DUA PAKAR NAHWU AL-KISA'I DAN IMAM ASY-SYAFI'I

Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin shallallahu 'alaihi wa sallam. Wa ba'du.

Berbicara tentang Imam Al-Kisa'i dan Imam Asy-Syafi'i, kedua imam tersebut sama-sama memiliki kelebihan dimasing-masing bidang ilmu dan mereka hidup di zaman yang sama. Adapun Imam Al-Kisa'i adalah salah satu dari ahli qira'at sab'ah dan imamnya ahli nahwu kufah. Beliau lahir tahun 119 H dan wafat tahun 189 H. Adapun Imam Asy-Syafi'i adalah imam yang menguasai banyak cabang ilmu baik fiqih, hadits, jarh wa ta'dil, ushul, lughoh dan masih banyak lagi cabang-cabang keilmuan lainnya. Imam Asy-Syafi'i lahir di palestina tahun 150 H dan wafat tahun 204 H. Artinya antara Imam Al-Kisa'i dan Imam Asy-Syafi'i mereka berdua pernah hidup sezaman walaupun tidak seusia, dan keduanya sama-sama mendapat banyak pujian dalam hal ilmu tata bahasa arab.


BIOGRAFI SINGKAT DAN PUJIAN TERHADAP IMAM AL-KISA'I

Imam Al-Kisa'i adalah ulama dalam bidang qira'at sab'ah dan termasuk diantara tujuh dari ahli qira'at yang diambil ilmunya hingga sekarang. Selain itu beliau juga merupakah tokoh terkemuka dalam bidang nahwu dari kota kuffah, dengan kata lain Al-Kisa'i adalah raja dalam bidang nahwu beraliran kuffah, sedangkan di kota bashrah hidup juga seorang pakar dan ahli nahwu terkemuka beraliran bashrah bernama Sibawaih. Dua tokoh ini adalah pendiri madzhab kufah dan bashrah dalam bidang nahwu. Terkait dengan Al-Kisa'i, Ibnu Ammad dalam kitabnya Syadzarat Adz-Dzahab mengatakan : 

وفيها توفي في صحبة الرشيد شيخ القراءات والنحو الإمام أبو الحسن علي بن حمزة الأسدي الكفي الكسائي، أحد السبعة ، قرأ
.على حمزة، وأدب الرشيد وولده الأمين، وهو من تلاميذ الخليل

وله مع اليزيدي وسيبويه مناظرات كثيرة. وتوفي بالري صحبة هارون. وفي ذلك اليوم ماتى محمد بن الحسن الحنفي، فقال
.الرشيد:  دفنت العربية والفقه بالري اليوم

.مع تبحر الكسائي في النحو والعربية لم يكن معرفة بالشعر
وقيل : الكسائي لأنه أحرمفي كساء، وقيل : لأنه جاء إلى حمزة ضائفا بكساء، فقال حمزة : من يقرأ؟ فقيل : صاحب الكساء، فبقي
 [إليه اللقلب.[شذرات الذهب، ٤٠٧-٢/٤٠٨. دار ٰابن كثير

"Dan ditahun 189 H telah wafat Syaikh ahli qira'at (al-Qur'an) dan ahli nahwu Imam Abul Hasan 'Ali bin Hamzah al-Asadi al-Kuffi Al-Kisa'i, salah seorang dari tujuh (ahli qira'at al-Qur'an) ketika menemani Khalifah Harun Ar-Rasyid (dalam sebuah perjalanan), dia belajar (qira'at al-Qur'an) kepada Hamzah (al-Kuffi), dan dia mengajarkan adab kepada Khalifah Harun Ar-Rasyid dan anaknya al-Amin, dan dia termasuk muridnya Al-Khalil.

Dan Al-Kisa'i melakukan perdebatan yang banyak dengan Al-Yaziidiy dan Sibawaih (dalam ilmu nahwu). Dia diwafatkan di kota Ray ketika menemani Harun Ar-Rasyid. (Bertepatan) pada hari itu juga telah wafat pula Muhammad bin Hasan al-Hanafi, dan berkata Harun Ar-Rasyid : Pada hari ini di kota Ray telah dikuburkan (pakar) ilmu bahasa arab dan ilmu fiqih.  

Bersamaan dengan mendalamnya Al-Kisa'i dalam ilmu nahwu dan tata bahasa arab, namun tidak menjadikan dia mengetahui tentang ilmu syair (maksudnya beliau tidak mendalami ilmu syair bukan tidak memahami ilmu syair).

Dan diijuluki dengan : Al-Kisa'i karena dia berihram dari Kisa'i, dan dikatakan juga : karena dia datang kepada Imam Hamzah dalam keadaan lemah dari kota Kisa'i, lalu berkata Imam Hamzah : Siapa yang sedang membaca (al-Qur'an)? Maka dikatakan : (yaitu) penduduk kota Kisa'i, maka ditetapkan untuknya gelar tersebut. [Syadzaraat Adz-Dzahab, 2/407-408. Cet. Daar Ibni Katsir]

Berkata Imam Asy-Syafi'i tentang Imam Al-Kisa'i : 

[من أراد أن يتبحر في النحو فهو عيال على الكسائي. [شذرات الذهب، ٢/٤٠٧. دار ٰابن كثير

"Barangsiapa yang menguasai ilmu nahwu, maka dia berhutang budi kepada Al-Kisa'i". [Syadzaraat Adz-Dzahab, 2/407. Cet. Daar Ibni Katsir]

Itulah Imam Al-Kisa'i rahimahullah, seorang pakar qiraat sab'ah dan pakar nahwu yang tidak ada tandingan pada masanya. Jika Imam Asy-Syafi'i saja telah memuji Imam Al-Kisa'i, menunjukkan bahwa keilmuan Al-Kisa'i telah diakui. Bagi para penuntut ilmu yang pernah belajar tata bahasa arab dan ilmu nahwu, tentunya pasti mengenal Imam Al-Kisa'i rahimahullah. Jika belum mengenal beliau rahimahullah, maka sangat dianjurkan untuk mengenalnya.


KISAH IMAM AL-KISA'I DENGAN SEEKOR SEMUT

Dimasa-masa belajarnya, Imam Al-Kisai pernah merasakan putus asa ketika mempelajari ilmu nahwu, namun karena melihat seekor semut yang sabar membawa makanannya menaiki sebuah dinding, maka Imam Al-Kisa'i-pun terinspirasi dari kesabaran seekor semut tersebut. Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin rahimahullah mengenai kisah Imam al-Kisa'i :

وقد حدثني شيخنا المثابر عبد الرحمان السعدي - رحمه الله - أنه ذكر عن الكسائي إمام أهل الكوفة في النحو أنه طلب علم النحو فلم يتمكن، وفي يوم من الأيام وجد نملة تحمل طعاما لها وتصعد به إلى الجدار وكلما صعدت سقطت، ولكنها ثابرت حتى تخلصت
.من هذه العقبة وصعدت الجدار، فقال الكسائي : هذه النملة ثابرت حتى وصلت الغاية، فثابر حتى صار إماما في النحو

[كتاب العلم لفضيلة الشيخ محمد بن صالح عثيمين، ص : ٤٧]

"Dan sungguh Syaikh kami yang tekun Abdurrahman as-Sa'diy - rahimahullah - telah menceritakan kepadaku bahwa dia pernah menyebutkan tentang Al-Kisa'i yaitu Imamnya penduduk kota kufah dalam bidang ilmu nahwu.

Bahwasanya beliau (Imam Al-Kisa'i) pernah mempelajari ilmu nahwu namun beliau tidak pernah berhasil. Pada suatu ketika beliau mendapati seekor semut yang membawa makanannya menaiki sebuah dinding, dan setiap kali dia naik dia terjatuh, akan tetapi dia bersabar hingga akhirnya dia-pun lolos dari rintangan tersebut dan berhasil naik keatas dinding.

Maka berkata Al-Kisa'i : Semut ini (saja) ia bersabar hingga sampai pada tujuannya, maka beliau-pun bersabar sampai beliau menjadi Imam dalam bidang ilmu nahwu."
[Kitaabul 'Ilmi li Fadhilati Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimiin, hal : 47]

Setelah membawakan kisah tersebut, lalu Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimin memberikan kepada kita motivasi :

ولهذا ينبغي لنا أيها الطلبة أن نثابر ولا نيأس فإن اليأس معناه سد باب الخير، وينبغي لنا ألا نتشاءم بل نتفاءل وأن نعد أنفسنا
 .خيرا

[كتاب العلم لفضيلة الشيخ محمد بن صالح عثيمين، ص : ٤٧]

"Dan untuk inilah  semestinya kita semua wahai para penuntut ilmu agar bersabar dan tidak berputus asa, karena sesungguhnya putus asa artinya menutup rapat-rapat pintu kebaikan. Dan semestinya pula bagi kita agar kita tidak mudah pesimis bahkan harus optimis dan mempertimbangkan kebaikan untuk jiwa-jiwa kita." [Kitaabul 'Ilmi li Fadhilati Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimiin, hal : 47]


BIOGRAFI SINGKAT DAN PUJIAN TERHADAP IMAM ASY-SYAFI'I 

Imam Asy-Syafi', beliau adalah salah satu dari ulama empat madhab, beliau juga adalah gurunya para ulama. Diantara murid Imam Asy-Syafi'i yang paling menonjol adalah Imam Ahmad bin Hambal, cukup Imam Ahmad bin Hambal sebagai bukti betapa tingginya keilmuan dan kedudukan Imam Asy-Syafi'i. Selain menguasai banyak cabang ilmu, beliau juga menguasai cabang ilmu nahwu dan syair, hingga banyak para ulama yang memuji kefasihan Imam Asy-Syafi'i dalam hal ilmu tata bahasa arab dan ilmu nahwu.

Berkata Abdul Mun'im Khufaji :

الإمام الشافعي هو من هو، إمامة في الدين والفقه والأصول والحديث واللغة والأدب والشعر والنقد

"Imam Asy-Syafi'i siapa dia, yaitu pemimpin dalam agama, fiqih, ushul, hadits, lughoh (tata bahasa arab), adab, syair dan dalam kritik-mengkiritik (ahli jarh wa ta'dil)".

Berkata sebagian salaf : 

(١. حدث الربيع بن سليمان قال : سمعت عبد الملك بن هسام صاحب المغازي يقول : (الشافعي ممن تأخذ منه اللغة

(٢. وقال أحمد بن حنبل : كان الشافعي (من أفصح الناس، وكان مالك تعجبه قراءته لأنه كان فصيحا

(٣. وحدث أبو عبيد القاسم بن سلام قال : كان الشافعي ممن يؤخذ عنه اللغة (أو من أهل اللغة

((٤. وقال الربيع بن سليمان : ((كان الشافعي عربي النفس عربي اللسان

((٥. وقال أحمد بن أبي سريج ((ما رأيت أحدا افوه، ولا أنطق من الشافعي
[ديوان الشافعي، ص : ٣. مكتبة الكليات]

1. Rabii' bin Sulaiman menceritakan dan berkata : Saya mendengar Abdul Malik bin Hisyam pemilik kitab Al-Maghoziy berkata :

((Asy-Syafi'i termasuk orang yang diambil darinya al-lughoh (ilmu bahasa arab)

2. Berkata Ahmad bin Hambal :((Asy-Syafi'i termasuk diantara orang yang paling fasih, dan Imam Malik merasa takjub dengan bacaannya, karena sesungguhnya dia (Asy-Syafi'i) sangat fasih))

3. Berkata Abu 'Ubaidil Qaasim bin salam menceritakan :Asy-Syafi'i termasuk orang yang diambil darinya ilmu  bahasa arab ((atau termasuk pakar bahasa arab))

4. Berkata Rabii' bin Sulaiman :((Asy-Syafii orang arab asli dan arab pula lisannya (fasih)))

5.  Berkata Ahmad bin Abi Sariij :((Aku tidak pernah melihat seorangpun yang paling (fasih) bicaranya dan paling (fasih) perkataannya daripada Asy-Syafi'i)) [Diiwaan Asy-Syafi'i, hal : 3. Cet. Maktabah Al-Kuliyyat]

Karena mendalamnya ilmu nahwu Imam Asy-Syafi'i, sampai-sampai beliau  pernah mengatakan :

[لا أسأل عن مسألة في الفقه الا أجبت عنها من قواعد النحو.... [شذرات الذهب، ٢/٤٠٧. دار ٰابن كثير

"Tidaklah aku ditanya tentang suatu permasalahan fiqih kecali aku menjawab permasalahan tersebut dengan kaidah-kaidah nahwu....". [Syadzaraat Adz-Dzahab, 2/407. Cet. Daar Ibni Katsir]

Dan Imam Asy-Syafi'i juga mengatakan :

من تبحر في النحو اهتدى إلى جميع العلوم. [شذرات 
الذهب، ٢/٤٠٧. دار ٰابن كثير

"Barangsiapa yang menguasai ilmu nahwu, dia dimudahkan untuk memahami seluruh ilmu". [Syadzaraat Adz-Dzahab, 2/407. Cet. Daar Ibni Katsir]

Kunci pembuka ilmu menurut Imam Asy-Syafi'i adalah dengan menguasai ilmu nahwu.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

***
Dompu, 26 Syawwal 1440 H/29 Juni 2019

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy 

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com 

Related Posts:

SEBAB PERTIKAIAN

Pertikaian dan perselisihan merupakan sunnatullah yang Allah perjalankan diatas bumi ini sebagai ujian bagi manusia. Tidak hanya dari kalangan orang-orang yang fajir, bahkan hal ini terjadi pula pada sebagian penuntut ilmu dan sebagian orang-orang sholeh diantara umat ini. Disebutkan dalam sebuah tulisan yang kami terjemahkan secara bebas :

سبب عظيـم لتفـرق الاخ واخيـه والصديق وصديقـه

: عن أنس - رضي الله عنه - قال
 :قال رسول الله ﷺ

« والذي نفس محمد بيده ؛ ما تواد اثنان في الله ففرق بينهما إلا بذنب يحدثه أحدهما »

 أخرجه أحمد وصححه الألباني في الإرواء 8/99

:قال المناوي رحمه الله معلقا على الحديث

فيكون التفريق عقوبة لذلك الذنب ؛ ولهذا قال موسى الكاظم : إذا تغير صاحبك عليك ، فاعلم أن ذلك من ذنب أحدثته ، فتب إلى الله
.من كل ذنب ، يستقيم لك وده

: وقال المزني

إذا وجدت من إخوانك جفاء ، فتب إلى الله ، فإنك أحدثت ذنبا ، وإذا وجدت منهم زيادة ود ، فذلك لطاعة أحدثتها ، فاشكر الله تعالى

【الفيــض【5/437】
✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧
https://goo.gl/IoFp59
https://goo.gl/R6br7a


SEBAB TERBESAR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PERSELISIHAN ANTARA SAUDARA DENGAN SAUDARANYA ANTARA SAHABAT DENGAN SAHABATNYA

Dari Anas -radhiyallahu 'anhu- berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :

«Demi yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya ; Tidaklah dua orang saling berkasih sayang karena Allah, lalu terjadi perselisihan antar keduanya, kecuali hal itu (terjadi) karena dosa-dosa yang dilakukan oleh salah seorang dari keduanya» (Dikeluarkan oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam kitab Al-Irwa' 8/99)

Berkata Al-Munawiy rahimahullah mengomentari hadits tersebut :

Terjadinya perselisihan merupakan hukuman, diakibatkan oleh dosa (yang telah dilakukan) ; untuk ini berkata Musa Al-Kadzim : Jika saudaramu (sikapnya) berubah terhadapmu, maka ketahuilah bahwasannya hal itu diakibatkan oleh dosa yang telah engkau perbuat terhadapnya, maka bertaubatlah kepada Allah dari setiap dosa, niscaya akan langgeng kasih sayangnya kepadamu.

Berkata Al-Muzaniy :

Jika engkau mendapati sebagian saudaramu bersikap antipati (cuek), maka bertaubatlah kepada Allah, karena sesungguhnya engkau telah berbuat dosa, dan apabila engkau dapati dari mereka bertambah kasih sayangnya (kepadamu), maka hal itu karena ketaatan yang terjadi padamu maka berterima kasihlah kepada Allah Ta'ala.

【 KItab Al-Faidh : 5/437


Related Posts:

SALAWAT YANG SUNNAH DAN SALAWAT YANG BID'AH

Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala nabiiyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Amma ba'du. 

Berbicara tentang masalah shalawat, shalawat adalah perkara yang di perintahkan oleh syariat, baik berdasarkan dalil-dalil Al-Qur'an maupun dari hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena itu, siapa yang rajin bersalawat, berarti dia sedang mengikuti jejak-jejak salaf menetapkan adanya syariat bersalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun, jikapun ada diantara ulama-ulama salaf yang melarang salawat, tentunya pelarangan ini bukan berarti menunjukkan para ulama membenci salawat, namun yang dilarang adalah sebagian jenis salawat yang memang tidak ada contohnya samasekali. Bagi para pecinta salawat, hendaknya mereka jangan terlalu terburu-buru berburuk sangka. Tundukkan akal anda terhadap dalil, kedepankan husnudzon kepada para ulama, dan yakinilah bahwa pelarangan tersebut pasti ada sebabnya, yaitu akan menimbulkan bahaya terhadap kemurnian agama serta membahayakan diri pribadi orang yang bersalawat itu sendiri.

Untuk diketahui bahwa shalawat itu bermacam-macam, ada shalawat yang ada nashnya langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan terikat waktunya seperti contoh salawat pada tasyahud akhir atau yang disebut juga sebagai salawat ibrahimiyyah. Adapun salawat yang tidak terikat waktunya, maka kapan saja kita mendengar nama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam disebut, maka kita disyariatkan untuk membalasnya dengan bersalawat kepada beliau. 

Kenyataan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat bahwa disana sangat banyak shalawat yang di buat-buat oleh orang-orang yang datang setelah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Shalawat-shalawat tersebut samasekali tidak dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka mengkhususkan waktunya, memodifikasi shalawatnya, sehingga jadilah hal tersebut menjadi perkara baru dalam agama. Diantaranya adalah salawat yang akan kita bahas nanti biidznillah.

Permasalahan yang perlu di garis bawahi adalah sudah sunnatullah bahwa akan ada kebaikan dan pula keburukan, akan ada kebenaran dan ada pula kebathilan, tugas kita adalah  mengikuti kebaikan dan meninggalkan keburukan. Bagaimana akan sampai kebenaran kepada pecinta shalawat jika tidak ada keinginan kita untuk menyampaikannya? Obat itu pahit tapi menyembuhkan, nasihat itu pedas namun menyelamatkan. Begitu pula dalam permasalahan shalawat ini. 

Sebagaimana ucapan orang-orang yang bijak bahwa nasihat itu adalah tanda cinta bukan kebencian, nasihat itu tanda kasih sayang bukan hendak mencaci apalagi menyalahkan, namun semata-mata dibangun diatas sifat kasih sayang, demi tersampainya kebenaran yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, agar kita mau mengikutinya dengan tunduk dan patuh serta pasrah semata-mata karena Allah.

PERINTAH UNTUK BERSALAWAT

Salawat adalah perkara ibadah, yang telah di perintahkan oleh Allah secara langsung dalam Al-Qur'an. Allah 'Azza wa Jalla berfirman :

إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَـٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ ۚ يَـٰٓأَيُّهَا 
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تسليما

Artinya : "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (Al-Ahzab : 56)

Ayat diatas sangat jelas memerintahkan kita untuk bershalawat, ini menunjukan bahwa shalawat adalah ibadah. Karena itu para salaf tidak pernah melarang kaum muslimin untuk bershalawat, apalagi anti terhadap shalawat, karena nash-nash tentang perintah untuk bershalawat sangat banyak, baik di dalam Al-Qur'an, maupun hadits-hadits nabi shallallahu 'alaihi wa salam. Permasalahannya sekarang adalah, betapa banyak orang-orang menuduh dakwah salaf atau pengikut salaf tidak suka bersalawat, anti terhadap salawat dan lain sebagainya, padahal tidak demikina kenyataannya.

KEUTAMAAN SALAWAT KEPADA NABI

Dalam hadits riwayat Imam Muslim no 384, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

((من صلى علىّ صلاة صلى الله عليه بها عشرة))

((Barangsiapa yang bersalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan bersalawat kepadanya 10 kali))" (HR.Muslim, no.384)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits riwayat Abu Dawud dan yang lainnya :

((لا تجعلوا قبري عيدا و صلوا علىّ ؛ فإن صلاتكم تبلغني حيث كنتم))

((Janganlah jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan (untuk beribadah) dan bersalawatlah kalian kepadaku ; karena sesungguhnya salawat kalian akan sampai kepadaku dimana saja kalian berada))" (HR. Abu Dawud, no.2044, Ahmad, no.8804 dan di shahihkan oleh Al-Albani dalam shohih Abu Dawud, 2/383)

Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

((البخيل من ذكرت عنده فلم يصل علىّ))

((Orang yang bakhil adalah orang yang apabila namaku di sebut di sisinya, tapi dia tidak mau bersalawat kepadaku))" (HR. AT-Tiimidzi, no.3546, dan yang selainnya)

Dalam hadits Imam An Nasa-i Rasulullah juga bersabda :

((إن لله ملائكة سيّاحين في الأرض يبلغوني من أمتي اليلام))

((Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat yang akan berkeliling di atas bumi untuk menyampaikan kepadaku salawat dari umatku))" (HR. An-Nasa-i, no.1282, Al-Hakim, 2/421 dan di shahihkan oleh Al-Albani dalam shahih An-Nasa-i, 1/274)

Adapun dalam hadits Abu Dawud Nabi bersabda :

((ما من أحد يسلم عليّ الا رد الله عليّ روحي حتى أرد عليه السلام))

((Tidaklah seseorang mengucapkan salam (salawat) kepadaku kecuali Allah mengembalikan kepadaku ruhku hingga aku membalas salam atasnya))" (HR. Abu Dawud, no.2041. Dihasankan oleh Al-Albani dalam shohih Abu Dawud 1/384)

Dari penjelasan-penjelasan diatas, sangat jelas dakwah salaf atau para salafiyyun samasekali tidak mengingkari shalawat apalagi anti terhadap shalawat, bahkan mereka menetapkan adanya syariat shalawat dan mengamalkan dalam kehidupan, baik berdasarkan surat Al-Ahzab ayat 56 diatas,  atau berdasarkan hadits-hadits Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam diatas selama shalawat itu sesuai dengan contoh dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Adapaun shalawat yang tidak dicontohkan atau shalawat yang dibuat-buat sendiri oleh para pecinta shalawat, maka shalawat ini tidak boleh diamalkan dan wajib ditinggalkan, karena didalamnya mengandung banyak kesyirikan.

KAFIRNYA ORANG YANG MEMBENCI, MENOLAK, MENGEJEK ALLAH, RASUL & AYAT AYAT-NYA

Dalam aqidah ahlussunnah wal jama'ah as-salafiyah, ada yang namanya pembatal-pembatal ke Islaman, diantaranya adalah membenci agama Allah. Seandainya ada seorang muslim yang membenci syariat shalawat, maka dia bisa kafir keluar dari Islam.

Berkata Asy-Syaikh Muhammad rahimahullah pada poin ke enam kitab Nawaqidul Islam (pembatal-pembatal keislaman) :

من أبغض شيئا مما جاء به الرسول صلى الله عليه وسلم ولو عمل به كفر

"Barangsiapa yang membenci apa saja yang datang dengannya Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam meskipun dia mengamalkannya maka dia telah kafir."

Asy-Sholeh bin Fauzan al-Fauzan menjelaskan : ((Barangsiapa yang membenci apa saja yang datang dengannya Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam meskipun dia mengamalkannya maka dia telah kafir)) dan dalilnya firman Allah Ta'ala :

«ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا۟ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَـٰلَهُمْ»
[محمد : ٩]

Artinya : "Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka." (QS. Muhammad : 9) yaitu membatalkan amalan-amalan tersebut, hal ini menunjukkan bahwa membenci sesuatu dari apa saja yang datang dengannya Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dapat mengeluarkan dari agama Islam dan hal itu dapat menghapuskan amalan, karena itu  pokok keimanan dan rukun-rukunnya (terbagi menjadi) : Iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab Nya, Rasul-rasul-Nya, dan hari akhir, dan beriman kepada takdir baik dan buruk, barangsiapa yang kurang (cacat)  salah satu dari rukun-rukun iman tersebut maka dia bukan mu'min. Dan yang dimaksudkan dengan firman Allah «كَرِهُوا۟ مَآ أَنزَلَ ٱللَّه» (mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah) mencakup membenci Al-Qur'an dan mencakup pula membenci As-Sunnah yang datang dengannya Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam." [Nawaqidul Islam, Syarh Asy-Syaikh Sholeh bin Fauzan al-Fauzan, (hal.111) Maktabah Ar-Rusd]

Begitu pula pada poin ke 7 dari pembatal-pembatal keislaman yaitu mengolok-olok agama Allah. Barangsiapa yang mengolok-olok syariat shalawat, maka dia bisa kafir keluar dari Islam.

Berkata Asy-Syaikh Muhammad rahimahullah dalam kitab Nawaqidul Islam (pembatal-pembatal keislaman) :

من استهزأ بشيء من دين الرسول صلى الله عليه و سلم أو ثوابه او عقابه كفر، و الدليل قوله تعالى : «قُلْ أَبِٱللَّهِ وَءَايَـٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ. لَا
«تَعْتَذِرُوا۟ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَـٰنِكُم

"Barangsiapa yang mengolok-olok sesuatu dari agama Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam atau mengolok-olok pahala dan hukuman maka dia telah kafir. Dalilnya firman Allah Ta'aala :

«قُلْ أَبِٱللَّهِ وَءَايَـٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ. لَا تَعْتَذِرُوا۟ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَـٰنِكُمْ»

Artinya : "Katakanlah, apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah kamu beriman." (QS. At-Taubah : 65-66)" [Nawaqidul Islam, Syarh Asy-Syaikh Sholeh bin Fauzan al-Fauzan, (hal.128-129). Maktabah Ar-Rusd]

Berkata Asy-Syaikh Sholeh bin Fauzan al-Fauzan dalam syarahnya :

"Ini adalah bab yang sangat agung, dan (juga) bab yang sebelumnya ((Barangsiapa yang membenci sesuatu dari apa-apa yang datang dengannya Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam)), membenci dan tidak senang merupakan amalan hati, dan adapun mengolok-olok maka dia merupakan ucapan-ucapan lisan.

Sebab turunya ayat yang mulia ini bahwasannya jamaah kaum muslimin dahulu mereka berperang bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam peperangan tabuk kemudian mereka berkumpul dalam majelis maka berbicara salah seorang dari mereka dan berkata : "Kami tidak melihat orang yang semisal pembaca qur'an kami, mereka adalah yang paling rakus ketika makan dan yang paling dusta lisannya dan yang paling pengecut ketika bertemu musuh. Yang mereka maksudkan adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu 'anhum, dan di dalam majelis tersebut ada seorang pemuda dari kalangan Anshor dikatakan dia bernama 'Auf bin Malik dan berkata dia kepada laki-laki tersebut : kamu telah berdusta, akan tetapi kamu adalah orang yang munafik, sungguh aku akan mengabarkan ini kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka dia berdiri sembari pergi menuju Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengabarkannya dan dia mendapati bahwasannya wahyu telah mendahuluinya dan telah turun kepada Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Allah Jalla wa 'Alaa telah mengabarkan tentang apa-apa yang mereka katakan di majelis mereka tersebut, atau apa-apa yang salah seorang diantara mereka katakan, dan sisa dari mereka (di majelis tersebut) tidak mengingkari hal itu. Dan tatkala turun wahyu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka Beliau shallallahu 'alaihi wa salam berpindah dari tempatnya dan mengendarai tunggangannya, (yaitu) ketika sampai kepadanya ucapan yang keji tersebut. Kemudian datanglah laki-laki yang mengucapkan hal tersebut mengemukakan alasannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan dia berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja, kami sedang membicarakan pembicaraan para kafilah agar kami mengilangkan dengan pembicaraan tersebut (keletihan kami) selama perjalanan, dan Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memperdulikannya, dan dia tergantung (terseret) di tali pelana unta betina Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memperdulikannya, dan tidaklah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam  menambah (berbicara) selain membacakan ayat :

«أَبِٱللَّهِ وَءَايَـٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ. لَا
«تَعْتَذِرُوا۟ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَـٰنِكُمْ

Artinya : "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman." (QS. At-Taubah : 65-66). Ini merupakan dalil bahwasanya mereka dahulu orang-orang mu'min bukan orang-orang munafik, dan yang menunjukan bahwa barangsiapa yang mengolok-olok Allah, Rasul-Nya atau mengolok-olok apa-apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, sungguh dia kafir setelah dia beriman dan keluar dari Islam dan inilah inti sari dari ayat ini, apabila seandainya dahulu sebelum mereka mengucapkan (ucapan) tersebut mereka itu munafik, maka tentu tidak dikatakan «قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَـٰنِكُم» (Karena kamu kafir sesudah beriman), karena orang-orang munafik bukan orang-orang  mu'min secara asal dan tidak dinamakan juga sebagai orang-orang mu'min, tapi (mereka) dinamakan dengan orang-orang munafik, dan sungguh Allah Jalla wa 'Alaa telah berfirman dalam ayat yang lain tentang orang-orang munafik

«وَلَقَدْ قَالُوا۟ كَلِمَةَ ٱلْكُفْرِ وَكَفَرُوا۟ بَعْدَ إِسْلَـٰمِهِم»

ْArtinya : "Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam." (QS. At-Taubah : 74), dan Allah tidak mengatakan setelah mereka beriman (tp mengatakan setelah mereka berislam)." [Nawaqidul Islam, Syarh Asy-Syaikh Sholeh bin Fauzan al-Fauzan, (hal.128-129). Maktabah Ar-Rusd]

Dari kisah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa menolak satu huruf dari al-Quran bisa kafir, menolak satu ayat yang memerintahkan untuk bershalawat, juga bisa kafir, karena Al-Qur'an diturunkan untuk diimani dan diamalkan. Karena itu ayat 56 surat Al-Ahzab diatas dengan tegas memerintahkan kita untuk bershalawat kepada Nabi, bahkan Allah sendiri bershalawat kepada Nabi lantas kita mengingkarinya? Maka orang yang seperti ini sama saja mengingkari Al-Qur'an. Padahal mengingkari satu huruf saja dari Al-Qur'an bisa menyebabkan pelakunya kafir keluar dari Islam berdasarkan ijma' para ulama.

SALAWAT YANG DIBOLEHKAN DAN DICONTOHKAN

Sebagaimana telah kita sebutkan bahwa shalawat itu ada yang dicontohkan dan ada pula yang tidak dicontohkan. Diantara salawat yang dicontohkan yaitu shalawat dalam tasyahud akhir atau shalawat ibrahimiyyah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits riwayat Imam Al-Bukhari dengan lafadz :

اللهم صل على محمد و على آل محمد، كما صليت على إبراهيم و على آل إبراهيم، إنك حميد مجيد، اللهم بارك على محمد و على و على آل محمد، كما باركت على إبراهيم و على آل إبراهيم، إنك حميد 
(مجيد. (البخارى : ٣٣٧، مسلم ٤٠٦

"Ya Allah berikanlah salawat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau bersalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Dan barokatilah Nabi Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkati Nabi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia." (H.R. Bukhari no.337, Muslim no.406)

Berkata Asy-Syaikh Abu 'Abdirrahman bin Yahya bin 'Ali al-Hajuri :

"Diantara sebaik-baik bentuk salawat atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu apa yang datang dari hadits Abu Mas'ud al-Badari radhiyallahu 'anhu bahwasannya Basyir bin Sa'id berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam : "Allah telah memerintahkan kami agar bersalawat kepadamu wahai Rasulullah, bagaimana cara kami bersalawat kepadamu?" Nabi bersabda :

قولوا اللهم صل على محمد و على آل محمد، كما صليت على آل إبراهيم، و بارك على محمد و على آل محمد، كما باركت على آل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد. (رواه ميلم)

"Katakanlah ya Allah berikanlah salawat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau bersalawat kepada keluarga Nabi Ibrahim, dan barokatilah Nabi Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkati keluarga Nabi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia." [HR.Muslim, lihat juga Al-Mabaadi' Al-Mufiid fiit Tauhiid wal Fiqh wal 'Aqiidah, hal.45. Daarul Atsaar]

Ini sebagian kecil dari contoh shalawat yang ada nashnya dari hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan seorang muslim yang melaksanakan sholat wajib maupun sholat-sholat sunnah, ketika dia membaca doa tasyahud terakhir, hakikatnya dia telah bersalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

SALAWAT YANG DILARANG DAN TIDAK DICONTOHKAN

Banyak shalawat-shalawat yang dilarang karena mengandung unsur ghuluw (berlebih-lebihan), atau mengandung unsur syirik. Diantara salawat yang dilarang dan tidak dicontohkan adalah shalawat berikut :

...يارَبِ باِلْمُصْطَفَى بَلِغْ مَقَاصِدَنَا وَغْفِرْلَنَ

"Ya Allah dengan perantara orang yang terpilih (Muhammad)/demi orang yang terpilih (Muhammad) sampaikanlah tujuan kami dan ampunilah kami..."

TINJAUAN LAFADZ SHALAWAT DIATAS BERDASARKAN QOIDAH BAHASA ARAB

1. Huruf ب bermakna doa

Dalam bahasa arab, huruf ب memiliki banyak makna, tapi dalam salawat diatas, huruf ب hanya memiliki dua makna saja, jika bukan bermakna do'a berarti bermakna sumpah. Dalam Al-Qur'an, huruf ب yang bermakna do'a ini sangat banyak disebutkan oleh Allah diantaranya seperti lafazd basmallah yang di ucapkan oleh para Nabi sebagai do'a. Allah berfirman :

«وَقَالَ ٱرْكَبُوا۟ فِيهَا بِسْمِ ٱللَّهِ مَجْر۪ىٰهَا وَمُرْسَىٰهَآ ۚ إِنَّ
«رَبِّى لَغَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ

Artinya : "Dan Nuh berkata: "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya". Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS.Hud : 41)

Kata «بِسْمِ ٱللَّه» pada ayat diatas mengandung do'a.

Atau firman Allah yang lain :

«إِنَّهُۥ مِن سُلَيْمَـٰنَ وَإِنَّهُۥ بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ»

Artinya : "Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (QS.An-Naml : 30)

Lafadz «بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ» pada ayat diatas menunjukan Nabi Sulaiman berdoa kepada Allah dan meminta pertolongan dengan nama Allah.

Atau firman Allah pada awal-awal surat dalam Al-Qur'an, seperti :

«بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ»

Artinya : "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang."

Semua ayat ayat diatas bermakna do'a. Karena itu dalam setiap awal-awal kitab para ulama, mereka selalu memulai kitabnya dengan lafadz basmalah, karena mereka hendak meminta pertolongan kepada Allah dan meminta keberkahan dengan nama-nama-Nya yang mulia. Berkata Asy-Syaikh Al-'Utsaimin dalam syarah kitab Lum'atul I'tiqod karangan Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah :

معنى «بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيم» : أى أفعل الشيء مستعينا و متباركا بكل اسم من أسماء الله تعالى
.الموصوف بالرحمة الواسعة

"Makna «بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيم» yaitu melakukan sesuatu dalam rangka meminta pertolongan dan meminta keberkahan dengan setiap nama dari nama-nama Allah Ta'ala yang disifati (nama-nama tersebut) memiliki rahmat yang luas." [Syarh Lum'atil I'tiqod, Asy-Syaikh Muhammad hal.12. Pustaka Daarul Kutub Al-'Ilmiyyah]

Dalam shalawat yang kita sebutkan diatas, terdapat huruf ب pada kata «باِلْمُصْطَفَى» dan huruf ب ini bermakna doa atau bermakna sumpah. Jika salawat ini bermakna doa, maka arti salawat ini :

....يَا رَبِ باِلْمُصْطَفَى بَالِغْ مَقَاصِدَنَا وَغْفِرْلَنَا

"Ya Allah dengan perantara orang yang terpilih (Muhammad) sampaikanlah tujuan kami dan ampunilah kami..."

Dengan demikian orang yang bershalawat dengan shalawat diatas, hakikatnya dia telah meminta kepada Allah melalui perantara orang yang sudah meninggal yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan Allah adalah Dzad yang tidak butuh perantara, bahkan yang mereka jadikan perantara, mereka juga mencari jalan agar dekat kepada Allah. Allah berfirman :

أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًۭا

Artinya : "Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti." (QS.Al-Isra : 57)

Allah Ta'ala juga berfirman :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Artinya : "Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS.Ghofir : 60)

Allah Ta'ala berfirman :

وَلَا تَدْعُ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًۭا مِّنَ ٱلظَّـٰلِمِينَ

Artinya : "Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim." (QS.Yunus : 106)

Allah Ta'ala juga berfirman :

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌۭ فَٱسْتَمِعُوا۟ لَهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ لَن يَخْلُقُوا۟ ذُبَابًۭا وَلَوِ ٱجْتَمَعُوا۟ لَهُۥ ۖ وَإِن يَسْلُبْهُمُ ٱلذُّبَابُ شَيْـًۭٔا لَّا يَسْتَنقِذُوهُ مِنْهُ ۚ ضَعُفَ ٱلطَّالِبُ وَٱلْمَطْلُوبُ

Artinya : "Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah." (QS.Al-Hajj : 73)

Allah Ta'ala berfirman :

مَثَلُ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَوْلِيَآءَ كَمَثَلِ ٱلْعَنكَبُوتِ ٱتَّخَذَتْ بَيْتًۭا ۖ وَإِنَّ أَوْهَنَ ٱلْبُيُوتِ لَبَيْتُ ٱلْعَنكَبُوتِ ۖ لَوْ كَانُوا۟ يَعْلَمُونَ

Artinya : "Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui." (QS.Al-Ankabut : 41)

Allah Ta'ala juga berfirman :

«وَٱلَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِۦ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ»

Artinya : "Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari." (QS.Fathir : 13)

Allah berfirman :

«فَلَا تَدْعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَـٰهًا ءَاخَرَ فَتَكُونَ مِنَ ٱلْمُعَذَّبِينَ»

Artinya : "Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang diazab." (QS.Asy-Syu'ara : 213)

Berkata Asy-Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah :

"Sesungguhnya Allah tidak rela disekutukan bersama-Nya seorangpun dalam beribadah kepada-Nya, tidak malaikat yang di dekatkan dan tidak pula Nabi yang diutus." [Syarh Al-Ushuul Ats-Tsalaatsah, hal.20. Pustaka Daarul Kutub Al-'Ilmiyyah]

Artinya, Nabi dan Malaikat yang dekat dengan Allah saja tidak layak di sekutukan dengan Allah apalagi selain keduanya? Maka pikirkanah wahai para pecinta shalawat. Masih banyak lagi ayat-ayat serta hadits dan juga atsar-atsar yang semisal dengan ayat-ayat diatas, yang menunjukkan bahwa berdoa kepada selain Allah baik langsung atau melalui perantara semua ini termasuk syirik, sedangkan syirik merupakan dosa besar yang paling besar. Allah berfirman :

وَإِذْ قَالَ لُقْمَـٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَـٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌۭ

Aryinya : "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (QS.Lukman : 13)

Allah juga berfirman :

إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّـٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍۢ

Artinya : "Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun." (QS.Al-Maidah : 72)

Serta ayat-ayat lainnya. 

2. Huruf ب bermakna sumpah

Jika pada salawat diatas huruf ب pada kata «باِلْمُصْطَفَى» bermakna sumpah, maka arti shalawat diatas :

....يَا رَبِ باِلْمُصْطَفَى بَلِغْ مَقَاصِدَنَا وَغْفِرْلَنَا

"Ya Allah demi orang yang terpilih (Muhammad) sampaikanlah maksud kami dan ampunilah kami..."

Telah kita ketahui bahwa bersumpah dengan nama selain Allah tidak boleh dilakukan karena perbuatan itu merupakan keharaman dan merupakan perbuatan syirik. Rasulullah bersabda dalam hadits Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu 'anhu :

من حلف بغير الله فقد كفر أو أشرك (رواه الترمذى
(و حسنه و صححه الحاكم

"Siapa yang bersumpah dengan Nama selain Allah maka sungguh dia telah kafir atau berbuat syirik." (HR.At-Tirmidzi dan dia menghasankannya dan di shahihkan oleh Al-Haakim). [Fathul Majiid, Syarh Kitaabit Tauhid, (hal.413). Pustaka Daarul Kutub al 'Ilmiyyah]

Berkata Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu :

لأن أحلف بالله كاذبا أحب إلي من أن أحلف بغير الله صادقا

"Sungguh bersumpah dengan nama Allah tapi dusta lebih aku cintai dari pada bersumpah dengan selain Allah tapi jujur." [Lihat Fathul Majiid, Syarh Kitaabit Tauhiid, (hal.414) Pustaka Daarul Kutub al 'Ilmiyyah]

Berkata Asy-Syaikh 'Abdurrahman bin Hasan Alu Asy-Syaikh menjelaskan ucapan Ibnu Mas'ud diatas :

ومن المعلوم أن الحلف بالله كاذبا كبيرة من الكبائر، لكن الشرك أكبر من الكبائر. وإن كان أصغر، كما تقدم بيان ذلك، فإذا كان هذا حال الشرك الأصغر. فكيف بالشرك الأكبر الموجب للخلود في النار؟ كدعوة غير الله والاستغاثة به...

"Diantara yang telah diketahui bahwa bersumpah dengan nama Allah dalam keadaan dusta termasuk dosa besar diantara dosa-dosa besar, akan tetapi kesyirikan merupakan dosa yang paling besar diantara dosa-dosa besar meskipun hanya syirik kecil, sebagaimana telah berlalu penjelasannya. Apabila seperti ini keadaan syirik kecil, lalu bagaimana dengan syirik besar? Seperti berdoa kepada selain Allah, beristighotsah kepada selain Allah..." [Lihat Fathul Majiid, Syarh Kitaabit Tauhiid, (hal.414) Pustaka Daarul Kutub al 'Ilmiyyah]

Hukum bersumpah dengan nama selain Allah terbagi menjadi dua, Syirik besar atau syirik kecil. Berkata para ulama :

"Bersumpah dengan nama selain Allah kadang-kadang syirik besar dan kadang-kadang syirik kecil, tergantung i'tiqod hati orang yang bersumpah. Kadang-kadang yang di sumpahi selain Allah diagungkan seperti mengagungkan Allah atau lebih besar lagi, dan ini syirik besar yang dapat mengeluarkan dari Agama Islam, dan kadang-kadang tidak dalam rangka pengagungan, hanya saja sumpah itu mengalir begitu saja dari lisannya seperti bersumpah dengan kesetiaan, bersumpah dengan persaudaraan.." [Tuhfatul Muriid Syarh Al-Qouli Al Mufid. Asy-Syaikh Nu'man bin 'Abdil Karim, hal.101. Maktabah Al-Irsyad]

Dalam hadits riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

((ألا إن الله عز و جل ينهاكم أن تحلفوا بآبائكم، فمن كان حلفا فليحلف بالله أو ليصمت))

"Ketahuilah bahwasanya Allah melarang kalian bersumpah dengan nama bapak-bapak kalian, barangsiapa yang bersumpah, maka bersumpahlah dengan nama Allah atau hendaklah dia diam." [HR.Al-Bukhari Muslim, dalam Tuhfatul Murid Syarh Al-Qouli Al Mufid. Asy-Syaikh Nu'man bin 'Abdil Karim. hal.101-102. Maktabah Al-Irsyad]

Dari Ibnu 'Umar berkata, bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :

من كان حالفا فلا يحلف إلا بالله أخرجه مسلم

"Barang siapa yang bersumpah maka janganlah dia bersumpah kecuali dengan nama Allah." [Dikeluarkan oleh Muslim, lihat juga Tuhfatul Murid Syarh Al-Qouli Al Mufid. Asy-Syaikh Nu'man bin 'Abdil Karim. hal.102. Maktabah Al-Irsyad]

Dari Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu berkata, bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :

من حلف منكم فقال في حلفه : بالات والعزى فليقل : لا إله إلا الله. أخرجه البخاري و مسلم

"Barangsiapa yang bersumpah diantara kalian dan dia berkata dalam sumpahnya : Demi Laata dan 'Uzza maka katakanlah : Tidak ada sesembahan yang berhak di sembah dengan benar kecuali Allah." [Dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, lihat juga Tuhfatul Murid Syarh Al-Qouli Al Mufid. Asy-Syaikh Nu'man bin 'Abdil Karim. hal.102. Maktabah Al-Irsyad]

Karena itu jangan sampai kita terpeleset dalam kubangan kesyirikan akibat do'a atau akibat bersumpah dengan nama selain Allah, baik dalam shalawat-salawat yang penuh dengan kesyirikan dan kebid'ahan, maupun dalam amalan-amalan lain yang tidak dicontohkan.

Sebagai penutup, mari kita bertaubat kepada Allah dan kembali kepadanya. Menjauhi segala bentuk kesyirikan dan kebid'ahan yang marak ditengah-tengah masyarakat, terutama dalam shalawat-shalawat yang dilagukan ditelevisi, semuanya mengandung unsur ghuluw (berlebih-lebihan), baik dalam memuji Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau mengkultuskannya, hingga parahnya sampai-sampai mereka memposisikan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke derajat Allah, waliyaadzubillah. Diantara shalawat yang banyak kita dengar seperti lafadz anta nuurun fauqo nuurin (engkau -Muhammad- adalah cahaya diatas cahaya), padahal cahaya diatas cahaya itu adalah Allah bukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana firman Allah :

ٱللَّهُ نُورُ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِۦ كَمِشْكَوٰةٍۢ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ ٱلْمِصْبَاحُ فِى زُجَاجَةٍ ۖ ٱلزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌۭ دُرِّىٌّۭ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍۢ مُّبَـٰرَكَةٍۢ زَيْتُونَةٍۢ لَّا شَرْقِيَّةٍۢ وَلَا غَرْبِيَّةٍۢ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِىٓءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌۭ ۚ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍۢ ۗ يَهْدِى ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُ ۚ وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَـٰلَ لِلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌۭ

Artinya : "Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. An-Nur : 35)

Dan masih banyak pula salawat-salawat yang mengandung unsur kesyirikan, hanya saja para pecinta shalawat sama sekali tidak faham makna salawat yang dia ucapkan, waliyaadzubillah atau mereka faham, tapi mereka tetap melafadzkannya dan merutinkannya karena mengakarnya kebid'ahan dan kesyirikan pada amal perbuatan mereka. Mari  kita terus gencarkan dakwah tauhid, karena kesyirikan dan kebid'ahan semakin merajalela ditengah-tengah masyarakat.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Dompu, Nusa Tenggara Barat : 15 Syawwal 1440 H/18 Juni 2019

***

Penulis : Abu Dawud ad-Dompuwiyy

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com



Related Posts:

QOIDAH-QOIDAH PENTING DALAM MEMAHAMI NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT ALLAH #4


Bismillah. Alhamdulillah, wa shallallahu 'ala Rasuulina Muhammadin shallallahu 'alaihi wa sallam. Wa ba'du.

Setelah kita membahas qoidah yang ketiga tentang sifat-sifat Allah, maka pada kesempatan kali ini, dengan memohon pertolongan Allah kita akan membahas tentang qoidah yang keempat, yaitu qoidah yang terakhir sebagai bantahan kepada kaum mu'aththilah.

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin :

 :القاعدة الرابعة : فيما نرد به المعطلة

.المعطلة هم الذين ينكرون شيئا من اسماء الله أو صفاته ويحرفون النصوص عن ظاهرها ويقال لهم المؤولة

 القاعدة العامة فيما نرد به عليهم : أن نقول :  إن قولهم خلاف ظاهر النصوص وخلاف طريقة السلف وليس عليه دليل صحيح
.وربما يكون في بعض الصفات وجه رابع أو أكثر

[شرح لمعة الإعتقاد الهادي الى سبيل الرشاد، ١٢. دار الآثار]


QOIDAH YANG KEEMPAT : bantahan kami kepada mu'aththilah.

Mu'aththilah mereka adalah orang-orang yang mengingkari sesuatu dari nama-nama Allah atau sifat-sifat-Nya dan memalingkan nash-nash (Al-Qur'an dan As-Sunnah) dari dzhohirnya dan mereka juga dikatakan sebagai orang yang mentakwil (nama-nama dan sifat-sifat Allah).

QOIDAH YANG UMUM SEBAGAI BANTAHAN KAMI TERHADAP MEREKA : Bahwasanya kami katakan :   sesungguhnya ucapan mereka menyelisihi dzhohir nash-nash (Al-Qur'an dan As-Sunnah) dan menyelisihi metode salaf dan juga tidak ada pada mereka dalil yang shohih, dan hal ini kadang terjadi pada sisi yang keempat atau lebih banyak lagi dari sebagian sifat-sifat (Allah).

[Syarh Lum'atil I'tiqood Al-Haadi lia Sabiilir Rasyad, hal.12. Pustaka Daarul Aatsaar]


FAEDAH YANG BISA DIAMBIL :

1. Qoidah yang keempat ini sebagai  bantahan terhadap kaum mu'aththilah.

2. Kaum mu'aththilah disebut juga kaum Mu'awwilah (ahli ta'wil)

3. Kaum mu'aththilah yaitu mereka yang mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Allah serta memalingkan nash-nash Al-Qur'an dan Hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari dzhohirnya.

Contoh firman Allah :

«يَقْتُلْ مُؤْمِنًۭا مُّتَعَمِّدًۭا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَـٰلِدًۭا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًۭا»

Artinya : "Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya". (QS.An-Nisaa' : 93)

Kaum mu'aththilah atau mu'awwilah, mereka mentakwil kalimat «وَغَضِبَ ٱللَّه» pada ayat diatas dengan Allah menghukum padahal yang benar yaitu Allah marah.

4. Adanya qoidah umum untuk membantah kaum mu'aththilah atau kaum mu'wwilah bahwasanya :

-Ucapan mereka menyelisihi dzhohir nash Al-Qur'an dan Hadits.

-Ucapan mereka juga menyelisihi jalan yang ditempuh oleh para salafush sholeh, karena salaf tidak pernah memalingkan dan mentakwil sifat-sifat Allah dari dzhohirnya.

-Dalam mentakwil nama-nama dan sifat-sifat Allah, mereka tidak memiliki dalil yang shohih. Dan terkait nama-nama dan sifat-sifat Allah dalam Al-Qur'an dan Sunnah ayat-ayatnya muhkam (jelas) tidak ada yang mutasyabih (samar), kecuali bagi orang-orang yang memiliki penyakit di dalam hatinya. Dan jika memang ayat yang terkait nama-nama dan sifat-sifat Allah itu mutasyabih maka kewajiban kita adalah mengimaninya dan menetapkan lafadznya serta tidak mempertentangkan maknanya.

Berkata Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah :

وكل ما جاء في القرآن، أو صح عن المصطفى صلى الله عليه وسلم من صفات الرحمان ؛ وجب الإيمان به وتلقيه بالتسليم والقبول، وترك التعرض له بالرد والتأويل والتشبيه والتمثيل، وما أشكل من ذلك وجب إثباته لفظا وترك التعرض لمعناه، ونرد علمه إلى قائله، ونجعل عهدته على ناقله، اتباعا لطريق الراسخين في العلم الدين أثنى الله عليهم في كتاب المبين يقوله سبحانه
[وتعالى : «وَٱلرَّٰسِخُونَ فِى ٱلْعِلْمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِۦ كُلٌّۭ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا» [آل عمران : ٧

وقال في ذم مبتغي التأويل المتشابه تنزيله : «هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَيْكَ ٱلْكِتَـٰبَ مِنْهُ ءَايَـٰتٌۭ مُّحْكَمَـٰتٌ هُنَّ أُمُّ ٱلْكِتَـٰبِ وَأُخَرُ مُتَشَـٰبِهَـٰتٌۭ ۖ فَأَمَّا
[ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِمْ زَيْغٌۭ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَـٰبَهَ مِنْهُ ٱبْتِغَآءَ ٱلْفِتْنَةِ وَٱبْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِۦ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُۥٓ إِلَّا ٱللَّهُ ۗ»  [آل عمران : ٧

فجعل ابتغاء التأويل علامة على الزيغ، وقرنه بابتغاء الفتنة في الذم، ثم ححبهم عما أملوه، وقطع اطماعهم عما قصدوه بقوله
«سبحانه : «وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُۥٓ إِلَّا ٱللَّه

 [شرح لمعة الإعتقاد الهادي الى سبيل الرشاد، ١٥. دار الآثار]

"Semua yang datang dari Al-Qur'an, atau telah shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari sifat-sifat Ar-Rahman (Allah), maka wajib beriman dengannya dan mengambilnya dengan cara berserah diri serta menerima, dan meninggalkan mepertentangkannya, baik menolak, mentakwil, menyerupakan, serta mempermisalkan, dan jika ada kerancuan dari hal tersebut maka wajib menetapkan lafadznya dan menolak mempertentangkan maknanya, dan kita kembalikan ilmunya kepada yang mengucapkannya (dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya), dan kita menjadikan penjagaannya kepada yang menyampaikannya (Allah), dalam rangka mengikuti jalan orang-orang yang mendalam ilmunya yaitu orang-orang yang Allah puji mereka didalam kitab-Nya yang jelas (terang benderang) berdasarkan firman-Nya subhaanahu wa Ta'alaa :

«Artinya : "Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami"» [Ali Imran : 7]

Dan Allah berfirman dalam mencela orang-orang yang mengikuti ta'wiil yang mutasyabih (yang samar) dan menurunkan firman-Nya :

«Artinya : "Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabih daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah"» 
[Ali Imran : 7]

Dan Dia (Allah) menjadikan mengikuti ta'wiil sebagai tanda adanya penyakit, dan Dia menggandeng mengikuti ta'wiil dengan mengikuti fitnah sebagai celaan, kemudian Dia (Allah) menghijab mereka dari apa-apa yang mereka lakukan, dan memutus ketamakan mereka terhadap apa yang mereka maksudkan berdasarkan ucapan-Nya subhaanahu :

«Artinya : Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah"»

[Syarh Lum'atil I'tiqood Al-Haadi lia Sabiilir Rasyad, hal.15. Pustaka Daarul Aatsaar]

-Mentakwil nash-nash Al-Qur'an dan Hadits kadang terjadi pada sebagian nama-nama dan sifat-sifat Allah dan kadang-kadang terjadi pada sisi yang keempat (dari qoidah yang ketiga yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah).

5. Merubah makna nash-nash ayat atau hadits dari dzhohirnya hukumnya harom sebagaimana telah dijelaskan pada qoidah yang pertama.

6. Sesatnya pemahaman mu'aththilah atau mu'wwilah.


Wallahu 'a'lam. Semoga bermanfaat.
 
***

Dompu, Nusa Tenggara Barat : 12 Syawwal 1440 H/15 Juni 2019

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com




Related Posts:

QOIDAH-QOIDAH PENTING DALAM NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT ALLAH #3















Bismillah. Alhamdulillahi washshalaatu was salaam ala Rasulillahi shallallahu alaihi wa sallam wa ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.


Setelah kita membahas qoidah kedua dalam memahami nama-nama dan sifat-sifat Allah, maka pada kesempatan kali ini dengan izin Allah kita akan membahas qoidah yang ketiga yang  berkaitan dengan sifat-sifat Allah.

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin rahimahullah : 

:القاعدة الثالثة : في صفات الله

:وتحتها فروع أيضا

الفرع الأول : صفات الله كلها عليا صفات كمال و مدح ليس فيها نقص بوجه من الوجوه كالحياة والعلم والقدرة والسمع والبصر
.والحكمة والرحمة والعلو وغير ذلك لقوله تعالى : (وَلِلهِ الْمَثَلُ الأَعْلَىٰ) [النحل : ٦٠] ولأن الرب كامل فوجب كمال صفته

وإذا كانت الصفة نقصا لا كمال فيها فهي ممتنعة في حقه كالموت ولجهل ولاعجز والصمم والعمى ونحو ذلك ؛ لأنه سبحانه عاقب الواصفين له بالنقص ونزه نفسه عما يصفونه من النقائص ؛ ولأن الرب لا يمكن أن يكون ناقصا لمنافاة النقص للربوبية

وإذا كانت الصفة كمالا من وجه ونقصا من وجه لم تكن ثابتة لله ولا ممتنعة عليه على سبيل الإطلاق بل لا بد من التفصيل، فتثبت لله في الحال التي تكون كمالا وتمتنع عليه في الحال التي تكون نقصا كالمكر والكيد والخداع ونحوها، فهذه الصفات تكون كمالا إذا كانت في مقابلت مثلها ؛ لأنها تدل على أن فاعلها ليس بعاجز عن مقابلة عدوه بمثل فعله وكون نقصا
.في غير هذه الحال الأولى دون الثانية

قال الله تعالى : (وَيَمْكُرُوْنَ وَيَمْكُرُ ٰللهُ وَاللهُ خَيْرُ الْمَاكِرِيْنَ) [الأنفال : ٣٠]، (إِنَّهُم يَكِيْدُوْن كَيْدًا. وَأَكِيْدُ كَيْدًا) [الطارق : ١٥-١٦]، (إِنَّ الْمُنَافِقِيْنَ يُخَادِعُوْنَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ) [النساء : ١٤٢]. . .ِ إلى غير ذلك

فإذا قيل : يوصف الله بالمكر مثلا؟
فلا تقل : نعم، ولا تقل لا، ولكن قل : هو ماكر بمن
.يستحق ذلك. والله أعلم

[شرح لمعة الإعتقاد الحادي إلى سبيل الرشاد : ١٠-١١. دار الآثار]


QOIDAH YANG KETIGA : DALAM SIFAT-SIFAT ALLAH

Dan dibawah qoidah-qoidah ini juga ada pencabangan :

CABANG PERTAMA : Sifat-sifat Allah seluruhnya tinggi, sifat yang sempurna dan terpuji tidak ada didalamnya kekurangan dari sisi manapun, seperti hidup, ilmu, kekuatan, mendengar, melihat, hikmah, rahmat, tinggi, dan selain itu berdasarkan firman Allah Ta'ala : (Dan Allah memiliki sifat yang Maha Tinggi) [An-Nahl : 60]. Karena sesungguhnya Rabb itu sempurna maka wajib  sempurna sifat-sifat-Nya. 

Apabila sifat itu kurang dan tidak ada kesempurnaan didalamnya maka sifat tersebut pantang menjadi hak Allah (tidak layak disandarkan kepada Allah) seperti mati, bodoh, lemah, bisu, buta dan semisal dengan itu ; karena Allah -Maha Suci Dia- akan menghukum orang yang mensifatinya dengan kekurangan dan mensucikan diri-Nya dari apa-apa yang mereka sifatkan Allah dengannya berupa kekurangan-kekurangan ; karena sesungguhnya Rabb tidak mungkin memiliki kekurangan, untuk menafikan kekurangan terhadap rububiyyah-Nya.

Apabila sifat itu sempurna dari satu sisi dan kurang dari sisi lain, maka sifat itu tidak ditetapkan untuk Allah dan tidak  pula tercegah untuk Allah secara mutlak bahkan wajib (sifat tersebut) diperinci, dan ditetapkan sifat tersebut untuk Allah ketika sifat tersebut sempurna dan dicegah dari-Nya ketika sifat tersebut kurang seperti sifat makar, tipu daya, menipu, dan yang semisanya, tapi sifat-sifat ini menjadi sempurna apabila sifat tersebut dalam rangka melawan yang semisalnya ; karena sifat tersebut menunjukkan bahwa yang melakukannya menunjukkan Dia tidak lemah melawan musuh-Nya dengan perbuatan yang semisal, tapi sifat tersebut menjadi kurang pada keadaan selain ini (selain untuk membalas perbuatan musuh). Maka ditetapkan untuk Allah keadaan yang pertama bukan keadaan yang kedua. 

Allah Taala berfirman : (Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya tersebut) [Al-Anfal : 30], (Sesungguhnya mereka (orang-orangkafir) membuat tipu daya yang jahat, dan Aku pun membuat tipu daya dengan sebenar-benarnya) [Ath-Thoriq : 15-16], (Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka) [An-Nisaa' : 142] . . dan selain ayat-ayat itu. 

Apabila dikatakan : Apakah Allah disifati dengan sifat makar (membuat makar) umpamanya?
Jangan kamu mengatakan : Ya, dan jangan pula kamu katakan tidak, akan tetapi katakanlah : Dia adalah Yang Maha membalas makar bagi siapapun yang berhak diberikan makar tersebut. Wallahu a'lam. [Syarh Lum'atil Itiqod Al-Haadi ila Sabiilir Rosyad, hal. 10-11. Cetakan Daarul Aatsaar]

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin rahimahullah :

الفرع الثاني : صفات الله تنقسم إلى قسمين : ثبوتية وسلبية

فثبوتية : ما أسبتها الله لنفسه كالحياة والعلم والقدرة ويجب إثباتها لله على الوجه اللائق به لأن الله أثبتها لنفسه وهو أعلم بصفاته
وسلبية : هي التي نفاها الله عن نفسه كالظلم فيجب نفيها عن الله لأن الله نفاها عن نفسه لكن يجب اعتقاد ثبوت ضدها لله على
.الوجه الأكمل ؛ لأن نفى لا يكون كمالا حتى يتضمن ثبوتا

مثال ذلك : قوله تعالى : (وَلَا يُظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا) [الكهف : ٤٩]. فيجب نفى الظلم عن الله مع اعتقاد ثبوت العدل لله على الوجه الأكمل

[شرح لمعة الإعتقاد الحادي إلى سبيل الرشاد : ١١. دار الآثار]

CABANG KEDUA : Sifat Allah terbagi menjadi dua : Stsubutiyyah (Ditetapkan) dan Salbiyyah (Dinafikan) :

-Tsubutiyyah (Ditetapkan) : Yaitu apa-apa yang Allah tetapkan untuk Diri-Nya seperti hidup, ilmu, kemampuan dan wajib menetapkan sifat-sifat tersebut untuk Allah pada sisi yang layak bagi-Nya karena Allah telah menetapkan sifat tersebut untuk diri-Nya dan Dia lebih tau tentang sifat-sifat-Nya. 

-Salbiyyah (Dinafikan) : Yaitu sifat-sifat yang Allah nafikan itu dari diri-Nya seperti kedzoliman dan wajib menafikan sifat tersebut dari Allah karena Dia telah menafikan sifat tersebut dari diri-Nya akan tetapi wajib berkeyakinan menetapkan lawan dari sifat tersebut untuk Allah sebagai penyempurna ; karena penafian itu tidak sempurna sampai terkandung penetapan.

Contoh hal itu : firman Allah Ta'ala : (Dan Tuhanmu tidak mendzholimi seorang jua pun) [Al-Kahfi : 49], maka wajib menafikan kedzoliman dari Allah bersama keyakinan menetapkan keadilan bagi Allah sebagai sisi yang menyempurnakan.
[Syarh Lum'atil Itiqod Al-Haadi ila Sabiilir Rosyad, hal. 11. Cetakan Daarul Aatsaar]

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin rahimahullah :

: الفرع الثالث : الصفات الثبوتية تنقسم  إلي قسمين
: ذاتية وفعلية

فالذاتية : هي التي لم يزل ولا يزال متصفا بها كالسمع ولابصر
والفعلية : هي التى تتعلق بمشيعته إن شاء فعلها وإن شاء لم يفعلها كالاستواء على العرش والمجئ، وربما تكون الصفة ذاتية فعلية باعتبارين كالكلام فإنه باعتبارأصل الصفة صفة ذاتية ؛ لأن الله لم يزل ولا يزال متكلما وبعتبار آحاد الكلام صفة فعلية ؛ لأن
.الكلام متعلق بمشيعته يتكلم بما شاء متى شاء

[شرح لمعة الإعتقاد الحادي إلى سبيل الرشاد : ١١. دار الآثار]

CABANG KETIGA : Sifat stsubutiyyah (yang ditetapkan) terbagi menjadi dua yaitu dzatiyyah (secara Dzat) dan fi'liyyah (secara perbuatan) :

-Dzatiyyah (Secara Dzat) : Yaitu sifat yang selalu dan senantiasa (Allah) disifati dengan sifat tersebut seperti mendengar dan melihat.

-Fi'liyyah (Secara Perbuatan) : Yaitu sifat yang terikat dengan kehendak-Nya jika Allah berkehendak Allah akan melakukannya dan jika Allah tidak berkehendak maka Allah tidak melakukannya seperti Istiwa' diatas 'Arsy atau kedatangan, dan sering kali sifat itu menjadi sifat dzatiyyah (secara Dzat) dan fi'liyyah (secara perbuatan) berdasarkan dua tinjauan seperti kalam (berbicara) karena berbicara ditinjau asal sifatnya merupakan sifat dzatiyyah ; karena Allah selalu dan senantiasa berbicara. Dan ditinjau dari satuan kalamnya merupakan sifat fi'liyyah, karena berbicara berkaitan dengan kehendak Allah, Allah akan berbicara dengan apa-apa yang Dia kehendaki kapanpun Dia kehendaki. 
[Syarh Lum'atil Itiqod Al-Haadi ila Sabiilir Rosyad, hal. 11. Cetakan Daarul Aatsaar]

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin rahimahullah :

: الفرع الرابع : كل صفة من صفات الله فإنه يتوجه عليها ثلاثة أسئلة
السؤال الأول : هل هي حقيقية ولماذا؟
السؤال الثانى : هل يجوز تكييفها ولماذا؟
السؤال الثالث هل تماثل صفات المخلوقين ولماذا؟

فجواب السؤال الأول : نعم حقيقية لأن الأصل في الكلام الحقيقة فلا يعدل عنها إلا بدليل صحيح يمنع منها
وجواب الثانى : لا يجوز تكييفها لقُوله تعالى : (وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِهِ عِلْمًا) [طه : ١١٠] ولأن العقل لا يمكنه إدراك كيفية صفات الله
وجواب الثالث : لا تماثل صفات المخلوقين لقوله تعالى : (لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَئْءٌ) [الشورى : ١١]  ولأن الله مستحق للكمال الذي لا
.غاية فُوقه فلا يمكن أن يماثل المخلوق لأنه ناقص

.والفرق بين التمثيل والتكييف : أن التمثيل ذكر كيفية الصفة مقيدة بمماثل، والتكييف ذكر كيفية الصفة غيرمقيدة بمماثل
.مثال التمثيل : أن يقول قائل : يد الله كيد الإنسان
.ومثال التكييف : أن يتخيل ليد الله كيفية لا مثيل لها في أيدى المخلوق فلا يجوز هذا التخيل

[شرح لمعة الإعتقاد الحادي إلى سبيل الرشاد : ١١-١٢. دار الآثار]

CABANG KEEMPAT : Setiap sifat dari sifat-sifat Allah sesungguhnya sifat-sifat tersebut terikat menjadi tiga permasalahan :

-Pertanyaan Pertama : Apakah sifat-sifat tersebut maknanya secara hakikat dan kenapa?
-Pertanyaan Kedua : Apakah boleh membagaimanakan sifat-sifat tersebut kenapa?
-Pertanyaan Ketiga : Apakah sifat tersebut disamakan dengan sifat makhluk kenapa?

Jawaban pertanyaan pertama : Ya maknanya secara hakikat karena asal dari al-kalam (ucapan) adalah hakikatnya dan tidak boleh dirubah dari hakikatnya kecuali dengan dalil yang shohih yang mencegah dari hakikatnya.

Jawaban pertanyaan kedua : Tidak boleh membagaimanakan sifat-sifat tersebut berdasarkan firman Allah Ta'ala : (Sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya) [Thaha : 110], karena sesungguhnya akal tidak mungkin mengetahui kaifiyah sifat-sifat Allah. 

Jawaban pertanyaan ketiga : Tidak boleh sifat tersebut disamakan dengan sifat makhluk berdasarkan firman Allah Taala : (Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia) [Asy-Syuura : 11], karena sesungguhnya Allah merupakan (Dzat) yang berhak menerima kesempurnaan, yang tidak ada yang paling puncak diatas-Nya, maka tidak mungkin Dia menyerupai makhluk karena makhluk itu (penuh dengan) kekurangan.

Perbedaan antara Tamtsil dan Takyiif : Bahwasannya Tamtsiil yaitu menyebutkan kaifiyyah sifat dan mengikatnya dengan contoh (menyebutkan contohnya). Adapun Takyiif yaitu menyebutkan kaifiyyah sifat dan tidak mengikatnya dengan contoh (tidak menyebutkan contohnya). 

Contoh Tamtsiil : Berkata orang yang berkata : Tangan Allah seperti tangan manusia.

Adapun contoh Takyiif : Dia membayangkan bagaimananya tangan Allah secara spesifik (menggambarkan bentuknya) tapi dia tidak menyerupakannya dengan tangan makhluk. Maka tidak boleh dia mengkhayalkan hal tersebut. [Syarh Lum'atil Itiqod Al-Haadi ila Sabiilir Rosyad, hal. 11-12. Cetakan Daarul Aatsaar]


FAEDAH YANG DAPAT DIAMBIL DARI  QOIDAH KETIGA INI : 

1. Qoidah ketiga ini membahas tentang sifat-sifat Allah yang semuanya tinggi, terpuji dan tidak ada kekurangan dari sisi manapun. Sedangkan qoidah pertama dan kedua membahas tentang wajibnya memahami nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah secara dzhohir dan tidak dipalingkan ke makna lain kecuali dengan dalil yang shohih. Sedangkan pada qoidah kedua pada pembahasan yang lalu membahas tentang nama-nama Allah semuanya baik dan tidak terbatas pada bilangan tertentu dan nama-nama Allah ditetapkan berdasarkan syariat bukan dengan akal. 

2. Dalam memahami sifat-sifat Allah, ada empat cabang atau empat poin penting yang harus difahami baik-baik, diyakini dan diimani:

-Cabang pertama : Sifat-sifat Allah seluruhnya tinggi, sifat yang sempurna dan terpuji tidak ada didalamnya kekurangan dari sisi manapun. Dalilnya firman Allah Ta'ala : 

[وَلِلهِ الْمَثَلُ الأَعْلَىٰ) [النحل : ٦٠)

(Artinya : Dan Allah memiliki sifat yang Maha Tinggi) [An-Nahl : 60]. 

Dan pada cabang pertama ini bisa disimpulkan beberapa poin penting : 

a. Sifat Allah semuanya tinggi, sifat yang sempurna lagi terpuji, tidak ada kekurangan pada sifat-sifat tersebut dari sisi manapun seperti hidup, ilmu, mampu, mendengar, melihat dan lain-lain. Sifat-sifat ini sempurna bahkan di puncak kesempurnaan, contoh sifat melihat, Allah Maha Melihat segala sesuatu baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Bahkan jika ada seekor semut hitam yang merayap diatas batu hitam, di malam yang gelap, di tengah hutan belantara, didalam gua yang gelap dan tertutup, maka Allah mampu melihatnya dengan jelas. Demikian juga dengan sifat mendengar, Allah mampu mendengar jutaan jenis suara dalam satu waktu secara bersamaan dengan frekuensi yang berbeda-beda tanpa kesamaran. Allah berfirman : 

(قَدْ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوْلَ ٱلَّتِى تُجَـٰدِلُكَ فِى زَوْجِهَا وَتَشْتَكِىٓ إِلَى ٱللَّهِ وَٱللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَآ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌۢ بَصِيرٌ)

Artinya : "Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (Almujadilah : 1)

Allah Ta'ala juga berfirman :

(وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعًۢا بَصِيرًۭا)

Artinya : "Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (An-Nisaa' : 134))

Berbeda dengan makhluk, mereka serba kekurangan, bahkan untuk melihat atau mendengar dengan jarak beberapa meter saja mereka tidak sanggup lalu bagaimana dengan jarak yang lebih jauh?!.  Allah Ta'ala berfirman : 

(لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ)

Artinya : "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. (Asy-Syura : 11)

b. Apabila sifat itu kurang dan tidak ada kesempurnaan didalamnya maka sifat tersebut tidak boleh disandarkan kepada Allah seperti mati, bodoh, lemah, bisu, buta dan semisal dengan itu.

c. Apabila sifat itu sempurna dari satu sisi dan kurang dari sisi lain, maka sifat itu tidak ditetapkan untuk Allah dan tidak  pula tercegah (ditolak) untuk Allah secara mutlak bahkan (sifat tersebut) wajib diperinci :

-Ditetapkan sifat tersebut untuk Allah ketika sifat tersebut sempurna dan dicegah dari-Nya ketika sifat tersebut kurang seperti sifat makar, tipu daya, menipu, dan yang semisanya.

-Sifat makar, tipu daya, menipu, dan yang semisanya menjadi sempurna jika sifat tersebut dalam rangka melawan perbuatan musuh.

-Ketika Allah membalas perbuatan  musuh misalnya perbuatan makar, ini menunjukkan bahwa Allah tidak lemah melawan musuh-Nya dengan perbuatan yang semisal.

-Dan sifat-sifat tersebut diatas menjadi kurang dan tidak pantas untuk Allah ketika digunakan untuk selain membalas perbuatan musuh. Maka  kita menetapkan untuk Allah keadaan yang pertama yaitu membalas makar, membalas tipu daya, membalas tipuan dan yang semisalnya dan kita nafikan keadaan yang kedua yaitu membuat makar, tipu daya, menipu dan yang semisalnya.

Cabang kedua : Sifat Allah terbagi menjadi dua : Stsubutiyyah (Ditetapkan) dan Salabiyyah (Dinafikan) :

a. Tsubutiyyah (Ditetapkan) : (Yaitu) apa-apa yang Allah tetapkan untuk Diri-Nya seperti hidup, ilmu, dan yang semisal dengan itu. Dalam hal ini ada beberapa poin penting :

-Wajib menetapkan sifat-sifat tersebut untuk Allah pada sisi yang pantas bagi-Nya.

-Allah lebih tau tentang sifat-sifat-Nya daripada kita.

b. Salabiyyah (Dinafikan) : (Yaitu) sifat-sifat yang Allah nafikan sifat tersebut dari diri-Nya seperti kedzoliman dan lain-lain. Dalam hal ini juga ada beberapa poin penting :

-Wajib menafikan sifat dzolim dan yang semisal itu dari Allah karena Allah telah menafikan sifat tersebut dari diri-Nya akan tetapi wajib berkeyakinan menetapkan lawan dari sifat tersebut untuk Allah sebagai penyempurna ; karena penafian itu tidak sempurna sampai terkandung penetapan.

Allah Ta'ala berfirman : (Dan Tuhanmu tidak mendzholimi seorang jua pun) [Al-Kahfi : 49].

Artinya, Allah Ta'ala menafikan sifat dzolim pada diri-Nya, maka tugas kita  adalah wajib menetapkan lawan dari sifat dzolim yaitu keadilan. Sehingga maknanya Allah Maha Adil.

Cabang ketiga : Sifat stsubutiyyah (yang ditetapkan) terbagi menjadi dua yaitu dzatiyyah (secara Dzat) dan fi'liyyah (secara perbuatan)

a. Secara Dzat : (Yaitu) sifat yang selalu dan senantiasa (Allah) disifati dengan  sifat tersebut seperti mendengar dan melihat. 

b. Secara Perbuatan : (Yaitu) sifat yang terikat dengan kehendak-Nya jika Allah berkehendak Allah akan melakukannya dan jika Allah tidak berkehendak maka Allah tidak melakukannya. Contoh : Istiwa' diatas 'Arsy,  kedatangan, dan lain-lain.

Terkait sifat tsubutiyyah fi'liyyah ini ada beberapa poin penting :

-Sering kali sifat tsubutiyyah fi'liyyah  itu menjadi sifat dzatiyyah (secara Dzat) dan fi'liyyah (secara perbuatan) sekaligus, seperti contoh sifat kalam (berbicara)

-Sifat kalam (berbicara) ditinjau asal sifatnya merupakan sifat dzatiyyah (sifat secara dzat); karena Allah selalu dan senantiasa berbicara.

-Sifat kalam ditinjau dari satuan kalamnya merupakan sifat fi'liyyah, karena berbicara itu berkaitan dengan kehendak Allah, artinya kapan Allah kehendaki Dia akan berbicara kapan Allah kehendaki Dia tidak akan berbicara. Contoh berbicara tergantung kehendak Allah  yaitu firman-Nya :


«وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًۭا»

Artinya : "Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung". (An-Nisaa' : 164)

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin :

والدليل على أنه بمشيئته : قوله تعالى : «وَلَمَّا جَآءَ
«مُوسَىٰ لِمِيقَـٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّه

فالتكليم حصل بعد مجيء موسى ؛ فدل على أنه
.متعلق بمشيئته تعالى

[شرح لمعة الإعتقاد الحادي إلى سبيل الرشاد : ٣٩. دار الآثار]

Dalil yang menunjukkan bahwa kalam (ucapan) tergantung kehendak-Nya : yaitu firman Allah Ta'ala :

Artinya : "Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya". (Al-A'raaf : 143) 

Maka pembicaraan terjadi setelah kedatangan Musa ; ini menunjukkan bahwasanya kalam (berbicara) terikat dengan kehendak-Nya Ta'ala. [Syarh Lum'atil I'tiqood Al-Haadi ila sabiilir Rosyaad : 39. Cetakan Daarul Atsaar]

Cabang keempat : Setiap sifat dari sifat-sifat Allah sesungguhnya sifat-sifat tersebut terikat menjadi tiga permasalahan :

a. Sifat Allah itu secara hakikat bukan kiyasan, karena asal dari al-kalam (ucapan) adalah hakikatnya dan tidak boleh dirubah dari hakikatnya kecuali dengan dalil yang shohih yang mencegah dari hakikatnya.

b. Tidak boleh membagaimanakan sifat-sifat tersebut berdasarkan firman Allah Ta'ala : (Sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya) [Thaha : 110], karena sesungguhnya akal tidak mungkin dia mengetahui kaifiyah sifat-sifat Allah. 

c. Tidak boleh sifat tersebut disamakan dengan sifat makhluk berdasarkan firman Allah Taala : (Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia) [Asy-Syuura : 11], karena sesungguhnya Allah merupakan (Dzat) yang berhak menerima kesempurnaan, yang tidak ada yang paling puncak diatas-Nya, maka tidak mungkin Dia menyerupai makhluk karena makhluk itu (penuh dengan) kekurangan.

d. Adanya perbedaan makna antara Tamtsil dan Takyif

e. Tamtsil yaitu menyebutkan kaifiyyah sifat dan mengikatnya dengan contoh (menyebutkan contohnya). Misalnya ada yang berkata : Tangan Allah seperti tangan manusia. Tamtsil seperti ini tidak boleh dilakukan!

f. Adapun Takyiif yaitu menyebutkan kaifiyyah sifat dan tidak mengikatnya dengan contoh (tidak menyebutkan contohnya). Contoh Takyiif : Dia membayangkan bagaimananya tangan Allah secara spesifik (menggambarkan bentuknya) tapi dia tidak menyerupakannya dengan tangan makhluk. Maka tidak boleh dia mengkhayalkan hal tersebut.

g. Tidak ada satupun yang serupa dengan Allah berdasarkan firman-Nya Ta'ala :

 «لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ»

Artinya : "Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia, dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat". (Asy-Syura : 11)


Semoga bermanfaat. 

***
Dompu - Nusa Tenggara Barat, 5 Syawwal 1440 H/8 Juni 2019

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy 

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com 

Related Posts: