ADAB MENUNTUT ILMU #1

Bismillah, alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahabihi ajma'in. Wa ba'du.

Menuntut ilmu memiliki banyak keutamaan, dan diantaranya keutamaannya, kita diperintahkan untuk berilmu sebelum berucap dan mengamalkan. Allah Ta'ala firman-Nya : 

«فَٱعْلَمْ أَنَّهُۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسْتَغْفِرْ لِذَنۢبِك»

Artinya : "Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu..." (QS. Muhammad : 19)

Pada ayat yang lain, Allah menyebutkan bahwa Dia akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat sebagai bentuk keutamaan, Allah berfirman :

«يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَـٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍۢ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌۭ»

Artinya : "Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujaadilah : 11)

Setelah Allah menyebutkan keutamaan ilmu dan orang yang berilmu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam-pun telah bersabda dalam hadits Abu Darda' radhiyallahu 'anhu menjelaskan tentang keutamaan para penuntut ilmu :

عن أبي الدرداء رضي الله تعالى عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ((من سلك طريقا يبتغي فيه علما سلك الله له طريقا إلى الجنة وإن الملائكة لتضع أجنحتها رضاء لطالب العلم وإن العالم ليستغفر له من في السماوات ومن في الأرض حتى الحيتان في الماء وفضل العالم على العابد كفضل القمر على سائر الكواكب إن العلماء ورثة الأنبياء إن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما إنما ورثوا العلم فمن أخذ به أخذ بحظ وافر

[كتاب الأربعين في مذهب السلف، تأليف الشيخ علي بن يحيى الحدادي، ص : ١١]

Dari Abu Darda' radhiyallahu 'anhu berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga dan sesungguhnya para malaikat benar-benar akan meletakkan sayap-sayapnya ridho kepada penuntut ilmu dan sesungguhnya orang yang berilmu benar-benar akan dimintakan ampun oleh penduduk langit maupun penduduk bumi, sampai ikan-ikan didalam air. Dan keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang-bintang, sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham hanya saja yang mereka mewariskan adalah ilmu, barangsiapa yang mengambilnya dia telah mengambil bagian yang berlimpah)). [Kitaabul 'Arba'iin fii Madzhabis Salaf, Ta'lif Asy-Syaikh Ali bin Yahya al-Hadaadiy, hal.11]

Karena banyaknya keutamaan yang didapatkan oleh para penuntut ilmu, ditambah majelis-majelis ilmu banyak dihadiri oleh para malaikat, maka kita-pun sangat butuh pada adab-adab dalam menuntut ilmu tersebut.

Adab Pertama : Mengikhlaskan niat karena Allah Ta'ala

Wajib bagi penuntut ilmu agar mengiklaskan niat karena Allah Ta'ala dalam menuntut ilmu berdasarkan firman Allah Ta'ala :

«وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ»

Artinya : "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah : 5)

Menuntut ilmu termasuk ibadah yang dapat memudahkan kita untuk menyembah Allah, maka harus ada keikhlasan agar amal itu diterima. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda : 

إنما الاعمال بالنية و إنما لكل امرئ ما نوى، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه

((Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan sesungguhnya setiap orang tergantung apa yang ia niatkan, dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin dia dapatkan atau karena wanita yang ingin dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan)). (HR. Al-Bukhari no.1, Muslim no.1907)

Berkata Doktor Bandar bin Nafi' dalam syarah hadits al-Arba'iin an-Nawawiyyah :

هذا الحديث حديث عظيم، اتفق العلماء على صحته وتلقيه بالقبول، وبه صدر البخاري كتابه ((الصحيح))، كذلك المقدسي ((العمدة))، وهو احد الأحاديث التي يدور الدين عليها، حتى قال عبد الرحمان بن مهدي : ((من أراد أن يصنف كتابا، فليبدأ بهذا الحديث

.وقد صنف العلماء في شرحه كتابا مستقلة، كشيخ الإسلام ابن تيمية، والنووي وغيرهما

"Hadits ini merupakan hadits yang agung, para ulama telah bersepakat atas shohih dan diterimanya hadits ini berdasarkan kesepakatan, dan dengan hadits ini pula Imam al-Bukhaari telah memulai kitabnya ((Ash-Shahiih), demikian juga al-Maqdisiy dalam kitabnya ((al-'Umdah)), dan hadits ini merupakan salah satu diantara hadits-hadits yang berputar tentang permasalahan agama, sampai 'Abdurrahman bin Mahdiy berkata : ((Barangsiapa yang ingin menulis suatu kitab, maka hendaklah dia memulainya dengan hadits ini)).

Dan sungguh para ulama telah menulis penjelasan tentang hadits tersebut  suatu kitab secara tersendiri (secara khusus), seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, an-Nawawiy, dan selain keduanya." [Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaaid al-Arbaiin an-Nawawiyyah, hal. 14. Cet. Daar Ibnil Jauziy]

Berkata Ibnu Ajlaan rahimahullah :

((لا يصلح العمل إلا بثلاث : التقوى لله، والنية الحسنة، والأصابة))

((Tidak akan baik suatu amalan kecuali dengan tiga hal : Takwa kepada Allah, niat yang baik, dan tepat/benar (sesuai sunnah))). [Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaaid al-Arbaiin an-Nawawiyyah, hal. 15. Cet. Daar Ibnil Jauziy]

Berkata Mutharrif bin Abdillah rahimahullah

((صلاح القلب بصلاح العمل، وصلاح العمل بصلاح النية))

((Baiknya hati tergantung baiknya amalan, dan baiknya amalan tergantung baiknya niat)). [Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaaid al-Arbaiin an-Nawawiyyah, hal. 14]

Berkata Abdullah bin Mubarok rahimahullah :

((رب عمل صغير تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية))

((Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar (pahalanya) karena niat, dan betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil (pahalanya) karena niat)). [Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaaid al-Arbaiin an-Nawawiyyah, hal. 15]

Semua yang kita sebutkan ini menunjukkan betapa pentingnya niat ikhlas, karena ilmu itu enggan masuk dalam qalbu seorang hamba yang niatnya bukan karena Allah. Berkata sebagian salaf :

 ((طلبنا العلم لغير الله فأبى أن يكون إلا لله))

((Kami dahulu menuntut ilmu untuk selain Allah akan tetapi ilmu itu enggan kecuali karena Allah)). [Tadzkiratus Saami' wal Mutakallim fii Adabil 'Aalim wal Muta'allim, hal.76. Cet. Daarul Basyaair Al-Islamiy]

Adab Kedua : Memperbaharui Niat

Jika dalam satu keadaan kita telah ikhlas niatnya dalam menuntut ilmu, maka hendaknya kita terus memperbaharui niat, karena niat itu selalu berbolak balik. Berkata Imam Sufyan ats-Tsauriy rahimahullah : 

((ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي لأنها تتقلب علي))

((Tidak ada sesuatu yang paling berat untuk aku obati melainkan niatku, karena ia selalu berbolak-balik)). [Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaaid al-Arbaiin an-Nawawiyyah, hal. 14]

Karena itu, teruslah memperbaharui niat. Dan ikhlas dalam menuntut ilmu bisa terwujud dengan beberapa hal. Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh al-'Utsaimin rahimahullah :

إذا قال القائل : بما يكون الإخلاص في طلب العلم؟

قلنا : الإخلاص في طلب العلم يكون بأن تنوي أمورا

الأمر الأول : امتثال أمر الله ؛ لأن الله تعالى أمر بذلك، فقال : «فَٱعْلَمْ أَنَّهُۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسْتَغْفِرْ لِذَنۢبِكَ» (محمد : ١٩)...الآية. وحث سبحانه وتعالى على العلم والحث على الشيء يستلزم محبته والرضا به والأمر به

الأمر الثاني : حفظ الشريعة الله لأن حفظ الشريعة الله يكون بالتعلم، والحفظ في الصدور، ويكون بالكتابة

الأمر الثالث : حماية الشريعة والدفاع عنها

الأمر الرابع : اتباع شريعة محمد صلى الله عليه وسلم ؛ لأنك لا يمكن أن تتبع شريعته حتى تعلم هذه الشريعة

فهذه أمور أربعة كلها يتضمنها قولنا : إنه يجب الإخلاص لله في طلب العلم

"Jika yang mengatakan berkata : Dengan apa ikhlas dalam menuntut ilmu itu dapat terjadi?" 

"Kami katakan : Ikhlas dalam menuntut ilmu bisa terjadi dengan meniatkan beberapa perkara : 

1. Melaksanakan perintah Allah ; karena Allah Ta'ala telah memerintahkan hal itu, Allah berfirman (artinya) : "Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan) yang benar selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu." (QS. Muhammad  19)...ayat. Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah menghimbau kepada ilmu (maksudnya menuntut ilmu) dan menghimbau pada sesuatu yang melazimkan cinta kepadanya, ridho dengannya dan memerintahkan dengannya. 

2. Menjaga syariat Allah, karena menjaga syariat Allah terlaksana dengan cara belajar, menjaganya di dalam dada (menghafalnya), dan dengan cara menulisnya.

3. Menjaga syariat dan membelanya

4. Mengikuti syariat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam ; karena sesungguhnya engkau tidak mungkin mengikuti syariat Muhammad sampai engkau mengetahui/mengilmui tentang syariat ini.

Maka ini merupakan 4 perkara yang seluruhnya meliputi ucapan kami : "Sesungguhnya niat dalam menuntut ilmu wajib ikhlas karena Allah." [Syarh Hilyah Thoolibil 'Ilmi lisy-Syaikh Muhammad bin Sholeh al-'Utsaimin, hal.16-17]

Faedah yang bisa diambil :

1. Menuntut ilmu memiliki banyak keutamaan

2. Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga

3. Para malaikat benar-benar akan meletakkan sayap-sayapnya ridho kepada penuntut ilmu

4. Sesungguhnya orang yang berilmu benar-benar akan dimintakan ampun oleh penduduk langit maupun penduduk bumi, sampai ikan-ikan di lautan

5. Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan

6. Pentingnya ikhlas dalam menuntut ilmu

7. Pentingnya memperbaharui niat karena hati berbolak-balik

7. Ilmu itu tidak akan masuk kedalam qolbu jika hati itu tidak ikhlas

8. Ikhlas dalam menuntut ilmu bisa diwujudkan dalam beberapa hal :

- Melaksanakan perintah Allah

- Menjaga syariat Allah dengan cara belajar, menghafalnya, dan menulisnya.

- Menjaga syariat dengan cara membelanya

- Mengikuti syariat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengamalkannya

Semoga yang sedikit ini bermanfaat.

Related Posts:

MAKNA KATA TAUHID DAN PEMBAGIANNYA

Bismillah, alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'in. Wa ba'du.

Kata tauhid merupakan masdar dari kata Wahhada - Yuwahhidu yaitu Tauhiidan (menjadikan satu). Kemudian para ulama membagi pengertian tauhid menjadi dua bagian yaitu secara bahasa dan secara syar'i.

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul 'Aziz As-Sulaiman al-Qar'aawiy :

١. التوحيد لغة : الإفراد

.٢. وشرعا : هو تفرد الله تعالى بالربوبية وإلاهية وكمال الأسماء والصفات

[الجديد في شرح كتاب التوحيد، تأليف الشيخ محمد بن عبد العزيز السليمان القرعاوي، ص ١٧]

1. Tauhid secara bahasa : yaitu mengesakan.

2. Tauhid secara syar'i : yaitu mengesakan Allah Ta'ala dalam rububiyyah, uluhiyyah dan kesempurnaan al-asmaa' wash shifaat (nama-nama dan sifat-sifat-Nya). [Al-Jadiid fii Syarhi Kitaabit Tauhiid, ta'lif Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil 'Aziz As-Sulaimaan al-Qar'awiy, hal.17]

Macam-macam Tauhid

Para ulama membagi tauhid menjadi 3 bagian :

1. Tauhid rububiyyah

2. Tauhid ilaahiyyah/uluhiyyah

3. Tauhid al-asma' wash shifat

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul 'Aziz As-Sulaiman al-Qar'aawiy :

١. توحيد الربوبية : وهو توحيد الله بأفعاله، والإقرار الجازم بأن الله تعالى رب كل شيء ومليكه، وخالقه ومدبره والمتصرف فيه، والدليل هذا النوع من التوحيد قوله تعالى : «ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَجَعَلَ ٱلظُّلُمَـٰتِ وَٱلنُّورَ ۖ ثُمَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ» الأنعام : آية (١). وقوله سبحانه : «قُلْ مَن رَّبُّ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ قُلِ ٱللَّهُ ۚ» الرعد (١٦)، وقوله تعالى : «هَـٰذَا خَلْقُ ٱللَّهِ فَأَرُونِى مَاذَا خَلَقَ ٱلَّذِينَ مِن دُونِهِۦ ۚ» لقمان (١١). وقد أقر الكفار على عهد النبي صلى الله عليه وسلم بهذا النوع من التوحيد ولم يدخلهم ذلك في الإسلام

٢. توحيد الإلهية، وهو إفراد الله تعالى بجميع أنواع العبادة الظاهرة والباطنة، وهذا النوع من التوحيد وهو الذي بعثت به الرسل وأنزلت به الكتب وبدأ به كل رسول دعوته، ووقعت فيه الخصومة بينه وبين أمته، ودليل من القرآن الكريم قوله تعالى : «إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ» الفاتحة (٥)، وقوله سبحانه : «فَٱعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَـٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ» هود (١٢٣)، وقوله تعالى : «قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ ¤ لَا شَرِيكَ لَهُۥ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلْمُسْلِمِينَ

٣. توحيد الأسماء والصفات : وهو الإمان بما وصف الله به نفسه في كتابه، ووصفه به رسوله صلى الله عليه وسلم من الأسماء الحسنى والصفات العلى، وإمرارها كما جاءت من غير تحريف ولا تأويل، ومن غير تكييف ولا تمثيل، ودليله قوله تعالى : «لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ» سورة الشورى، آية (١١

[الجديد في شرح كتاب التوحيد، تأليف الشيخ محمد بن عبد العزيز السليمان القرعاوي، ص ١٧]

1. Tauhid Rububiyyah : Yaitu mengesakan Allah dalam perbuatan-perbuatan Allah dan pengakuan yang pasti bahwasanya Allah Ta'ala adalah Rabb segala sesuatu dan Yang memiliki segala sesuatu, Yang menciptakan segala sesuatu, Yang mengaturnya dan Yang mengendalikannya, dalil tauhid jenis ini yaitu firman Allah Ta'ala (artinya) : «"Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka."» (QS. Al-An'am : 1). Allah subhaanahu berfirman (artinya) : «"Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah"» (QS. Ar-Ra'd : 16), Allah Ta'ala berfirman (artinya) : «"Ini adalah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah"» (QS. Lukman : 11). Dan sungguh orang-orang kafir di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengakui tauhid jenis ini (yaitu tauhid rubuniyyah), akan tetapi hal itu tidak memasukkan mereka ke dalam Islam.

2. Tauhid Ilaahiyyah, yaitu mengesakan Allah Ta'ala pada seluruh macam-macam ibadah yang dzhohir (nampak) maupun yang bahtin (tersembunyi), dan jenis tauhid uluhiyyah ini merupakan bagian dari tauhid yang dengan sebab itu diutus para rasul dan diturunkan kitab-kitab, dengannya pula seluruh rasul telah memulai dakwah mereka, dan pada tauhid ini terjadi perselisihan antara para rasul dengan umat mereka. Dalil tauhid ini dari Al-Qur'an yang mulia yaitu firman Allah Ta'ala (artinya) : «"Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan"» (QS. Al-Fatihah : 5), dan Allah Subhaanahu berfirman (artinya) : «"Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan"» (QS. Hud : 123), Allah Ta'ala berfirman (artinya) : «"Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang. pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)"».

3. Tauhid Al-Asmaa' wash Shifaat : yaitu beriman dengan apa-apa yang telah Allah sifatkan diri-Nya dalam kitab-Nya, dan yang telah rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam sifatkan berupa nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang tinggi, dan membiarkan nama-nama dan sifat-sifat tersebut sebagaimana datangnya, tidak memalingkan maknanya, tidak mentakwil, tidak membagaimanakan, dan tidak mempermisalkan (sifat tersebut dengan sifat makhluk), dalil tauhid ini yaitu firman Allah Ta'ala (artinya) : «"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat"» (QS. Asy-Syura : 11). [Al-Jadiid fii Syarhi Kitaabit Tauhiid, ta'lif Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil 'Aziz As-Sulaimaan al-Qar'awiy, hal.17]

Faedah yang bisa diambil : 

1. Tauhid merupakan masdar dari Wahhada-Yuwahhidu-Tauhiidan  (menjadikan satu)

2. Pengertian tauhid terbagi menjadi dua, pertama secara bahasa, kedua secara syar'i

3. Para ulama membagi tauhid menjadi tiga bagian, pertama tauhid rububiyyah, kedua tauhid ilaahiyyah atau uluhiyyah, ketiga tauhid al-asma wash shifat

4. Orang yang bertauhid rububiyyah tidak lantas memasukkan mereka kedalam Islam karena yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah tauhid ilaahiyyah atau uluhiyyah bukan tauhid rububiyyah

5. Orang yang bertauhid rububiyyah melazimkan ia bertauhid uluhiyyah bukan justru menentangnya

6. Perselisihan antara para Nabi dengan kaumnya adalah pada tauhid ilaahiyyah atau uluhiyyah bukan pada tauhid rububiyyah

7. Tauhid al-asmaa' wash shifat harus diimani sebagaimana datangnya tanpa memalingkan maknanya, tanpa mentakwil, tanpa membagaimanakan, dan tanpa mempermisalkan sifat tersebut dengan sifat makhluk

8. Pentingnya mempelajari tauhid

9. Tauhid adalah pondasi dan tujuan dakwah

Dan masih banyak faedah-faedah lainnya. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Related Posts:

MARI DUDUK UNTUK BERIMAN SEBENTAR

Bismillah, alhmadulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammadin wa 'alaa 'aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.

Iman itu bisa usang dan kusut bagaikan baju, karena itu kita perlu meningkatkan terus keimanan itu. Dan diantara jalan-jalan untuk meningkatkan keimanan kita adalah dengan cara bermajelis dengan orang-orang sholeh. 

عن معاذ بن جبل رضي الله عنه أنه قال : ((أجلس بنا نعمن ساعة))، يعني ذكر الله

.رواه أحمد في ((الإيمان)) وابن أبي شيبة فيه وفي ((المصنف))، - واللفظ له -؛ وإسناده صحيح

[الغرر من موقوف الأثر للشيخ صالح بن عبد الله بن حمد العصيمي، ص : ١٣]

Dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata : (((Ayo) duduklah dengan kami, kita akan beriman sebentar)), yaitu berdzikir kepada Allah.

Diriwayatkan oleh Ahmad dalam ((Al-Imaan)) dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Imaan dan dalam (Al-Mushonnaf) dan lafadz tersebut milik Ibnu Abi Syaibah ; dan sanadnya shohih. [Al-Ghuror min Mauquufil Atsar, karya Asy-Syaikh Sholih bin Abdillah bin Muhammad al-'Ushaimiy, hal : 13]

Faedah yang bisa di ambil :

1. Mu'adz bin Jabal nama lengkapnya adalah Mu'adz bin Jabal bin 'Amr al-Anshariy al-Khajraji sahabat dari suku Khajraj. Kunyah beliau adalah Abu Abdirrahman, beliau digelari dengan Ibrahimnya umat ini, beliau  wafat tahun 18 H di timur Ghaur Baisaan di al-Urdun bagian dari negeri Syam.

2. Mu'adz bin Jabal termasuk kibarush shahabah

3. Sahabat Mu'adz bin Jabal mengatakan : (((Ayo) duduklah dengan kami, kita akan beriman sebentar)).

4. Makna dari ucapan tersebut diantaranya pentingnya menjaga dan menaikkan keimanan dengan duduk bersama orang-orang sholeh

5. Iman itu bisa usang sebagaimana baju juga bisa usang karena itu iman perlu diperbaharui. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

.إن الإيمان ليخلق في جوف أحدكم كما يخلق الثوب فاسألوا الله تعالى أن يجدد الإيمان في قلوبكم

"Sesungguhnya iman di dalam hati itu bisa usang sebagaimana pakaian bisa usang, maka mohonlah kepada Allah 'Azza wa Jalla agar memperbaharui  iman yang ada di dalam hati kalian." [HR. Al-Hakim (1/4) dalam Silsilah Al-Ahaadits Ash-Shohiihah no. 1585, Juz 4/113 dan Syaikh al-Albaaniy menghasankannya].

6. Bergaul dengan pelaku maksiat bisa menurunkan kadar iman didalam hati

7. Iman itu bertambah dan berkurang. Allah Ta'ala berfirman :

«إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَـٰنًۭا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ»

Artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." (QS. Al-Anfal : 2)

8. Iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

عن أنس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن الإمان سربال يسربله الله من يشاء، فإذ زنى العبد نزع الله منه سربال الإمان، فإن تاب رده عليه

[كتاب الكبائر للإمام الذهبي، ص : ٥٣. دار الندوة الجديدة]

Dari Anas berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Iman adalah tirai yang ditutupkan Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Jika hamba berzina, maka dicabut darinya tirai keimanan. Jika ia bertaubat, maka dikembalikan iman itu kepadanya". [Kitaabul Kabaair, lil Imaam Adz-Dzahabiy, hal : 53. Cet. Daarun Nadwah al-Jadiidah]

Berkata Imam Ibnu Abi Dawud as-Sijjistani dalam kitabnya Al-Qashiidah al-Haaiyyah :

.وقل : إنما الإيمان قول ونية...وفعل على قول النبي مصرح وينقص طورا بالمعاصي وتارة... بطاعته ينمي وفي الوزن يرجح

[القاصدة الحائية لابن أبي داود، من كتاب المجموع المفيد في متون العقيدة والتوحيد، ص : ٩-١٠. منارة الاسلامي]

"Dan katakanlah : Sesungguhnya iman adalah ucapan dan niat...serta perbuatan yang diterangkan oleh Nabi. Dan akan berkurang kadarnya (iman) dengan perbuatan maksiat... dan terkadang akan bertambah dengan ketaatan, dan akan berat ketika ditimbang" [Al-Qashiidah Al-Haaiyyah li Ibni Abi Dawud, dari kitab Majmu' Al-Mufiid fii Mutuunil Aqiidah wat Tauhiid, hal: 9-10. Cet. Manaaratul Islam]

9. Pentingnya berteman dengan teman-teman yang sholeh dan bahayanya bergaul dengan teman-teman yang buruk. Dalam hadits Imam Al-Bukhaari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda  :

مثل الجليس الصالح والجليس السوء كحامل صاحب المسك وكير الحداد، لا يعدمك من صاحب المسك : إما تشتريه أو تجد ريحه وكير الحداد : يحرق بدنك أو ثوبك، أو تجد منه ريحا خبيثة

[صحيح البخاري، ٢١٠١. بيت الفكار الدولية]

"Perumpamaan teman duduk yang sholeh dan teman duduk yang jelek seperti pemilik minyak misk dan pandai besi, jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal akan mendapatkan bau harumnya. Sedangkan pandai besi, dia akan membakar badanmu atau pakaianmu atau minimal engkau akan mendapatkan darinya bau yang tidak sedap." [Shohih Al-Bukhaari no. 2101. Cet. Baitul Afkaar ad-Dauliyyah]

Sedangkan dalam hadits riwayat Imam Muslim :

عن أبي موسى عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : إنما مثل الجليس الصالح والسوء كحامل المسك ونافخ الكير. فحامل المسك إما أن يحذيك وإما أن تبتاع منه، وإما أن تجد منه ريحا طيبة، ونافخ الكير إما أن يحرق ثيابك وإما أن تجد ريحا خبيثة

[صحيح مسلم، ٢٦٢٨. بيت الفكار الدولية]

Dari Abu Musa dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya perumpamaan teman duduk yang sholeh dan teman duduk yang jelek seperti perumpamaan penjual minyak misk dan pandai besi. Penjual minyak misk bisa jadi dia akan menghadiahkan kepadamu (minyak misk tersebut) atau engkau akan membeli darinya atau minimal engkau akan mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi bisa jadi dia akan membakar badanmu atau pakaianmu atau minimal engkau akan mendapatkan bau yang tidak sedap." [Shohih Muslim no. 2628. Cet. Baitul Afkaar ad-Dauliyyah]

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

.الرجل على دين خليله فلينظر احدكم من يخالل

[(مسند الإمام أحمد (2 /406)، رقم (8048)، أبو داود (4833)، والترمذي (2278)، وصحيح الجامع (3545]

"Seseorang itu tergantung agama temannya, oleh karena itu salah seorang diantara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman." [Musnad Imam Ahmad (2/406), no (8048), Abu Dawud (4833), Tirmidzi (2278), Dan dalam Shohih al-Jaami' 3545)], lihat https://www.alukah.net/sharia/0/132160/

10. Diantara tempat-tempat untuk menaikkan keimanan adalah duduk-duduk bersama di majelis ilmu, jika kajian diliburkan sekalipun setidaknya kita bisa bertemu dengan teman-taman yang baik.

11. Pentingnya bermajelis ilmu 

Dan masih banyak faedah-faedah lainnyaSemoga tulisan ini bermanfaat.


Related Posts:

DUNIA TELAH MENGUMUMKAN BAHWA DIRINYA AKAN FANA

Dunia ini memang fana dan ia telah mengumumkan akan kefanaannya. Dunia ini akan sirna dan ia telah mengumumkan bahwa ia akan pergi dan berlalu dengan cepat. Adapun kampung akhirat maka itulah kampung yang kekal abadi, maka berpindahlah menuju kampung tersebut dengan amalan-amalan yang baik.

عن عتبة بن غزوان رضي الله عنه أنه قال : ((إن الدنيا قد آذنت بصرم، وولت حذاء، وأم يبق منها إلا صبابة كصبابه الإناء، يتصابها صاخبها، وإنكم منتقلون منها إلى دار، لا زوال لها، فاتقلوا بخير ما بحضرتكم)). رواه مسلم

[الغرر من موقوف الأثر للشيخ صالح بن عبد الله بن حمد العصيمي، ص : ١٢]

Dari 'Utbah bin Ghazwan radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata : ((Sesungguhnya dunia telah memberitahu bahwa ia fana, dan akan pergi cepat (meninggalkan kita). Tidak ada yang tersisa kecuali bagaikan kucuran air yang dituang dari bejana, dan kalian semua akan berpindah dari dunia ini kesebuah kampung yang tidak akan sirna, maka berpindahlah kalian dengan amalan-amalan yang baik)). Diriwayatkan oleh Muslim. [Al-Ghuror min Mauquufil Atsar, karya Asy-Syaikh Sholih bin Abdillah bin Muhammad al-'Ushaimiy, hal : 12]

Faedah dari atsar diatas :

1. Dunia ini penuh dengan kefanaan, Allah Ta'ala berfirman :

«يَـٰقَوْمِ إِنَّمَا هَـٰذِهِ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا مَتَـٰعٌۭ وَإِنَّ ٱلْـَٔاخِرَةَ هِىَ دَارُ ٱلْقَرَارِ»

Artinya : "Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal." (AS. Ghofir : 39)

2. Dunia ini hina. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 

((فوالله! للدنيا أهون على الله، من هذا عليكم))

((Demi Allah! Sungguh dunia itu lebih hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian)). [HR. Muslim no. 2957]

3. Dunia ini kenikmatan yang sedikit. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 

.((والله ما الدنيا في الآخرة إلا مثل ما يجعل أحدكم أصبعه هذه (وأشار يحيى بالسبابة) في اليم، فلينظر بما ترجع؟))

((Demi Allah! Tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang dari kalian mencelupkan jarinya ke laut, (-perawi hadits ini- yaitu Yahya memberikan isyarat dengan jari telunjuknya) lalu hendaklah dia melihat apa yang dibawa jarinya itu?)) [HR. Muslim no.2858]

4. Dunia ini terlaknat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 

((الدنيا ملعونة ملعون ما فيها إلا ذكر الله وما والاه أو عالما أو متعلما))

((Dunia itu terlaknat dan terlaknat juga apa yang ada didalamnya kecuali orang yang berdzikir kepada Allah dan apa saja yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya atau orang yang berilmu dan orang yang mengajarkan ilmu)). [HR. Ibnu Majah no. 4112]

5. Dunia ini hanya permainan dan sesuatu yang melalaikan,  Allah Ta'ala berfirman :

«ٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌۭ وَلَهْو»

Artinya : "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan." (QS. Al-Hadiid : 20)

6. Semua yang ada di atas dunia ini fana dan akan binasa, Allah Ta'ala berfirman : 

«كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍۢ»

Artinya : "Semua yang ada di bumi itu akan binasa". (QS. Ar-Rahman : 26)

7. Semua yang bernyawa juga akan fana. Allah Ta'ala berfirman : 

«كُلُّ نَفْسٍۢ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ»

Artinya : "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati." (QS. Ali Imran : 185)

8. Anjuran untuk tidak terlalu mencintai dunia

9. Ambil bagian kita dari dunia tapi sekedarnya saja ibarat seorang musafir yang berjalan jauh. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Ibnu Umar :

وعن ابن عمر رضي الله عنهما قال : أخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم بمنْكبي فقال: كنْ في الدنيا كأنك غريب، أو عابر سبيل. وكان ابن عمر رضي الله عنهما يقول: "إِذا أمسيت فلا تنتظر الصباح، وإذا أصبحت فلا تنتظر المساء، وخذ من صحتك لمرضك ومن حياتك لموتك"

Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memegang kedua pundakku lalu bersabda : "Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang musafir." Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma melanjutkan : "Jika engkau berada di sore hari, maka janganlah engkau menunggu hingga pagi hari dan jika engkau berada di pagi hari, maka janganlah engkau menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu dan hidupmu sebelum matimu." (HR. Al-Bukhari dalam kitab Al-Arba'iin an-Nawawiyyah)

10. Akhirat lebih baik dari dunia dan lebih kekal. Allah Ta'ala berfirman : 

«وَٱلْـَٔاخِرَةُ خَيْرٌۭ وَأَبْقَىٰٓ»

Artinya : "Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS. Al-A'raf : 17)

12. Anjuran untuk banyak beramal sholeh dan memperbaiki amalan

Related Posts:

JANGAN MERASA CUKUP DENGAN ILMU KITA


Berkata Al-Imam Al-Qadhi Badruddin Muhammad bin Ibrahim bin Abdillah bin Jamaa'ah al-Kinaaniy Asy-Syaafi'i rahimahullah yang wafat tahun 733 H :

.((قال سعيد بن جبير : ((لا يزال الرجل عالما ما تعلم، فإذا ترك التعلم وظن أنه قد استغنى واكتفى بما عنده فهو أجهل ما يكون

: وأنشد بعض العرب

وليس العمى طول السؤال وإنما
.تمام العمى طول السكوت على الجهل

.وكان جماعة من السلف يستفيدون من طلبتهم ما ليس عندهم

.((وقال الحميدي - وهو تلميذ الشافعي - : ((صحبت الشافعي من مكة إلى مصر، فكنت استفيد منه المسائل وكان يستفيد مني الحديث

.((وقال أحمد بن حنبل : ((قال لنا الشافعي : أنتم أعلم بالحديث مني، فإذا صح عندكم الحديث فقولوا لنا حتى آخذ به

[تذكرة السامع والمتكلم في أدب العالم والمتعلم، ص : ٥٩. دار البشائر الإسلامي]

"Berkata Sa'id bin Zubair : ((Senantiasa seseorang dikatakan berilmu selama ia tetap belajar, namun apabila ia meninggalkan belajar dan menyangka bahwasanya ia benar-benar merasa cukup dan dicukupi dengan apa yang ada padanya maka ia merupakan orang yang paling bodoh tentang apa yang ada)).

Telah bersenandung sebagian orang arab : "Tidak dikatakan buta banyak bertanya akan tetapi buta yang sejati adalah lama terdiam diatas kebodohan."

Adalah sekelompok salaf mereka mengambil manfaat dari murid-murid mereka apa yang tidak ada pada mereka. 

Al-Humaidiy - ia adalah murid Imam Asy-Syafi'i - berkata: ((Aku menemani Asy-Syafi'i dari Makkah hingga ke Mesir, maka aku mengambil manfaat darinya banyak permasalahan dan Asy-Syafi'i-pun mengambil dariku manfaat berupa ilmu hadits)).

Dan berkata Ahmad bin Hambal : ((Asy-Syafi'i berkata kepada kami : Kalian lebih tahu tentang ilmu hadits dibanding aku, apabila telah shohih  hadits menurut kalian maka hendaklah kalian mengatakan (mengabarkan) kepadaku hingga aku akan mengambilnya))." [Tadzkiratus Saami' wal Mutakallim fii Adabil 'Aalim wal Muta'allim, hal.59. Cet. Daarul Basyaa'ir Al-Islaamiy]

Faedah yang bisa diambil :

1. Seseorang itu senantiasa dikatakan berilmu selama ia tidak meninggalkan belajar

2. Orang yang merasa cukup dan tercukupi dengan ilmu yang ada padanya lalu meninggalkan belajar dan menuntut ilmu, maka orang yang seperti ini termasuk orang yang paling bodoh menurut para ulama salaf

3. Orang yang disifati buta oleh para ulama adalah orang yang lama terdiam diatas kebodohannya alias mencukupkan diri dari belajar alias tidak mau belajar, sedangkan orang yang banyak bertanya tentang apa yang tidak ia ketahui meskipun terkesan seperti orang yang bodoh, sejatinya inilah orang yang akan mendapat petunjuk dan mendapatkan ilmu

4. Bertanya tentang perkara-perkara yang tidak ia ketahui termasuk ilmu sedangkan banyak bertanya tentang sesuatu yang tidak bermanfaat maka hal ini termasuk larangan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana dalam sebuah hadits :

،عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «دعوني ما تركتُكم فإنَّما أهلك من كان قبلكم كثرةُ سؤالهم
 .واختلافُهم على أنبيائهم، فإذا نهيتُكم عن شيءٍ فاجتنبوه، وإذا أمرتُكم بشيءٍ فأتوا منه ما استطعتُم». متفق عليه

Dari Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Tinggalkanlah apa yang aku tinggalkan bagi kalian karena sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian yaitu banyak bertanya dan menyelisihi nabi mereka. Jika aku melarang kalian dari sesuatu, maka jauhilah. Dan jika aku memerintahkan kalian dari sesuatu, maka lakukanlah semampu kalian.” (HR. Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337).

5. Banyak bertanya yang tidak bermanfaat termasuk diantara sifat kaum yahudi sebagaimana yang Allah ceritakan dalam kitab-Nya yang mulia :

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِۦٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تَذْبَحُوا۟ بَقَرَةًۭ ۖ قَالُوٓا۟ أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًۭا ۖ قَالَ أَعُوذُ بِٱللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ ٱلْجَـٰهِلِينَ¤ قَالُوا۟ ٱدْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِىَ ۚ قَالَ إِنَّهُۥ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌۭ لَّا فَارِضٌۭ وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌۢ بَيْنَ ذَٰلِكَ ۖ فَٱفْعَلُوا۟ مَا تُؤْمَرُونَ¤ قَالُوا۟ ٱدْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا لَوْنُهَا ۚ قَالَ إِنَّهُۥ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌۭ صَفْرَآءُ فَاقِعٌۭ لَّوْنُهَا تَسُرُّ ٱلنَّـٰظِرِينَ¤ قَالُوا۟ ٱدْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِىَ إِنَّ ٱلْبَقَرَ تَشَـٰبَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّآ إِن شَآءَ ٱللَّهُ لَمُهْتَدُونَ¤ قَالَ إِنَّهُۥ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌۭ لَّا ذَلُولٌۭ تُثِيرُ ٱلْأَرْضَ وَلَا تَسْقِى ٱلْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌۭ لَّا شِيَةَ فِيهَا ۚ قَالُوا۟ ٱلْـَٔـٰنَ جِئْتَ بِٱلْحَقِّ ۚ فَذَبَحُوهَا وَمَا 
كَادُوا۟ يَفْعَلُونَ

Artinya : "Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina". Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil".¤ Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu".¤ Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya".¤ Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)".¤ Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya". Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu." (QS. Al-Baqaroh : 67-71)

6. Para ulama tidak pernah merasa cukup dengan keluasan ilmunya meskipun mereka telah digelari imam, ahli fatwa, ahli fiqih dan lain sebagainya

7. Bentuk tidak merasa cukupnya para ulama dengan ilmu yang ada padanya, mereka tetap semangat dalam menuntut ilmu dan tidak malu untuk mengambil ilmu bahkan dari murid-murid mereka sekalipun, seperti Imam Asy-Syafi'i mengambil ilmu hadits dari muridnya Al-Humaidiy dan juga  kepada Imam Ahmad bin Hambal rahimahumullah.

8. Tawadhunya para ulama



Related Posts:

MUBTADA YANG BUTUH FAIL ATAU NAIBUL FAIL

Mubtada sebagaimana yang telah kita bahas pada pelajaran ilmu nahwu biasanya membutuhkan khobar, namun ada juga mubtada yang membutuhkan marfu (yaitu fail atau naibul fail) yang berfungsi sebagai pengganti khobar yang disebut sebagai sadda masaddal khobar. Kapan ini terjadi? Yaitu ketika ada isim sifat, dan isim sifat tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika isim sifat tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu, maka isim tersebut akan membutuhkan fail atau naibul fail dan akan menempati tempat fiil dan beramal sebagaimana amalan fiil yaitu merofa'kan fail atau  merofa'kan naibul fail. Karena itu, sebagai isim yang menempati tempat fiil, maka isim sifat tersebut tidak boleh berbentuk mutsanna, jamak, atau di tasghirkan, atau disifati, serta tidak boleh juga ma'rifah.

Adapun syarat-syaratnya ada 3 menurut ulama nahwu bashroh kecuali Al-Akhfasy, sedangkan menurut madzhab kuffah isim sifat yang beramalan fiil tersebut tidak harus memiliki syarat-syarat tertentu. 

Syarat Mubtada yang Butuh Fail atau Naibul Fail
Syarat Pertama : 
Didahului oleh setiap isim sifat yang bersambung dengan istifham atau penafian.

Syarat Kedua :
Dia (isim sifat tersebut) merofa'kan fail yang dzohir (yang nampak) atau merofa'kan dhomir munfashil, dan tidak boleh merofa'kan dhomir mustatir.

Syarat Ketiga :
Sempurna kalam dengannya
Penjelasan Syarat Pertama

Sebagaimana yang telah kita jelaskan diatas, syarat pertama mubtada yang membutuhkan marfu (fail atau naibul fail) yaitu didahului oleh isim sifat yang bersambung dengan istifham atau penafian

Contoh istifham :

أَقَائِمٌ الزَّيْدَانِ

"Apakah dua orang Zaid berdiri?

Kata أَقَائِمٌ isim sifat yang bersambung dengan huruf istifham (أ) dan dia adalah mubtada. Kata قَائِمٌ isim sifat yang menempati kedudukan fiil atau beramalan fiil,  sehingga dia butuh kepada fail bukan mubtada. Karena itu kata قَائِمٌ adalah mubtada sedangkan kata الزَّيْدَانِ adalah fail sadda masaddal khobar.

Contoh penafian :

 مَا قَائِمٌ الزَّيْدَانِ

"Dua orang zaid tidak berdiri."

Kata قَائِمٌ isim sifat yang bersambung dengan penafian (ما) sebagai mubtada, sedangkan kata الزَّيْدَانِ adalah fail sadda masaddal khobar.

Penjelasan Syarat Kedua

Syarat kedua, dia (yaitu isim sifat tersebut) merofa'kan fail yang dzohir atau merofa'kan dhomir munfashil dan tidak merofa'kan dhomir mustatir.

Contoh istifham :

أَقَائِمٌ أَنْتُمَا؟

"Apakah kalian berdua berdiri?"

Kata قَائِمٌ mubtada, sedangkan dhomir munfashil أَنْتُمَا adalah fail sadda masaddal khabar.

Contoh penafian :

مَا قَائِمٌ أَنْتُمَا

"Kalian berdua tidak berdiri."

Kata قَائِمٌ adalah mubtada, sedangkan dhomir munfashil أَنْتُمَا adalah fail sadda masaddal khobar.

Apakah isim sifat tersebut bisa merofa'kan dhomir mustatir sebagai fail atau naibul fail? Jawabannya tidak bisa. Contoh : 

أَقَائِمٌ خَالِدٌ اَمْ قَائِدٌ

"Apakah kholid berdiri atau duduk?"

Kata قَائِمٌ mubtada sedangkan kata ٌخَالِد adalah fail sadda ma saddal khobar. Adapun kata قَائِدٌ ma'thuf pada قَائِمٌ dan didalam kata قَائِدٌ ada dhomir mustatir, tapi bukan sebagai fail, karena kata قَائِدٌ bukan mubtada tapi ma'thuf.

⏩ Penjelasan Syarat Ketiga

Syarat ketiga, sempurna kalam dengannya, yaitu sempurna kalam dengan marfu  ( fail atau naibul fail tersebut), apabila tidak sempurna kalam dengan isim sifat tersebut maka itu tidak boleh.

Contoh : 

أَقَائِمٌ أَبَوَاهُ زَيْدٌ

"Zaid apakah berdiri kedua orang tuanya." 

Kata قَائِمٌ isim sifat namun pada keadaan ini dia bukan mubtada yang butuh fail, karena قَائِمٌ tidak cukup dengan marfu' nya saja yaitu أَبَوَاهُ alias belum sempurna, karena dhomir هُ butuh pada penjelas yang mendahuluinya, bahkan yang tepat adalah kata زَيْدٌ sebagai mubtada muakhkhor (mubtada yang diakhirkan) sedangkan قَائِمٌ adalah khobar muqoddam (khabar yang dikedepankan) dan kata أَبَوَاهُ adalah fail dari khobar muqoddam قَائِمٌ.


MUBTADA YANG BUTUH NAIBUL FAIL

Mubtada ada juga yang butuh naibul fail yaitu jika mubtadanya dari isim sifat yang diambil dari isim maf'ul dengan memenuhi syarat-syarat diatas. Contoh : 

أمَضْرُوْبٌ الزَّيْدَانِ

"Apakah dua Zaid dipukul?"

Kata مَضْرُوْبٌ adalah isim sifat dari isim maf'ul sebagai mubtada, sedangkan kata الزَّيْدَانِ adalah naibul fail sadda masaddal khobar.
 
Contoh lain adalah dari bait sya'ir Abu Nawwas Al-Hasan bin Haani' dari kitab Taudhihul Maqooshid wal Masaalik bi Syarhi Alfiyah Ibni Malik :

غير مأسوف على زمن 
ينقضى بالهم والحزن

"Tidak ada yang disesalkan dari zaman, ia berlalu dengan kesedihan dan duka cita."

Kata غَيْرُ adalah mubtada, sedangkan مَأْسُوْفٍ mudhof ilaih, kata عَلَى الزَّمَنٍ adalah jar wa majruur yang muta'alliq kepada مَأْسُوْفٍ sebagai naibul fail sadda masaddal khobar dari mubtada غَيْرُ.


PENDAPAT LAIN MUBTADA YANG BUTUH FAIL ATAU NAIBUL FAIL  TIDAK DIPERSYARATKAN DENGAN SYARAT-SYARAT DIATAS

Jika para ulama nahwu basroh mempersyaratkan mubtada yang butuh fail harus dengan syarat-syarat tertentu kecuali Al-Akhfasy, maka ulama-ulama nahwu kuffah justru tidak memberikan syarat-syarat tertentu pada mubtada dari isim sifat tersebut.

Contoh : 

فخير نحن عند الناس منكم
إذا الداعي المثوب قال يا لا

"Kita yang terbaik disisi manusia daripada kalian, apabila yang menyeru meminta tolong dengan memberi isyarat dengan bajunya berkata ; wahai fulan"

Kata فَخَيْرٌ mubtada dan kata نَحْنُ fail sadda ma saddal khobar, dan kata خَيْرٌ isim sifat tapi tidak didahului oleh penafian atau istifham.

Makna kata المُثَوِّبُ dari kata التَّثْوِيْبُ, dan ini dijelaskan dalam Daliilus Saalik ila Alfiyah Ibni Malik sebagai berikut : "Al-Matsawwibu dari kata At-Tatswiib : asalnya yaitu datang laki-laki yang menangis atau berteriak meminta tolong, ia memberikan isyarat dengan bajunya agar ia dilihat dan menjadi terkenal kemudian dinamakan orang yang menyeru itu tatswiiban karena (sebab) itu. Adapun ucapan (ya la) yaitu : ya fulan."

Boleh juga mubtada yang butuh fail atau naibul fail jatuh setelah isim shiyaghul muballaghoh atau isim tafdhil, sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa kitab seperti I'robul Qur'an wa Bayaanuhu dan lain sebagainya.


PENAFIAN ATAU ISTIFHAM BOLEH DENGAN ISIM FIIL ATAU HURUF

Tidak ada bedanya istifham dengan huruf sebagaimana yang telah berlalu pembahasannya diatas, atau istifham dengan isim atau dengan fiil. Contoh istifham dengan isim seperti : 

كَيْفَ قَائِمٌ الزَّيْدَانِ

"Apakah dua orang Zaid berdiri?"

Kata كَيْفَ isim istifham mabni 'alal fathi fii mahalli nasbin hal, sedangkan قَائِمٌ adalah mubtada, sedangkan kata الزَّيْدَانِ adalah fail sadda ma saddal khobar

Demikian juga tidak ada bedanya penafian dengan huruf seperti لَا، إِنْ atau مَا seperti  diatas atau penafian dengan fill seperti contoh : 

 لَيْسَ قَائِمٌ الزَّيْدَانِ 

"Tidak berdiri dua orang Zaid "

Kata لَيْسَ penafian dengan fiil madhi naqis, sedangkan قَائِمٌ adalah isim laisa dan kata الزَّيْدَانِ sebagai fail sadda ma saddal khobar laisa.

Atau penafian dengan isim seperti : 

غَيْرُ قَائِمٍ الزَّيْدَانِ

"Tidak berdiri dua orang Zaid."

Kata غَيْرُ mubtada, kata قَائِمٍ mudhof ilaihi, sedangkan kata الزَّيْدَانِ fail sadda ma saddal khobar gairu, maknanya sama seperti : مَا قَائِمٌ الزَّيْدَانِ.

Penjelasan terkait dengan materi mubtada yang butuh fail atau mubtada yang butuh naibul fail bisa dilihat pada beberapa syarah kitab Alfiyah Ibnu Malik, seperti Tahdziib Syarh Ibni Aqiil li Alfiyah Ibni Malik bab Mubtada, demikian juga bisa dilihat juga pada kitab Daliilus Saalik ila Alfiyah Ibni Malik bab Mubtada, atau bisa juga dilihat pada kitab Syarh Al-makuudi 'ala Alfiyah Ibni Malik, atau kitab Syarh Asy-Syuyuthiy 'ala Alfiyah Ibni Malik, atau kitab Audhohul Masaalik ila Alfiyah Ibni Maalik  masing-masing pada bab mubtada.

Wallahu a'lam. Semoga bermanfaat.
Baca juga : Macam-Macam Dhomir
***

Dompu-Nusa Tenggara Barat : 17 Dzulhijjah 1441 H/7 Agustus 2020

Penulis : Abu Dawud ad-Dompuwiyy
Artikel : Meciangi-d.blogspot.com

Related Posts:

TAWADHU DAN BANYAK MENDENGAR


.((و قال الغزالي : ((لا ينال العلم إلا بالتواضع وإلقاء السمع

.((قال : ((مهما أشار عليه شيخه بطريق في التعليم فليقلده واليدع رأيه، فخطأ مرشده أنفع له من صوابه في نفسه

Berkata Al-Ghozaliy : ((Ilmu tidak akan didapatkan kecuali dengan sikap tawadhu dan banyak mendengar)).

Al-Ghojaliy juga mengatakan : ((Kapan saja Syaikhnya mengisyaratkan padanya suatu metode dalam pengajaran maka hendaknya ia taklid kepada Syaikhnya dan hendaknya ia meninggalkan pendapatnya, dan kesalahan Syaikhnya lebih bermanfaat baginya daripada kebenaran menurut dirinya)). [Tadzkiratus Saami' wal Mutakallim fii Adabil 'Aalim wal Muta'allim, hal.98. Cet. Daarul Basyaa'ir Al-Islaamiy].

Faedah yang bisa diambil :

1. Hendaknya para penuntut ilmu bersikap tawadhu dihadapan syaikhnya, ustadznya dan guru-gurunya meskipun dia telah memiliki ilmu atau telah melampaui ilmu mereka

2. Hendaknya para penuntut ilmu lebih banyak mendengar ketika berada di majelisnya para masyaikh, para ustadz, para guru dan bertanya jika tidak mengetahui

3. Jauhi sifat sombong dalam belajar karena sikap sombong akan menolak ilmu demikian juga sifat malu sebagaimana ucapan Imam Mujahid rahimahullah :

.لا يتعلم العلم مستحي ولا مستكبر

"Tidak akan mempelajari ilmu (mendapatkan ilmu) orang yang malu dan orang yang sombong." [HR. al-Bukhari dalam Kitaabul 'Ilmi, bab malu dalam menuntut ilmu hal.50. Cet. Baitul Afkar Ad-Dauliyyah].

4. Diantara bentuk sombong juga adalah meremehkan manusia ; termasuk penuntut ilmu  meremehkan penuntut ilmu lainnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

.((لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذرة من كبر))
 فقال رجل : إن الرجل يجب أن يكون ثوبه حسنا، ونعله حسنا؟ فقال : ((إن الله جميل يحب الجمال، الكبر بطر الحق، وغمط الناس))

((Tidak akan masuk surga orang yang didalam hatinya ada kesombongan sebesar dzarrah)). Maka seorang laki-laki berkata : 'Bagaimana jika seseorang suka bajunya bagus, sandalnya bagus?' Maka Nabi bersabda : ((Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan, sombong itu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain)). [HR. Muslim, no.91. Cet. Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

5. Taklid kepada orang yang paling berilmu atau kepada ahli ijtihad dalam masalah beragama diperbolehkan, selama tidak sampai mentuhankan para ulama dan fatwanya. 

6. Keutamaan belajar ilmu agama kepada para ulama atau kepada para asatidzah yang mumpuni ilmunya.

7. Keutamaan orang-orang yang berilmu

8. Keutamaan para penuntut ilmu

Semoga tulisan ini bermanfaat.

***

Dompu : 16 Dzulhijjah 1441 H/6 Agustus 2020

Penulis : Abu Dawud ad-Dompuwiyy

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com

Related Posts:

TIDAK TERCELANYA KAYA DAN BANYAK HARTA BAGI ORANG ORANG YANG BERTAKWA


عن سعد بن عبادة رضي الله عنه أنه كان يدعو : ((اللهم هب لي حمدا، وهب لي مجدا، لا مجدا إلا بفعال، ولا فعال إلا بمال، اللهم لا
 .((يصلحني القليل ولا أصلح عليه

.رواه ابن أبي شيبة وصححه الحاكم ؛ وهو كذلك

.[الغرر من موقوف الأثر للشيخ صالح بن عبد الله بن حمد العصيمي، ص : ١١]

Dari Sa'ad bin Ubadah radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berdoa : ((Ya Allah karuniakan kepadaku kemuliaan, dan anugerahkan kepadaku kehormatan, tidak ada kehormatan kecuali dengan perbuatan, tidak ada perbuatan kecuali dengan harta, ya Allah tidak cocok untuk-ku sedikit harta dan aku tidak bisa berbuat baik tanpa harta)).

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Al-Hakim telah menshohihkannya ; dan Ibnu Abi Syaibah juga demikian (telah mensohihkannya). [Al-Ghuror min Mauquufil Atsar, karya Asy-Syaikh Sholih bin Abdillah bin Muhammad al-'Ushaimiy, hal : 11]


Faefah dari atsar diatas :

1. Sa'ad bin Ubadah adalah sahabat anshar. Nama beliau adalah Sa'ad bin Ubadah bin Dulaim al-Anshari al-Khajraji, kunyah beliau adalah Abu Tsabit atau Abu Qais, beliau digelari dengan al-Kaamil, dan beliau wafat tahun 15 H atau selain itu di kota Syam atau yang lebih masyhur di kota Hauraan.

2. Beliau berdoa kepada Allah meminta kemuliaan, kehormatan, bahkan beliau meminta kekayaan menunjukkan bahwa doa-doa tersebut tidak tercela.

3. Untuk mendapatkan kehormatan tentunya harus diiringi dengan perbuatan yang baik bukan perbuatan yang buruk.

4. Beliau berpandangan bahwa tidak ada perbuatan kecuali dengan harta, karena harta merupakan washilah untuk berbuat kebaikan seperti berinfaq, bersedekah, baik dijalan Allah atau kepada orang-orang fakir.

5. Sahabat Sa'ad bin Ubadah termasuk sahabat yang kaya dan dermawan di kota madinah, beliau berdoa dan meminta harta : ((ya Allah tidak cocok untuk-ku sedikit harta dan aku tidak bisa berbuat baik tanpa harta)), maksudnya beliau tidak cocok jika hidup miskin karena akan menghalangi beliau dari berinfaq dijalan Allah dan bersedekah menolong orang-orang miskin.

6. Bolehnya meminta kekayaan kepada Allah bagi orang-orang yang sholeh. 

7. Tidak tercelanya kekayaan bagi orang-orang yang sholeh sebagaimana Nabi Sulaiman 'alaihissalam, selama kekayaan itu menjadi washilah untuk bertakwa kepada Allah.

8. Ada sebagian orang yang jika diberi kefakiran oleh Allah akan menyebabkan ia jauh dari Allah sehingga Allah-pun menjadikannya kaya untuk menyelamatkan agamanya dan itu yang lebih baik baginya. Sebaliknya ada juga orang yang jika Allah menjadikannya kaya justru hal itu akan membuat ia semakin jauh dari Allah sehingga akhirnya Allah-pun menjadikannnya miskin untuk menyelamatkan agamanya dan itu lebih baik baginya.

9. Jika kita melihat ada seorang muslim yang kaya, maka hendaknya kita husnudzon apalagi jika mereka adalah orang-orang yang sholeh.

10. Umur panjang dan waktu luang lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa dari harta dan dunia seluruhnya.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Related Posts:

SEMBUNYIKAN AMAL SHOLEHMU


.((عن الزبير بن العوام رضي الله عنه أنه قال : ((من استطاع منكم أن أكون له خبيئة من علم صالح ؛ فاليفعل

.رواه أحمد في (الزهد) ؛ و ابن أبي شيبة ؛ وإسناده صحيح

[الغرر من موقوف الأثر للشيخ صالح بن عبد الله بن حمد العصيمي، ص : ٨]

Dari Zubair bin Awwam radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata : ((Barangsiapa diantara kalian mampu memiliki amal sholeh yang tersembunyi, maka lakukanlah)).

Diriwayatkan oleh Ahmad dalam kitab (Az-Zuhd) ; dan Ibnu Abi Syaibah ; dan sanadnya shohih. [Al-Ghuror min Mauquufil Atsar, karya Asy-Syaikh Sholih bin Abdillah bin Muhammad al-'Ushaimiy, hal : 8]


Faedah dari atsar diatas :

1. Hendaknya seseorang menyembunyikan amal sholehnya dari pandangan manusia karena ikhlas itu sangat sulit. Berkata Imam Sufyan ats-Tsauriy rahimahullah : 

((ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي لأنها تتقلب علي))

((Tidak ada sesuatu yang paling berat untuk aku obati melainkan niatku, karena ia selalu berbolak-balik)). [Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaaid al-Arbaiin an-Nawawiyyah, hal. 14. Cet. Daar Ibnil Jauziy]

2. Jika seseorang tidak mampu menyembunyikan amal sholehnya maka hendaklah dia ikhlas dalam beramal, karena ikhlasnya niat termasuk syarat diterimanya amalan. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits :

((إنما الاعمال بالنية و إنما لكل امرئ ما نوى))

"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan sesungguhnya setiap orang tergantung apa yang ia niatkan". (HR. Bukhari dan Muslim)

Berkata Ibnu Ajlaan rahimahullah :

((لا يصلح العمل إلا بثلاث : التقوى لله، والنية الحسنة، والأصابة))

((Tidak akan baik suatu amalan kecuali dengan tiga hal : Takwa kepada Allah, niat yang baik, dan tepat/benar (sesuai sunnah))). [Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaaid al-Arbaiin an-Nawawiyyah, hal. 14-15. Cet. Daar Ibnil Jauziy]

3. Riya' itu bisa menimpa siapapun termasuk orang-orang yang sholeh dan termasuk hal yang sangat ditakuti oleh Rasulullah menimpa para sahabat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

.أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر، فسئل عنه؟ فقال : الرياء

"(Sesungguhnya) yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah syirik ashgor. Nabi ditanya tentangnya (tentang apa itu syirik ashgor?). Nabi mengatakan : yaitu riya." [Fathul Majiid, syarhu Kitaabit Tauhiid, hal. 75. Cet. Daarul Kutub al-'Ilmiyyah]

4. Keutamaan menyembunyikan amalan

5. Keutamaan ikhlas

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Related Posts:

JANGAN MENCELA SAHABAT NABI



عن سعد بن أبي وقاص رضي الله عنه أنه قال : لما تناول رجل خالد بن الوليد رضي الله عنه عنده، وكان بينهما كلام. ((أن ما بيننا
 .((لم يبلغ ديننا

.رواه ابن أبي شيبة والطبراني ؛ وإسناده صحيح

[الغرر من موقوف الأثر للشيخ صالح بن عبد الله بن حمد العصيمي، ص : ١٠]

Dari Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata -Tatkala ada seseorang laki-laki mencela Kholid bin Walid disisi Sa'ad bin Abi Waqqosh, dan antara Sa'ad bin Abi Waqqash dan Kholid bin Walid pernah ada pembicaraan/percekcokan- : ((Sesungguhnya apa yang terjadi antara kami tidak sampai mencederai agama kami)). 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan At-Thobananiy ; dan sanadnya shahih. [Al-Ghuror min Mauquufil Atsar, karya Asy-Syaikh Sholih bin Abdillah bin Muhammad al-'Ushaimiy, hal : 10]

Faedah dari atsar diatas :

1. Sudah sunnatullah bahwa kehidupan ini terkadang dihiasi oleh perselisihan dan pertikaian.

2. Adanya pertikaian pada sebagian sahabat menunjukkan bahwa para sahabat hanya manusia biasa, bukan Nabi yang ma'sum, yang penting pertikaian itu bukan terkait agama mereka dan bahkan tidak menciderai agama mereka sama sekali.

3. Jika memang telah terjadi perselisihan diantara sebagian sahabat Nabi dalam urusan dunia mereka, tugas kita adalah husnudzon kepada mereka dan jangan mencelanya, karena mereka adalah sebaik-baik manusia setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahkan Allah sungguh telah ridho kepada mereka sebagaimana firman Allah Ta'ala

وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَـٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَـٰنٍۢ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّـٰتٍۢ تَجْرِى تَحْتَهَا»
 «ٱلْأَنْهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًۭا ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ

Artinya : "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar." (QS. At-Taubah : 100)

5. Para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah kaum yang telah berlalu, bagi mereka amalan mereka dan bagi anda amalan anda, dan kita tidak akan ditanya tentang apa yang telah mereka kerjakan. Allah Ta'ala berfirman :

«تِلْكَ أُمَّةٌۭ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُم مَّا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْـَٔلُونَ عَمَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ»

Artinya : "Itu adalah umat yang berlalu; bagi mereka apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-Baqaroh : 134)

6. Mulianya akhlak Sa'ad bin Abi Waqqash yang mengatakan kepada orang yang mencela Kholid  bin Walid : (((Diam kamu) sesungguhnya apa yang terjadi antara kami tidak sampai mencederai agama kami)).

7. Sa'ad bin Abi Waqqosh adalah orang yang pernah didoakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana dalam sebuah hadits :

اللهم سدد رميته، وأحب دعوته

“Ya Allah, tepatkan lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya.” (HR. al-Hakim, 3/ 500)

8. Sa'ad bin Abi Waqqosh adalah pemanah pertama didalam Islam dan pemanah paling jitu dalam sejarah umat Islam, serta ia merupakan orang yang paling mustajab doanya.

9. Khalid bin Walid adalah panglima perang yang tak terkalahkan, baik di zaman jahiliyyah sebelum ia masuk Islam maupun ketika ia telah masuk Islam.

10. Khalid bin Walid termasuk orang  yang paling lihai dan ahli dalam strategi perang hingga ia dijuluki dengan saifullah (pedang Allah) yang terhunus.

11. Khalid bin Walid wafat diatas tempat tidurnya bukan wafat di medan perang, ini menunjukkan bahwa Allah tidak ingin ada musuh yang bisa mengalahkannya sehingga tetap dengan gelar saifullah (pedang Allah) yang terhunus.

12. Mulianya Khalid bin Walid.

13. Mulianya para sahabat.

Semoga bermanfaat.

Related Posts: