SURGA DILIPUTI OLEH PERKARA-PERKARA YANG DIBENCI

Bismillah, alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin, wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammaddin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin, wa ba'du.

Jiwa manusia memang pada asalnya sangat cinta kepada dunia, tidak ingin terikat oleh aturan, baik aturan manusia maupun aturan agama, dengan kata lain ; manusia ingin bebas, ingin hidup seperti burung, tidak ingin diatur, yang intinya ingin berjalan diatas bumi dengan aturannya sendiri. Ini musibah. 

Dan benar apa yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sabdakan dalam haditsnya bahwa Allah telah meliputi Surga dengan perkara-perkara yang dibenci dan meliputi Neraka dengan perkara-perkara yang disukai. Imam Al-Bukhari dan Muslim menyebutkan sebuah hadits tentang permasalahan ini:

عن أبي هريرة، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ((حجبت النار بالشهوات، وحجبت الجنة بالمكاره)). 

"Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Neraka diliputi dengan perkara-perkara syahwat, dan Surga diliputi dengan perkara-perkara yang dibenci))." [HR. Al-Bukhari, no.6487 (hal.1244). Cet. Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

Dalam riwayat Imam Muslim : 

عن أنس ابن مالك، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((حفت الجنة بالمكاره، وخفت النار بالشهوات)).

"Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : ((Surga diliputi dengan perkara-perkara yang dibenci, dan Neraka diliputi dengan perkara-perkara syahwat))." [HR. Muslim, no.2822 (hal.1132). Cet. Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan dua hal, (1) Tentang Surga, ia telah diliputi dengan perkara-perkara yang dibenci, (2) Tentang Neraka, ia diliputi dengan perkara-perkara syahwat.

Diantara perkara syahwat yang paling disukai manusia sangat banyak, yang paling utama adalah syahwat kepada wanita, syahwat kepada harta benda, cinta kepada anak-anak, cinta kepada jabatan, kekuasaan dan lain sebagainya. Allah Ta'ala berfirman : 

«زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَـٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلْفِضَّةِ وَٱلْخَيْلِ ٱلْمُسَوَّمَةِ وَٱلْأَنْعَـٰمِ وَٱلْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَـٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلْمَـَٔابِ»

Artinya : "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Ali Imran : 14)

Adapun dalam perkara yang dibenci ; manusia  kebanyakannya sangat benci dengan perkara-perkara ketaatan, merasa berat melakukan ibadah, tidak menyenangi perbuatan-perbuatan baik, benci untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, melakukan kesyirikan, berat melaksanakan kewajiban yang diwajibkan kepadanya semisal sholat lima waktu, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan ramadhan, berjihad di jalan Allah, menuntut ilmu, menjauhi perkara-perkara yang haram, yang syubhat, tidak bisa berbuat adil dan melakukan penipuan dalam takaran dan timbangan, serta perbuatan dosa dan maksiat, serta masih banyak hal-hal lain yang tidak disenangi oleh jiwa manusia. 

Inilah keadaan nanusia secara umum, tidak menyenangi perbuatan baik, seolah ingin hidup bebas, tidak ingin terikat oleh aturan apapun, mencintai perkara-perkara syahwat dan membenci perkara-perkara ketaatan.

Faedah yang bisa diambil :

1. Dua hadits diatas menunjukkan bahwa surga diliputi dengan perkara-perkara yang dibenci sedangkan neraka diliputi oleh perkara-perkara syahwat

2. Diantara yang dibenci oleh jiwa manusia adalah perbuatan-perbuatan baik, mentauhidkan Allah, melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya ; menuntut ilmu, sholat lima waktu, berpuasa pada bulan ramadhan, berjihad di jalan Allah, berbuat adil, dan lain sebagainya, bahkan mereka berkeyakinan bahwa seolah-olah aturan-aturan ini sangat memberatkan, menyulitkan, mengekang dll, padahal semua ini tidak lain hanya untuk kebaikan manusia itu sendiri.

3. Diantara perkara-perkara syahwat yang paling banyak disukai oleh manusia adalah cinta kepada kaum wanita, anak-anak, harta benda, kekuasaan, jabatan dan lain sebagainya. Didahulukan wanita atas yang lainnya karena fitnah yang disebabkan oleh mereka sangat besar. Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan :

يخبر تعالى عما زين للناس في هذه الحياة الدنيا من أنواع الملاذ من النساء والبنين، فبدأ بالنساء، لأن الفتنة بهن أشد، كما ثبت في الصحيح أنه صلى الله عليه وسلم قال : ((ما تركت بعدي فتنة أضر على الرجال من النساء)). 

“Allah Ta'ala mengabarkan tentang perkara yang dijadikan indah pada pandangan manusia dalam kehidupan dunia ini berupa berbagai-macam kelezatan, dari jenis wanita,-anak-anak, (dan lainnya). Allah (Ta'ala) memulai dengan penyebutan wanita karena fitnah yang didapatkan dari mereka (wanita) amat besar, sebagaimana disebutkan didalam hadits : ((Aku tidak meninggalkan sepeninggalku suatu fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita)).” [Tafsiir Ibni Katsiir, 1/318 pustaka Daarul Kutub Al-Ilmiyah]

4. Termasuk perkara syahwat yang disukai oleh juga oleh manusia adalah mencintai anak-anak. Dan cinta kepada anak-anak, terkadang membuat manusia rela melakukan perkara-perkara yang haram, mencari harta dengan cara yang haram, memenuhi semua keinginan anak-anaknya meskipun harus melanggar syariat-syariat Allah

5. Diantara perkara syahwat yang disukai juga oleh manusia adalah mencintai harta benda dengan cara berlebihan, bahkan karena harta, korupsi dimana-mana, penggelapan dana proyek merajalela, riba semakin merebak, perampokan dan pencurian makin menggila, bahkan memakan harta pusaka dengan cara yang batilpun sudah tidak diperdulikan. Maka itulah yang diisyaratkan oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya :

«وَتَأْكُلُونَ ٱلتُّرَاثَ أَكْلًۭا لَّمًّۭا. وَتُحِبُّونَ ٱلْمَالَ حُبًّۭا جَمًّۭا»

Artinya : "Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil). Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan." (QS. Al-Fajr : 19-20)

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah :

«وَتَأْكُلُونَ ٱلتُّرَاثَ أَكْلًۭا لَّمًّۭا» «ٱلتُّرَاثَ» ما يورثه الله العبد من المال، سواء ورثه عن ميت، باع واشترى وكسب، أو خرج إلى البر وأتى بما يأتي به من عشب وحطب وغير ذلك، والتراث ما يرثه الإنسان، أو ما يورثه الله الإنسان من المال فإن بني آدم يأكلونه أكلا لما، وإما المال فقال : «وَتُحِبُّونَ ٱلْمَالَ حُبًّۭا جَمًّۭا» أي عظيما، وهذا هو طبيعة الإنسان، لكن الإيمان له مؤثراته قد يكون الإنسان بإيمانه لا يتم بالمال وإن جاءه شكر الله عليه، وأدى ما يجب وإن ذهب لا يهتم به، لكن طبيعة الإنسان من حيث هو كما وصفه الله عز وجل في هاتين الآيتين. 

«Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil)», «ٱلتُّرَاثَ» yaitu apa yang telah Allah wariskan kepada hamba berupa harta, sama saja apakah dia mewarisinya dari orang yang sudah mati, dari hasil dia membeli, menjual, bekerja, atau ia keluar menuju kebaikan dan membawa apa yang bisa dibawa baik rumput, kayu bakar dan yang selain itu. Dan «ٱلتُّرَاثَ» yaitu apa yang telah manusia warisi, atau apa yang telah Allah wariskan kepada manusia diantaranya harta, karena sungguh anak Adam, mereka akan memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan antara yang halal dan yang bathil. Adapun al-maal, maka Allah berfirman (yang artinya) «Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan» yaitu dengan kecintaan yang besar. Ini merupakan tabiat manusia, akan tetapi keimanan terhadap-Nya pengaruhnya kadang-kadang akan menjadikan manusia tidak begitu tertarik dengan harta disebabkan karena imannya, jika harta tersebut datang kepadanya dia akan bersyukur kepada Allah dan melaksanakan apa yang wajib darinya, adapun jika harta tersebut hilang, dia tidak akan perduli dengan itu, akan tetapi tabiat manusia pada satu sisi, sebagaimana yang telah Allah 'Azza wa Jalla sifatkan pada dua ayat ini (yaitu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan antara yang halal dengan yang bathil, serta mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan)." [Tafsir Al-Qur'anil Kaariim, Juz 'Amma, hal.202. Cet. Muassasatu Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimiin]

6. Bertakwa kepada Allah merupakan sarana untuk bisa menjauhkan diri dari perkara-perkara syahwat, dan akan memudahkan manusia untuk melakukan perkara-perkara ketaatan yang biasanya di benci oleh jiwa manusia secara umum. Jika jiwa manusia ingin hidup bebas dan tidak ingin terikat oleh aturan apapun, maka ingatlah bahwa dunia adalah negeri yang penuh dengan aturan, karena dunia adalah penjara bagi orang-orang beriman dan surga bagi orang-orang kafir, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

.((الدنيا سجن المؤمن وجنة الكافر))

"Dunia adalah penjara bagi orang mu'min dan Surga bagi orang kafir)). [HR. Muslim, no.2956 (hal.1187). Cet. Baitul Afkar Ad-Dauliyyah]

Dan masih banyak faedah lainnya.

***

Sidayu - Gresik : 23 Rabi'ul Akhir 1444 H/18 November 2022

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com


Related Posts:

PENGUMPUL KAYU BAKAR DI MALAM HARI

Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.

Asal-asalan mengambil ilmu adalah hal yang membinasakan. Banyak orang mengambil ilmu dari yang bukan ahlinya, mengambilnya dari ahli bid'ah, tokoh-tokoh kesesatan, firqoh-firqoh menyimpang dan lain sebagainya, sehingga mereka-pun tanpa sadar terseret dalam kubangan syubhat, bahkan dikhawatirkan akan berakhir dengan kesesatan, waliyaadzubillah

Sulaiman bin Musa pernah mengatakan :

((يجلس إلى العالم ثلاثة : رجل ياخذ كل ما يسمع فذلك حاطب ليل، ورجل لا يكتب وسمع فيقال له : جليس العالم، ورجل ينتقي وهو خيرهم)).

قال أبو عمر : العرب تضرب المثل بحاطب الليل للذي يجمع كل ما يسمع من غث وسمين، وصحيح وسقيم، وباطل وحق، لأن المحتطب بالليل ربما ضم أفعى فنهشته، وهو يهسبها من الحطب

"Ada tiga jenis manusia yang duduk (bermajelis ilmu kepada) orang yang berilmu : Seseorang yang mengambil/menulis semua yang dia dengar, orang itu disebut pengumpul kayu bakar di malam hari, seseorang yang tidak menulis namun mendengarkan, dia disebut teman duduknya ulama, dan seseorang yang memilih (maksudnya, jika baik dicatat jika tidak ditinggalkan), dia adalah orang yang paling baik diantara mereka.

Berkata Abu Umar : 'Orang arab membuat perumpamaan dengan pengumpul kayu bakar di malam hari bagi orang yang mengumpulkan semua yang telah ia dengar, yang tidak baik maupun yang baik, yang shohih maupun yang tidak, yang bathil maupun yang haq, karena orang yang mengumpulkan kayu bakar di malam hari, boleh jadi dia akan mengumpulkan ular berbisa lalu menyengatnya, sedangkan dia menyangka itu adalah kayu bakar.'" [Jaami'u Bayaanil 'Ilmi wa Fadhlih, hal.328. Cet. Daar Ibnul Jauzi].

Dalam atsar ini terdapat tiga faedah :

(1) orang yang mencatat (termasuk menyebarkan) semua apa yang dia dengar, yang shohih maupun yang dhoif, yang baik maupun yang buruk, yang syubhat maupun yang tidak. Maka orang yang seperti ini ibarat pengumpul kayu bakar dimalam hari, dalam kegelapan dia menyangka mengumpulkan kayu bakar, ternyata yang dia kumpulkan adalah ular berbisa yang akan membunuhnya.

(2) Orang yang tidak mencatat sama sekali, maka orang ini dikatakan sebagai teman duduknya ulama, teman sezaman, teman sekufunya dalam hal ilmu, dengan kata lain ; orang yang kedua ini termasuk orang yang berilmu. 

Berbeda mungkin dengan sebagian saudara-saudara kita yang terkena syubhat pada hari ini, ilmu kita tidak sekufu dengan ilmu para ustadz, apalagi para ulama, tapi sukanya membawa diri seperti para ulama rabbani, membahas perkara-perkara yang lebih tinggi, membahas khilaf para ulama, padahal hakikat khilaf itu dan macam-macamnya dia tidak mengerti. Ilmu-ilmu dasar tidak dibahas, datang ke majelis ilmu juga jarang, bilapun datang, ia  datang tanpa membawa selembar kertas bahkan tanpa alat tulis. Akhirnya perkara bid'ahpun dianggap khilaf. Maka orang yang seperti ini termasuk orang-orang yang merugi, ia tertipu dengan kejahilan dirinya. Waliyaadzubillah

(3) Orang yang memilah dan memilih apa yang perlu dia catat dan sebarkan. Orang yang seperti ini termasuk yang paling baik diantara kedua jenis penuntut ilmu diatas. Jika yang disampaikan oleh ustadz, orang 'alim atau para ulama dimajelisnya termasuk ilmu yang tidak pernah ia dengar, maka dia akan mencatatnya bahkan menyebarkannya. Atau jika ada faedah ilmu yang sekiranya dapat memberi faedah untuk dirinya, keluarganya, agamanya, dunia dan akhiratnya, maka dia akan mencatat dan menyebarkannya. Adapun jika yang disampaikan sudah dia ilmui, maka dia akan duduk mendengar seraya memperhatikan adab para ustadz dan alim ulama untuk diterapkan dalam kehidupannya, tidak merasa berilmu dihadapan gurunya, tawadhu, tidak merasa pintar. Maka, inilah yang terbaik diantara kedua orang diatas.

Wallahu a'lam.

***

Srowo-Sidayu-Gresik, Jawa Timur : 21 Rabi'ul Akhir 1444 H/16 November 2022

Penulis : Dawud ad-Dombuwiyy

Artikel : meciangi-d.blogspot.com

Related Posts: