TABAYYUN QOIDAH AGAMA YANG TERLUPAKAN

Bismillah, alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.

Tabayyun merupakan qoidah yang telah di gariskan oleh Allah jika kita mendapatkan berita-berita miring tentang saudara kita. Misalkan ; si fulan pendusta, si fulan berpaham radikal, si fulan berpaham teroris, si fulan berpaham ahlus sunnah tapi suka mentahdzir sesama ahlus sunnah.

Maka, hati-hati saudaraku, apakah anda sudah tabayyun? Padahal Allah Ta'ala berfirman :

«يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍۢ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَـٰلَةٍۢ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَـٰدِمِينَ»

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (QS. Al-Hujurat : 6)

Pada ayat diatas, Allah memanggil kita dengan panggilan keimanan menunjukkan bahwa hendaknya setiap orang yang beriman mendengar dengan baik dan membaca dengan seksama ayat diatas : "Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan :

يأمر تعالى باتثبت في خبر الفاسق ليحتاط له لئلا يحكم بقوله، فيكون في نفس الأمر كاذبا أو مخطئا

"Allah Ta'ala telah memerintahkan untuk mencari kepastian terhadap berita dari orang fasiq supaya berhati-hati darinya, agar ia tidak berhukum berdasarkan ucapannya. Karena boleh jadi berita yang tersebar itu dusta atau keliru." [Lihat Tafsir Ibni Katsir, 4/178. Cet. Daarul Kutub al-'Ilmiyyah]

Para ulama mengatakan : 

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا بالله، وعلموا بما شرع، إن جاءكم فاسق بخبر عن قوم، فتثبتوا من صحة خبره، ولا تبادروا إلى تصديقه ؛ خوف أن تصيبوا - إذا صدقتم خبره دون تثبت - قوما بجناية وأنتم جاهلون حقيقة أمرهم، فتصبحوا بعد أصابتكم لهم نادمين عندما يتبين لكم كذب خبره.

"Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah, ketahuilah olehmu tentang apa yang telah di syariatkan, jika datang kepada kalian orang fasiq membawa berita dari suatu kaum, maka carilah kepastian akan benarnya berita tersebut, janganlah bergegas membenarkannya ; ditakutkan kalian akan menimpakan -jika kalian membenarkan berita tersebut sebelum kalian mencari kepastian- pada suatu kaum dengan sebuah kejahatan yang serius, sedangkan kalian tidak mengetahui hakikat urusan mereka, sehingga menyebabkan kalian menyesal setelah kalian timpakan (musibah itu) kepada mereka bilamana dia tabayyun-kan itu kepada kalian tentang dustanya berita tersebut." [Lihat Mukhtashor fit-Tafsir al-Qur'an al-Kariim, hal. 516. Cet. Al-Mamlakah al-'Arabiyyah as-Su'uudiyyah]

Pemaparan diatas menjelaskan kepada kita tentang pentingnya tabayyun, agar kita tidak menimpakan mudhorot kepada saudara kita sesama muslim. Jangan banyak mencurigai saudara kalian sesama muslim saudaraku, karena Allah telah melarang kita dari hal tersebut. Allah Ta'ala berfirman :

 «يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌۭ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًۭا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌۭ رَّحِيمٌۭ»

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS.Al-Hujurat : 12)

Jika ada ikhwah yang tidak menghadiri kajian satu, dua atau tiga kali atau sudah tiga bulan karena sibuk, jangan munculkan opini mereka mungkin terkena syubhat tahdzir, utamakan husnudzon, karena hukum asal dalam memperlakukan manusia adalah husnudzon. 

Karena itu ya ikhwah, melalui tulisan ini ana sampaikan kepada antum semua dan kepada orang-orang yang berilmu tabayyun-lah. Terapkan qoidah yang telah Allah gariskan diatas sebelum memfonis saudara kalian sesama ahlus sunnah sebagai ahlut tahdzir, menjauhkan manusia dari majelis ilmu, dan menyebarkan berita-berita miring yang terkadang memunculkan kebingungan dan kebimbangan diantara para penuntut ilmu. 

Ketahuilah, ketika anda berbicara tanpa hujjah dan tidak pernah mau tabayyun kepada saudara kalian sesama ahlus sunnah, maka urusannya akan dituntut hingga hari kiyamat.

Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

((أتدرون من المفلس؟ قالوا : المفلس فينا من لا درهم له ولا متاع، فقال : إن المفلس من أمتي يأتي يوم القيامة بصلاة وصيام وزكاة، ويأتي قد شتم هذا، وقذف هذا، وأكل مال هذا، وسفك دم هذا، وضرب هذا، فيعطى هذٰا من حسناته، وهذٰا من حسناته، فإن فنيت حسناته قبل أن يقضى ما ععليه أخذ من خطياهم فطرحت عليه، ثم طرح في النار)).

"Apakah kalian tahu orang yang bangkrut? Para sahabat berkata : Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki harta benda. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku pada hari kitamat yaitu orang yang datang dengan pahala sholat, puasa, zakat, namun ia telah mencela ini, memfitnah orang, memakan harta orang, menumpahkan darah orang dan memukul orang. Dan diberi orang ini (yaitu yang terdzolimi) dari kebaikannya, dan orang ini dari kebaikannya (pula), apabila amal kebaikannya habis sebelum terbayar tanggungannya, maka diambil dari dosa-dosa mereka (yang terdzolimi tersebut) lalu ditimpakan kepadanya, kemudian dia dilemparkan kedalam neraka." [Lihat Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, hal. 22. Cet. Mamlakah al-Malik Fahd]

Jika bangkrut semasa berada di atas dunia mungkin kita masih bisa mencari modal baru, namun bila itu terjadi di akhirat, maka akibatnya akan fatal. Seluruh pahala orang yang menyebarkan berita dusta kepada orang lain akan diberikan kepada orang yang dia dzolimi, jika pahalanya sudah habis, maka dosa orang yang didzolimi akan ditimpakan kepadanya dan itulah kerugian yang terbesar. Waliyaadzubillah.

Termasuk Kedzoliman

Menuduh seorang muslim dengan sebuah tuduhan yang tidak ada padanya termasuk sebuah kedzoliman dan kegelapan nanti pada hari kiyamat.

Dalam hadits riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim mengatakan :

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((الظلم ظلمات يوم القيامة))

"Dari Abdullah bin Umar radhiyallahuma, ia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Kedzoliman adalah kegelapan pada hari kiyamat)). [HR. Al-Bukhari, no.2447. Muslim, no. 2579. Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]

Terkait dengan kedzoliman, maka dalam  Islam kedzoliman terbagi menjadi tiga, (1) kedzoliman yang tidak diampuni oleh Allah yaitu syirik, (2) kedzoliman yang tidak dibiarkan begitu saja oleh Allah kecuali akan di qishos, yaitu kedzoliman makhluk terhadap sesama manusia, (3) Kedzoliman terhadap Allah 'Azza wa Jalla berupa dosa dan maksiat.

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di rahimahullah mengatakan : 

الظلم ثلاثة أنواع : نوع لا يغفره الله، وهو الشرك بالله : «إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ» [النساء : ٤٨]

ونوه لا يترك الله منه شيئا : وهو ظلم العباد بعضهم لبعض، فمن كمال عدله : أن يقتص الخلق بعضهم من بعض بقدر مظالمهم.

ونوع تحت مشيئة الله : إن شاء عاقب عليه، وإن شاء عفا عن أهله، وهو الذنوب التي بين العباد وبين ربهم فيما دون الشرك.

"Dzolim itu ada tiga macam :

1. Jenis yang tidak Allah ampuni, jenis ini yaitu menyekutukan Allah :  «Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik."

2. Jenis yang tidak Allah tinggalkan sesuatu-pun dari kedzoliman tersebut : yaitu kedzoliman para hamba kepada sebagian lainnya.

Diantara bentuk kesempurnaan keadilan-Nya yaitu : Dia akan menjatuhkan hukuman qishos antara sebagian makhluk dengan sebagian lainnya sesuai dengan kadar kedzoliman mereka.

3. Jenis yang berada dibawah kehendak Allah : Jika Dia kehendaki Dia akan menghukumnya, dan jika Dia kehendaki Dia akan mengampuni pelakunya, yaitu berupa dosa-dosa yang terjadi antara hamba dengan Rabb mereka dalam perkara yang bukan merupakan dosa syirik." [Lihat Bahjatu Quluubil Abraar wa Qurratu 'Uyuunil Akhyaar, hal.60. Cet. Daarul Furqoon]

Pada hadits diatas ada peringatan dari berbuat dzolim secara umum. Diantara bentuk kedzoliman tersebut salah satunya yaitu kedzoliman terhadap sesama makhluk baik mengghibahinya, menjatuhkan kehormatannya, menjauhkan manusia dari majelisnya padahal mereka sama-sama ahlus sunnah. 

Sudahkah anda duduk di majelisnya? Mendengar kalamnya? Belajar dengannya? Membaca tulisannya? Melihat guru-gurunya? atau anda membangun tuduhan diatas hawa nafsu semata dan loyalitas kepada kelompok dan fanatik golongan saja? Cukuplah Allah sebagai saksi diantara kita.

Karena itu, ikhwah fillah, orang-orang yang seperti ini termasuk orang yang gegabah, tidak mau mengambil langkah yang Allah perintahkan untuk mencari kejelasan alias tabayyun, tapi justru mereka menjauhkan manusia dari menuntut ilmu syar'i di majelis orang yang tidak sejalan dengannya padahal sama-sama ahlus sunnah. Lalu siapakah ahlut tahdzir? Kami-kah atau kalian yang melarang manusia belajar kepada sesama ahlus sunnah? Mari kita renungkan.

Pentingnya Menjaga Lisan

Menjaga lisan merupakan hal yang sangat penting karena ia merupakan pokok seluruh kebaikan. Dengan lisan seseorang bisa masuk surga dan dengan lisan pula seseorang bisa masuk neraka. Telah datang peringatan dan ancaman yang keras terkait hal ini, baik dari Al Qur'an maupun dari sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman :

«يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوْلًۭا سَدِيدًۭا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَـٰلَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا»

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar." (QS. Al-Ahzab : 70-71)

Allah Ta'ala juga berfirman :

«وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِۦ نَفْسُهُۥ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ ٱلْوَرِيدِ. إِذْ يَتَلَقَّى ٱلْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلْيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٌۭ. مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌۭ»

Artinya : "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS.Qaf : 16-18)

Allah Ta'ala berfirman :

«وَٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَـٰتِ بِغَيْرِ مَا ٱكْتَسَبُوا۟ فَقَدِ ٱحْتَمَلُوا۟ بُهْتَـٰنًۭا وَإِثْمًۭا مُّبِينًۭا»

Artinya : "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (QS.Al-Ahzab : 58)

Semua ayat-ayat diatas mengingatkan kita tentang bahaya lisan dan pentingnya kita menjaga lisan.

Kemudian dalam beberapa haditsnya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

((إن العبد ليتكلم بالكلمة ما يتبين ما فيها، يهوي بها في النار أبعد ما بين المشرق والمغرب))

((Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata, yang ia tidak memerhatikannya (tidak memikirkan kejelekan dan dampaknya), ternyata menggelincirkan ia ke dalam neraka lebih jauh dari apa-apa yang ada di antara timur dan barat)). [HR. Al-Bukhari, no. 6477. Muslim, no.2988. Cet. Baitul Afkar ad-Dauliyyah]

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad mengatakan :

وفي آخر حديث وصية النبي صلى الله عليه وسلم لمعاذ أخرجه الترمذي (٢٦١٦) وقال : ((حديث حسن صحيح))، قال صلى الله عليه وسلم : ((وهل بكل الناس في النار على وجوههم أو على مناهجهم الا حصائد ألسنتهم))، قاله جوابا لقول معاذ رضي الله عنه ((يا نبي الله! وإنا لمؤاخذون بما نتكلم به؟)).

قال الحافظ ابن رجب في شرحه من كتابه جامع العلوم والحكم (١٤٧/٢) : ((والمراد بحصائد الألسنة : جزاء الكلام المحرم وعقوباته ؛ فإن الإنسان يزرع بقوله وعمله الحسنات والسيئات، ثم يحصد يوم القيامة ما زرع، فمن زرع خيرا من قول أو عمل حصد الكرامة، فمن زرع شرا من قول أو عمل حصد غدا الندامة)).

وقال (١٤٦/٢) : ((هذا يدل على أن كف اللسان وضبطه وحبسه هو أصل الخبر كله، وإن من ملك لسانه فقد ملك أمره وأحكمه وضبطه)).

Dan diakhir hadits wasiat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Mu'adz dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (2616) dan dia berkata ((Hadits hasan shohih)), Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Bukankah manusia itu disungkurkan di Neraka diatas  wajah mereka atau diatas hidung mereka kecuali karena ucapan lisan-lisan mereka?)). Sabda Nabi tersebut sebagai jawaban ucapan Mu'adz radhiyallahu 'anhu ((Wahai Nabi Allah! Sungguh apakah kami benar-benar akan dihukum dengan sebab apa yang kami ucapkan?)) 

Berkata Al-Hafidz Ibnu Rojab dalam syarah kitabnya Jaami'ul 'Uluum wal Hikam (2/147) : ((yang dimaksud dengan حصائد الألسنة : yaitu balasan bagi ucapan yang haram dan hukuman-hukumannya ; karena sesungguhnya manusia itu dia akan menanam kebaikan atau menanam keburukan dengan ucapannya, kemudian dia akan menuai pada hari kiyamat apa yang telah dia tanam, barangsiapa yang menanam kebaikan berupa ucapan atau amalan dia pasti akan menuai kemuliaan, dan barangsiapa yang menanam keburukan berupa ucapan atau amalan besok dia akan menuai penyesalan)).

Dan dia -Al-Hafidz Ibnu Rojab dalam kitabnya Jaami'ul 'Uluum wal Hikam (2/146) berkata juga : ((Ini menunjukkan bahwa menjaga lisan, menahannya serta memenjarakannya merupakan pokok kebaikan seluruhnya, karena sesungguhnya orang yang mampu menguasai lisannya (berarti) sungguh dia telah menguasai urusannya, mengokohkannya serta menguatkannya)). [Lihat Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, hal.19-20. Cet. Mamlakah al-Malik Fahd]

Jika kedustaan itu terjadi dalam bentuk tulisan, maka semua akan menjadi dosa yang akan dihisab dan akan tertulis dalam catatan amal seorang hamba. Berkata penyair :

كتبت وقد أيقنت يوم كتابتي

بأن يدي تنفى ويبقى كتابها

فإن عملت خيرا ستجزى بمثله

وإن عملت شرا علي حسابها

"Aku telah menulis dan aku sungguh yakin di hari aku menulisnya.
Bahwasannya tanganku akan musnah dan akan kekal tulisannya.
Dan apabila tangan-ku tersebut melakukan amal kebaikan maka dia akan dibalas dengan yang semisalnya. 
Dan apabila dia melakukan keburukan maka bagiku hisabnya." [lihat Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlus Sunnah, penulis Asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hammad al-'Abbaad al-Badr, hal.16. Cet. Mamlakah al-Malik Fahd]

Berkata Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzahullah mengutip perkataan Imam Ibnu Hibban rahimahullah :

:قال الإمام أبو حاتم بن حبان في كتابه روضة العقلاء و نزهة الفضلاء (ص : ٩٤)

لسان العاقل يكون وراء قلبه، فإذ أراد القول رجع إلى القلب، فإن كان له قال، و الا فلا، والجاهل قلبه في طرف لسانه، ما أتى على لسانه تكلم به، و ما عقل دينه من لم يحفظ لسانه

Berkata Imam Abu Hatim bin Hibban dalam kitab Raudhatul 'Uqola wa Nuzhatul Fudhola' halaman 49:

"Lisannya orang yang berakal berada di belakang hatinya, apabila dia ingin mengatakan sesuatu dia kembalikan pada hatinya, apabila baik dia akan berbicara dan apabila tidak maka dia tidak berbicara. Dan orang yang bodoh, hatinya berada di ujung lisannya, apa saja yang hinggap di lisannya dia akan mengatakannya, betapa rendah agama orang yang tidak bisa menjaga lisannya." [Lihat Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlus Sunnah, hal.18-19. Cet. Mamlakah al-Malik Fahd].

Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kami dan untuk kaum muslimin seluruhnya, dan hendaknya kita berusaha tabayyun-kan setiap apa yang kita dengar sebelum kita sebarkan, jika tidak maka kita akan terjatuh dalam kedzoliman yang Allah haramkan dan menimpakan mudhorot kepada kaum muslimin, yang urusannya tidak hanya berakhir di dunia, tapi akan berlanjut hingga di akhirat kelak. Waliyaadzubillah.

***

Dompu-Nusa Tenggara Barat : 8 Sya'ban 1443 H/12 Maret 2022

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com

 

Related Posts: