنه : عن أنس رضي الله عنه سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ((قال الله تعالى ؛ يا ابن آدم، لو أتيتني بقراب الأرض خطايا
.((ثم لقيتني لا تشرك بي شيئا لأتيتك بقرابها مغفرة

فتح المجيد شرح كتاب التوحيد، ص ٤٨-٤٩. دار]
[السلام

Diriwayatkan dari Tirmidzi dan beliau menghasankannya, dari Anas (berkata) aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Allah Ta'ala berfirman ; "Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa sepenuh bumi dosa, kemudian engkau berjumpa dengan-Ku (mati) dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, sungguh Aku akan mendatangimu dengan sepenuh bumi ampunan")). [Fathul Majiid Syarh Kitaabit Tauhiid, hal. 48-49. Cet. Daarus Salaam]

📚 Faedah yang bisa diambil :

1. Makna dari وللترمذي وحسنه maksudnya bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh  Imam Tirmidzi dan sanadnya hasan.

2. Makna بقراب maksudnya yaitu sepenuh bumi atau apa yang mendekati sepenuh bumi. Maksudnya seandainya seseorang bertemu dengan Allah pada hari kiyamat dengan membawa sepenuh bumi dosa atau yang mendekati itu, Allah akan datangkan ampunan selama dia bertauhid

3. Makna ثم لقيتني لا تشرك بي شيئا maksudnya yaitu engkau diwafatkan dalam keadaan selamat dari syirik, dan selamat dari syirik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan ampunan dari Allah meskipun dosa tersebut sepenuh bumi. 

4. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan tentang Rabb-nya Allah 'Azza wa Jalla bahwasanya Dia berbicara kepada hamba-Nya dan menjelaskan kepada mereka tentang luasnya rahmat-Nya. Dan bahwasanya Dia mengabarkan bahwa Dia mengampuni segala dosa selain syirik sebagaimana firman-Nya Ta'ala :

«إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ»

Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. An-Nisaa' : 48)

5. Pada hadits diatas, ada dalil yang menunjukkan tentang besarnya balasan bagi orang yang bertauhid, dan bahwasanya tauhid itu bisa menghapus seluruh dosa meskipun dosa itu sepenuh bumi.

6. Pada hadits diatas, ada dalil yang menunjukkan tentang keutamaan tauhid dan besarnya pahala bagi orang-orang yang mentauhidkan Allah Subhaanahu wa Ta'ala.

7. Pada hadits diatas, menunjukkan kepada kita tentang luasnya rahmat dan ampunan-Nya bagi pelaku dosa besar, selama mereka mati dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.

8. Pada hadits diatas, ada bantahan kepada kelompok khowarij yang mengkafirkan seluruh pelaku dosa besar yang dibawah tingkatkan syirik, padahal dosa selain syirik meskipun besar masih tetap ada ampunannya selama mereka mentauhidkan Allah.

9. Pada hadits diatas, ada penetapan tentang sifat berbicanya Allah Ta'ala, yang sifat berbicara tersebut sesuai dengan ketinggian Allah dan keagungan-Nya Subhaanahu wa Ta'ala.

10. Pada hadits diatas, terkandung makna laa ilaaha illallah, dan orang yang mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah wajib baginya meninggalkan segala bentuk kesyirikan, sedikit ataupun banyak, nampak maupun tersembunyi, bukan hanya sekedar mengucapkannya ribuan kali, tetapi harus disertai pula dengan memenuhi semua rukun-rukunnya beserta syarat-syaratnya.

11. Pada hadits diatas, ada penetapan tentang hari kebangkitan, adanya hisab, dan adanya balasan pahala bagi orang-orang yang bertakwa.

12. Pada hadits diatas, terkandung didalamnya pesan yang agung tentang wajibnya mempelajari tauhid, mengisi setiap sendi kehidupan dengan tauhid, serta mendakwahkannya dan mati diatasnya.

Tentunya masih banyak faedah-faedah lain yang terkandung dalam hadits tersebut, dan emoga yang sedikit ini bermanfaat untuk kita semua. Baarakallahu fiikum. 


Related Posts: