.يكن بينهما فرق
.بالرؤية لا للمرئي بالمرئي ؛ لأن الله ليس كمثله شيء ولا تسبيه له ولا نظير
Melihat Allah di dunia itu mustahil ; berdasarkan firman Allah kepada Nabi Musa dan sungguh Nabi Musa telah meminta untuk melihat Allah : ((Kamu tidak akan mampu melihat-Ku)) [QS. Al-A'raf : 143] Adapun melihat Allah di akhirat merupakan perkara yang pasti berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah serta kesepakatan salaf.
Allah Ta'ala berfirman (yang artinya) : ((Wajah-wajah (orang-orang mu'min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya-lah mereka melihat)) [QS. Al-Qiyaamah : 22-23]
Dan Allah berfirman (yang artinya) : ((Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhijab dari melihat Rabb mereka)) [QS. Al-Muthoffifiin : 15]. Maka tatkala dihijab orang-orang fajir dari melihat Allah menunjukkan bahwasannya orang-orang yang berbakti (beriman) akan melihat Allah ; dan jika tidak maka antara keduanya tidak ada perbedaan.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama dan kalian tidak akan berdesak-desakan dalam melihat-Nya)). Muttafaqun 'alaihi ; Penyerupaan ini adalah (penyerupaan) melihat dengan melihat bukan penyerupaan dzat dengan dzat, karena sesungguhnya Allah, tidak ada yang serupa dengan-Nya sesuatu apapun, tidak ada yang semisal dengan-Nya dan tidak ada pula yang sepadan (dengan-Nya).
Dan salaf telah bersepakat tentang melihatnya orang-orang yang beriman kepada Allah Ta'ala terkecuali orang-orang kafir dengan dalil ayat yang kedua tentang mereka akan melihat Allah Ta'ala pada saat kekacauan hari kiyamat dan melihat Allah Ta'ala setelah masuk surga sebagaimana yang Allah Ta'ala kehendaki ; dan melihat (disini) adalah melihat yang hakiki yang pantas bagi (keagungan dan kebesaran) Allah.
Dan Ahli Ta'thil telah mentafsirkan bahwa yang dimaksud dengan melihat adalah melihat pahala dari Allah, atau melihat amal dan keyakinan, dengan memperhatikan ta'wil yang pertama, kami bantah mereka dengan apa yang telah berlalu dari qoidah yang keempat, dengan memperhatikan ta'wil yang kedua dengan hal itu juga (maksudnya beliau bantah dengan apa yang telah berlalu dari qoidah yang keempat juga) dan dengan sisi yang keempat : bahwasannya ilmu dan keyakinan berlaku untuk orang-orang yang berbakti (beriman) di dunia, dan akan berlaku bagi orang-orang yang fajir di akhirat (orang-orang fajir akan mengilmui, meyakini alias beriman nanti dihari akhirat tentang hal itu). [Lum'atul I'tiqood Al-Haadiy ila Sabiilir Rasyaad, hal : 48. Cetakan Daarul Aatsaar]
Faedah yang bisa diambil :
1. Orang-orang yang beriman, mereka akan melihat Allah nanti pada hari kiyamat berdasarkan firman Allah :
«وُجُوهٌۭ يَوْمَئِذٍۢ نَّاضِرَةٌ ¤ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌۭ»
Artinya : "Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat." (QS. Al-Qiyaamah : 22-23)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إنكم سترون ربكم كما ترون القمر لا تضامون في رؤيته)). متفق عليه))
((Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama dan kalian tidak akan berdesak-desakan dalam melihat-Nya)). Muttafaqun 'alaihi
2. Orang-orang yang kafir, mereka akan terhijab dari melihat Allah pada hari kiyamat sebagaimana firman Allah :
«كَلَّآ إِنَّهُمْ عَن رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍۢ لَّمَحْجُوبُونَ»
Artinya : "Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka." (QS. Al-Muthoffifin : 15)
3. Allah tidak bisa dilihat di dunia, bahkan oleh para Nabi sekalipun, berdasarkan dalil-dalil yang ada diantaranya :
«وَلَمَّا جَآءَ مُوسَىٰ لِمِيقَـٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّهُۥ قَالَ رَبِّ أَرِنِىٓ أَنظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَن تَرَىٰنِى وَلَـٰكِنِ ٱنظُرْ إِلَى ٱلْجَبَلِ فَإِنِ ٱسْتَقَرَّ مَكَانَهُۥ فَسَوْفَ تَرَىٰنِى ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُۥ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُۥ دَكًّۭا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًۭا ۚ فَلَمَّآ أَفَاقَ قَالَ سُبْحَـٰنَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلْمُؤْمِنِينَ»
Artinya : "Dan tatkala Musa datang untuk (bermunajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (QS. Al-A'raf : 143)
4. Orang yang mengaku bisa melihat Allah di dunia, berarti dia telah berbicara tentang Allah tanpa ilmu
5. Diantara kelompok sesat yang mengaku bisa melihat Allah di dunia adalah tarekat sufiyyah, bahkan mereka mengaku bahwa Allah bisa menyatu dengan makhluk, ini tentu merupakan keyakinan yang sesat dan menyesatkan
6. Melihat Allah merupakan kenikmatan tertinggi nanti di akhirat
7. Kebalikannya tidak bisa melihat Allah merupakan kesengsaraan yang paling tinggi nanti di akhirat
8. Melihat Allah tidak perlu berdesak-desakkan. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إنكم سترون ربكم كما ترون القمر لا تضامون في رؤيته)). متفق عليه))
((Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama dan kalian tidak akan berdesak-desakan dalam melihat-Nya)). Muttafaqun 'alaihi.
9. Pada hadits diatas, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak bermaksud memperumpamakan Allah dengan bulan purnama, tapi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hanya memperumpamakan cara melihatnya, bukan menyamakan antara Dzat Allah dengan dzat bulan karena hal ini merupakan kebathilan. Itulah makna ucapan Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimin rahimahullah :
وهذا التشبيه للرؤية بالرؤية لا للمرئي بالمرئي ؛ لأن الله ليس كمثله شيء ولا تسبيه له ولا نظير
[لمعة الإعتقاد الهادي الى سبيل الرشاد، ص : ٤٨. دار الآثار]
"Penyerupaan ini adalah (penyerupaan) melihat dengan melihat bukan penyerupaan dzat dengan dzat, karena sesungguhnya Allah, tidak ada yang serupa dengan-Nya sesuatu apapun, tidak ada yang semisal dengan-Nya dan tidak ada pula yang sepadan (dengan-Nya)." [Lum'atul I'tiqood Al-Haadiy ila Sabiilir Rasyaad, hal : 48. Cetakan Daarul Aatsaar]
Allah Ta'ala berfirman :
«لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ»
Artinya : "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat." (QS. Asy-Syura : 11)
Semoga tulisan ini bermanfaat.
***
Dompu, Nusa Tenggara Barat : 24 Jumadil Akhir 1441 H/18 Februari 2020
Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy
Artikel : Meciangi-d.blogspot.com