ALLAH TURUN KE LANGIT DUNIA


Dalam bab asma' wa sifat banyak firqoh-firqoh yang menyimpang terkait sifat-sifat Allah diantaranya sifat turun.

Penyebutan tentang sifat turunnya Allah merupakan kabar yang shohih berdasarkan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam serta kesepakatan salaf. Tapi walaupun demikian, tetap saja ada orang-orang yang menolak sifat turunnya Allah tersebut karena banyaknya kerancuan-kerancuan yang bersarang di kepala mereka.

Berkata Ibnu Taimiyyah dalam kitab Aqidah Wasithiyyah :

ومن ذلك مثل قوله صلى الله عليه وسلم : ((ينزل ربنا إلى السماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الآخر فيقول : من يدعوني فأستجيب له، من يسألني فأعطيه، من يستغفرون فأغفر له)). متفق عليه.

Diantara hal tersebut seperti sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :

((Rabb kita turun ke langit dunia setiap sepertiga malam yang terakhir dan berkata : "Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan baginya, barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka Aku akan berikan kepadanya, barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampuninya)) Disepakati oleh Bukhari dan Muslim.

Berkata Asy-Syaikh sholeh bin 'Abdul 'Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh :

هذه الحديث فيه إثبات النزول لله عز وجل ؛ لأنه قال : ((ينزل ربنا إلى السماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الآخر))، والنزول صفة لله عز وجل ؛ لأن الذين ينزل إلى سماء الدنيا هو الله عز وجل، ونزوله عز وجل نزول يليق بجلاله وعظمته على قاعدة : ((لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ)) [الشورى : ١١].، فليس كنزول المخلوق من أنه ينتقل من مكان إلى مكان، فيكون المكان
,الأول إذا كان أرفع قد أظله بعد نزوله إلى المكان الذي هو أخفض منه، هذا في حق المخلوق ولا يلزم ذلك في حق الله عز وجل
((بل هو عز وجل ((لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ

فإذ نثبت النزول إثبات معنى لا إثبات كيفية، من غير تمثيل ومن غير تجسيم، نزولا يليق بجلاله عظمته سبحانه وتعالى
[اللالئ البهية في شرح العقيدة الواسطية، ٢/٣٠. دار العاصمة]

Dalam hadits ini ada penetapan sifat turun bagi Allah 'Azza wa Jalla ; karena Nabi shallallahu'alaihi wa sallam bersabda :

((Rabb kita turun ke langit dunia setiap sepertiga malam yang terakhir)), dan turun merupakan sifat bagi Allah 'Azza wa Jalla, karena yang turun ke langit dunia itu sendiri adalah Allah 'Azza wa Jalla, dan turunnya Allah 'Azza wa Jalla merupakan turun yang pantas bagi keagungan dan kebesaran-Nya berdasarkan kaidah ((Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat)) [Asy-Syura : 11]., Dan turunnya (Allah) tidak sama seperti turunnya makhluk yaitu berpindahnya seseorang dari satu tempat ke tempat lainnya, maka tempat yang pertama apabila lebih tinggi akan menaunginya setelah turunnya dia menuju tempat yang lebih rendah darinya, ini merupakan hak makhluk (terjadi pada makhluk) dan hal itu tidak lazim terjadi pada Allah 'Azza wa Jalla, bahkan Allah 'Azza wa Jalla ((Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat))

Apabila kita menetapkan sifat turun (bagi Allah), maka penetapan sifat turun tersebut hanya secara makna saja tidak menetapkan kaifiyahnya (bagaimananya), tanpa mempermisalkan (sifat tersebut dengan sifat makhluk) serta tanpa membayangkan wujud-Nya, dan turun tersebut adalah turun yang pantas bagi keagungan dan kebesaran-Nya Subhaanahu wa Ta'aala." [Al-Laa-li-u Al-Bahiyyah fii Syarhi Al-Aqiidah Al-Waasithiyyah, 2/30. Daarul 'Aashimah]

Berkata Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah dalam kitabnya Lum'atul I'tiqaad tentang sifat turunnya Allah ke langit dunia :

((ومن السنة : قول النبي صلى الله عليه وسلم : ((ينزل ربنا -تبارك وتعالى- كل ليلة إلى سماء الدنيا
[لمعة الإعتقاد الهادي إلى سبيل الرشاد، ٣١. دار الاثار]

"Dalil dari As-Sunnah : Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : ((Rabb kita Tabaaraka wa Ta'ala turun pada setiap malam ke langit dunia))." [Lum'atul I'tiqaad, Al Haadiy ila Sabiilir Rosyaad, hal :31' Cet. Daarul Atsaar]

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin rahimahullah dalam syarahnya :

:صفات العاشرة : النزول
نزول الله إلى السماء الدنيا من صفاته الثابتة له بالسنة وإجماع السلف. قال النبي صلى الله عليه وسلم : ((ينزل ربنا إلى السماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الآخر فيقول : من يدعوني فأستجيب له....)) الحديث متفق عليه.

وأجمع السلف على ثبوت النزول لله ؛ فيجب إثباته له من غير تحريف ولا تعطيل، ولا تكييف ولا تمثيل، وهو نزول حقيقي يليق بالله

وفسره أهل تعطيل بنزول أمره أو رحمته أو ملك من ملائكته، ونرد عليهم بما سبق في القاعدة الرابعة، وبوجه رابع : إن الأمر ونحوه لا يمكن أن يقول : من يدعوني فأستجيب له...ألخ.

[لمعة الإعتقاد الهادي إلى سبيل الرشاد، ٣١. دار الاثار]

Sifat yang kesepuluh : Turun :

"Turunnya Allah kelangit dunia termasuk diantara sifat-sifat Allah yang tetap bagi-Nya dalam As-Sunnah dan kesepakatan salaf. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

((Rabb kita turun ke langit dunia setiap sepertiga malam yang terakhir dan berkata : "Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan baginya...)) Al-Hadits disepakati oleh Bukhari dan Muslim.

Dan salaf-pun telah bersepakat atas tetapnya (sifat) turun bagi Allah, maka wajib menetapkan sifat tersebut bagi Allah, tanpa memalingkan (maknanya), tanpa menolak, tanpa membagaimanakan, dan tanpa mempermisalkan (sifat tersebut dengan sifat makhluk), dan itu merupakan sifat turun yang hakiki yang pantas bagi Allah.

Dan ahli ta'thil (orang-orang yang menolak sifat Allah) telah mentafsirkan (turun pada hadits tersebut) dengan turunnya perintah-Nya, rahmat-Nya atau malaikat dari malaikat-malaikat-Nya, dan kami bantah mereka dengan apa-apa yang telah berlalu dari qoidah yang ke empat, dan dengan sisi yang keempat : bahwasanya (jikap yang turun itu adalah) perintah dan yang semisalnya, maka tidak mungkin dikatakan : barangsiapa yang berdo'a kepada-Ku maka akan aku kabulkan baginya....hingga akhir hadits". [Lum'atul I'tiqaad, Al Haadiy ila Sabiilir Rosyaad, hal :31. Cet. Daarul Atsaar]

TUNDUKKAN AKALMU DAN BUANG PENDAPATMU

Berhadapan dengan nash-nash yang shohih, maka akal kita harus tunduk terhadap nash-nash tersebut meskipun bertentangan dengan akal, telah datang beberapa atsar yang mengingatkan kita tentang hal ini.

1. Perkataan Ali bin Abu Tholib

((قال علي بن أبي طالب رضي الله عنه : ((لو كان الدين بالرأي لكان أسفل الخف أولى بالمسح من أعلاه
[النبذ في آداب طلب العلم، ص : ٦٠]

Berkata Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu:

((Kalau seandainya agama ini akal, maka sungguh mengusap bagian bawah khuf (sepatu) lebih utama daripada mengusap bagian atasnya)) [An-Nubadz fii Aadaabi Tholabil 'Ilmi, (hal : 60)]

Bagi orang yang safar (dengan syarat-syarat tertentu), boleh bagi dia berwudhu tanpa melepas khufnya (sepatunya). Ketika dia hendak membasuh kakinya ketika wudhu, cukup bagi dia mengusap bagian atas khufnya. Jika kita menggunakan akal, seharusnya yang diusap itu adalah dibagian bawah khuf karena dibagian itulah yang paling kotor, tapi ingat, tidak ada ruang bagi akal untuk menalar lebih jauh dalam masalah ini, cukup kita tundukkan saja akal kita terhadap nash-nash yang ada, begitu juga yang berkaitan dengan turunnya Allah ke langit dunia.

2. Perkataan Imam Asy-Syafi'i

:وقال الشفعي
 ((ما حدثوك هؤلاء عن النبي صلى الله عليه وسلم فخذه، وما قالوه برأيهم فألقى في الحش))
[النبذ في آداب طلب العلم، ص : ٦٠]

"Apa-apa yang diriwayatkan kepadamu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka ambillah, dan apa yang mereka ucapkan berdasarkan pikiran mereka maka lemparkan ucapan tersebut jauh-jauh." [An-Nubadz fii Aadaab Tholabil 'Ilmi, hal : 60]

3. Perkataan Imam Ahmad

:قال الإمام أحمد
((لا تكاد ترى أحدا ينظر في الرأي الا وفي قلبه دغل، والحديث الضعيف أحب إلي من الرأي))
 [النبذ في آداب طلب العلم، ص : ٦٠]

Berkata Imam Ahmad :

"Hampir-hampir tidak akan kamu dapatkan seseorang yang berpendapat berdasarkan akalnya, kecuali dalam hati orang ini ada penyakit, dan hadits yang lemah lebih aku cintai daripada (pendapat berdasarkan) akal" [An-Nubadz fii Aadaab Tholabil 'Ilmi, hal : 60]

4. Perkataan Abdullah bin Imam Ahmad

:قال عبد الله بن الإمام أحمد
:سألت أبي عن الرجل يكون ببلد لا يجد فيها إلا صاحب حديث لا يدري صحيحه من سقيمه، وصاحب رأي ؛ فمن يسأل؟ قال
((يسأل صاحب الحديث، ولا يسأل صاحب الرأي))
 [النبذ في آداب طلب العلم، ص : ٦٠-٦١]

Berkata Abdullah bin Imam Ahmad :

((Aku bertanya kepada ayahku tentang seorang laki-laki yang berada di suatu negeri yang dia tidak mendapati di negeri tersebut kecuali ahli hadits yang dia tidak mengetahui shohihnya hadits tersebut dari penyakitnya (cacatnya), serta seorang yang mengedepankan akalnya ; kepada siapa dia harus bertanya? Berkata Imam Ahmad : Dia harus bertanya kepada ahli hadits tersebut, dan jangan bertanya kepada orang yang mengedepankan akalnya)).[An-Nubadz fii Aadaab Tholabil 'Ilmi, hal : 60-61]

Bertanya kepada ahli hadits yang tidak mengetahui shohih tidaknya suatu hadits bukan hal yang baik, tapi masih lebih baik bertanya kepada ahli hadits tersebut daripada bertanya kepada orang yang mentuhankan akalnya menurut Imam Ahmad.

Sungguh aneh tapi nyata, betapa banyak orang-orang yang menolak khobar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hanya karena bertentangan dengan akalnya, bahkan yang berbahaya mereka sampai berani mengingkari sifat turunnya Allah lantaran tidak sesuai dengan akalnya, padahal akal dia harusnya tunduk pada nash-nash yang datang dengannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan tidaklah seseorang menolak sifat turunnya Allah melainkan orang tersebut pasti menyelisihi Al-Qur'an dan As-Sunnah serta ijma salaf.

Berkata seorang penyair :

"Sesungguhnya akal-akal kalian tidak akan bisa menjangkau Allah 'Azza wa Jalla, karena akal-akal kalian terbatas pada dimensi tertentu. 
Yang terpenting bagi kalian adalah tunduk terhadap dalil-dalil yang ada sebagai bentuk keimanan kalian kepada Allah dan Rasul-Nya. 
Barangsiapa yang menolak sifat-sifat Allah setelah jelas baginya, maka dia telah menyelisihi Al-Qur'an dan As-Sunnah serta kesepakatan salaf. 
Tidaklah mereka ini melainkan seperti orang yang berjalan di malam hari, di tengah hutan yang gelap, di dalam gua yang tak bercahaya. 
Seperti inilah perumpamaan bagi pengekor hawa nafsu, dia tersesat dengan kesesastan yang nyata.".

KABAR DARI RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM WAJIB DI IMANI

Termasuk yang bisa menafikan keimanan adalah mengingkari hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi aw sallam. Kewajiban kita menerima apa saja yang datang dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah 'Azza wa Jalla berfirman :

«وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ»

Artinya : "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya". (QS. Al-Hasyr : 7)

Pada ayat yang lain Allah Ta'ala berfirman :

«فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا۟ فِىٓ أَنفُسِهِمْ حَرَجًۭا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًۭا»

Artinya : "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya". (An-Nisaa' : 65)

Jika ahlul kalam, kaum liberal serta orang-orang yang terpengaruh dengan cara pandang mereka menolak sifat turunnya Allah ke langit dunia, maka hal ini tidak mengherankan sebab mereka ini telah berguru kepada orientalis barat, demikian juga penganut paham tasawwuf, wihdatul wujud, serta paham yang mengatakan Allah ada dimana-mana.

Seandainya mereka beriman tentang hadits tentang turunnya Allah ke langit dunia itu lebih baik bagi mereka, namun mereka menolaknya karena apabila mereka beriman tentang hadits turunnya Allah secara tidak langsung sama saja mereka akan mengakui bahwa Allah berada diatas 'Arsy karena konsekuensi turun itu dari atas ke bawah, inilah yang tidak mereka inginkan. Pada hadits turunnya Allah ke langit dunia, ini juga menunjukkan bahwa Allah itu berada diatas Arsy.

Muncul syubhat yang mengatakan, "Jika Allah turun ke langit dunia konsekuensinya berarti 'Arsy saat itu kosong dong dan Allah berada di mana-mana. Berarti kalian tidak konsisten mengatakan Allah menetap di atas 'Arsy?!

Ini syubhat klasik yang selalu di ucapkan. Ahli sunnah berkeyakinan dahwa Allah memang turun ke langit dunia tapi bersamaan dengan turunnya Allah ke langit dunia, 'Arsy saat itu tidak kosong, karena Allah Maha Mampu dan Dia tidak serupa dengan Makhluk-Nya. Allah Ta'ala berfirman :

«إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌۭ»

Artinya : "Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. Al-Ankabuut : 20)

Dalam ayat yang lain Allah Ta'ala juga berfirman :

«لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ»

Artinya : "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat". (AS.Asy-Syura : 11)

Ayat diatas merupakan qoidah yang agung dan prinsip yang paten yang membantah kelompok-kelompok yang menyimpang terkait asma' wa sifat. Jika suatu permasalahan telah jelas dan gamblang,  maka jangan menolak hal tersebut karena alasan tidak masuk akal, sebab akal-akal kalian  itu tidak akan pernah bisa menjangkau Allah Ta'ala.

Beberapa Faedah yang dapat diambil :

1. Allah turun ke langit dunia setiap sepertiga malam yang terakhir

2. Turunnya Allah ke langit dunia termasuk sifat yang tetap bagi Allah berdasarkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berdasarkan kesepakatan salaf

3. Wajib menetapkan sifat turun bagi Allah tanpa menolak, tanpa mempermisalkan (sifat tersebut dengan sifat makhluk), tanpa membagaimanakan serta tanpa memalingkan (maknanya)

4. Turunnya Allah ke langit dunia merupakan sifat turun yang hakiki yang pantas bagi kebesaran Allah

5. Mustajabnya doa pada waktu sepertiga malam terakhir

6. Menetapkan sifat berbicara bagi Allah berdasarkan firman Allah dalam hadits :

"Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan baginya...)).

Atau berdasarkan firman dalam Al-Qur'an :

 «وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًۭا»

Artinya : "Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan sebenar-benar pembicaraan". (QS.An-Nisaa' : 164).

Serta masih banyak dalil-dalil lain yang berkaitan dengan hal ini

7. Sesatnya pemahaman ahlut ta'thil

8. Wajibnya menundukkan akal jika berhadapan dengan hadits shohih yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terkait sifat-sifat Allah

9. Ucapan-ucapan manusia tentang Allah berdasarkan akal wajib dibuang jauh-hauh

10. Berbahayanya mentuhankan akal dan orang yang mentuhankan akal pasti didalam hati orang ini ada penyakit atau curigailah dia sebagai pengekor hawa nafsu

11. Jika berkumpul dua mudhorot atau lebih maka pilih mudhorot yang terkecil sebagaimana ucapan Imam Ahmad pada penggalan atsar dari anaknya Abdullah bin Imam Ahmad :
((Aku bertanya kepada ayahku tentang seorang laki-laki yang berada di suatu negeri yang dia tidak mendapati di negeri tersebut kecuali ahli hadits yang dia tidak mengetahui shohihnya hadits tersebut dari penyakitnya (cacatnya), serta seorang yang mengedepankan akalnya ; kepada siapa dia harus bertanya? Berkata Imam Ahmad : Dia harus bertanya kepada ahli hadits tersebut, dan jangan bertanya kepada orang yang mengedepankan akalnya)), sebagaimana sebuah qoidah mengatakan :

ويرتكب أخف مفسدتين عند التزاحم

"Dipilih yang paling ringan dari dua mafsafat jika berbenturan"

12. Apa yang datang dari Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam wajib di terima berdasarkan surat Al-Hasyr : 7

13. Tidak beriman orang yang tidak menjadikan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai hakim terhadap apa yang mereka perselisihkan, termasuk tentang sifat turunnya Allah ke langit dunia

14. Allah Maha Mampu atas segala sesuatu

15. Allah tidak serupa dengan makhluk-Nya

Semoga bermanfaat.

***

Dompu, Nusa Tenggara  Barat : 21 Sya'ban 1440 H/27 April 2019

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy 

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com 


Related Posts:

FAEDAH UCAPAN SALAF


((١. و قال الحسن بن منصور الجصاص : قلت لأحمد بن حنبل : ((إلى متى يكتب الرجل الحديث؟ قال : حتى يموت

1. Berkata Hasan bin Manshur Al-Jashash :  Aku berkata kepada Ahmad bin Hambal :

((Sampai kapan seorang perawi hadits menulis hadits? *Berkata Ahmad bin Hambal : Sampai dia wafat))

((٢. و قال عبد الله بن محمد البغوي : ((سمعت أبا عبد الله أحمد بن حنبل يقول : أنا أطلب العلم الى أن أدخل القبر

2. Berkata Abdullah bin Muhammad Al-Baghawi :

((Aku mendengar Abu Abdillah Ahmad bin Hambal berkata : Aku akan menuntut ilmu sampai aku masuk ke liang kubur))

((٣. قال سفيان الثوري : ((لا نزال نتعلم ما وجدنا من يعلمنا

[النبذ في آداب طلب العلم، ص : ٣٥٠. الدار الاثرية]

3. Berkata Sufyan Ats-Tsauri :

((Kami senantiasa akan mempelajari apa-apa yang telah kami dapatkan dari orang yang mengajarkan kami (guru-guru kami)))
[An-Nubadz fii Aadaab Tholabil 'Ilmi, hal.350. Cet. Darul Atsariyyah]


Karena itu jangan pernah berhenti belajar, dimanapun kita berada.




Related Posts:

PELAJARILAH PERKARA USHUL

Ushul adalah perkara yang asasi yang harus dipelajari oleh setiap muslim.

Dan metode pembelajaran para salaf, mereka  mempelajari usul terlebih dahulu baru mempelajari furu' (perkara-perkara cabang).

((وقال أبو عبيد القاسم بن سلام : ((عجبت لمن ترك الأصول وطلب الفضول
 [النبذ في آداب طلب العلم، ص : ٧٣]

"Berkata Abu 'Ubaidil Qaasim bin Salam:

((Aku merasa heran dengan orang yang meninggalkan (tidak mempelajari) perkara ushul (pondasi) namun justru mempelajari perkara-perkara yang tidak memiliki faedah didalamnya".. [An-Nubadz fii Aadaab Tholabil 'ilmi, hal: 73]

Karena itu pelajarilah perkara ushul. Sebuah Qoidah mengatakan :

من حرم الأصول حرم الوصول

"Barangsiapa yang mengharamkan ushul maka diharamkan baginya untuk sampai (kepada ushul)

PENGERTIAN USHUL

Makna kata Ushul adalah pondasi, dasar atau asas, Allah 'Azza wa Jalla berfirman :

«أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًۭا كَلِمَةًۭ طَيِّبَةًۭ كَشَجَرَةٍۢ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌۭ وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ»

Artinya : "Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit". 
(QS.Ibrahim : 24)

Kata أَصْلُهَا yaitu pokok, asas, akar atau pondasi. Berkata Ibnu Katsir tentang ayat diatas :

"Berkata Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas tentang firman Allah ((Perumpamaan kalimat yang baik)) yaitu kalimat La ilaha illallah ((Seperti pohon yang baik)) yaitu orang mu'min ((Akarnya teguh)) ia mengatakan :

"Tidak ada sesembahan yang benar selain Allah", didalam hati orang mu'min, ((Dan cabangnya (menjulang) ke langit)) ia mengatakan :

"Dengan kalimat thoyyibah tersebut diangkat amal perbuatan orang mu'min ke langit, demikian juga ucapan Ad-Dhahhak, Sa'id bin Jubair, Ikrimah, Mujahid dan mufassir lain : bahwa hal itu merupakan perumpamaan dari amal orang mu'min, perkataannya yang baik dan amalannya yang sholeh, karena sesungguhnya orang mu'min seperti pohon kurma ; senantiasa amal sholehnya diangkat pada setiap saat, setiap waktu, pada waktu pagi maupun sore". 
[Tafsir Ibni Katsir, 2/477. Cet. Darul Kutub Al-'Ilmiyyah]

Karena itu, diantara ilmu ushul yang paling asasi adalah ilmu Tauhid, itu lah sebabnya kita harus fokus pada pembahasan kitab-kitab aqidah, sebab itu adalah pondasi dalam beragama. Selain kitab aqidah, masih banyak kitab-kitab ushul lainnya. Kita mungkin pernah mendengar atau membaca kitab-kitab ushul berikut ini :

A. Akidah dan Tauhid 
1. Al-Ushuulu Ats-Tsalatsah
2. Al-Ushuulu As-Sittah
3. Al-Qowaidu Al-Arba'
4. Nawaaqidul Islam
5. Kasyfus Syubhat
6. Kitaabut Tauhid
7. Al-Aqidah Al-Waasithiyyah,
8. Lum'atul I'tiqood

B. Ushul Fikih : 
1. Al-'Ushul min 'Ilmil 'Ushul
2. Syarhul Waraqoot

C. Fikih
1. Minhajus Saalikiin
2. Al-Fiqhu Al-Muyassar fii Dhauil Kitab was Sunnah
3. Al-Wajiz

D. Kaidah Fikih
1. Al-Qowaidul Fiqhiyyah
2. Al-Qowaidul Fiqhiyyah min Kitaab Jam'il Mahshul

E. Tafsir :
1. Ushul fit Tafsiir

F. Bahasa Arab : 
1. Duruusul Lughoh
2. Al-Jurumiyyah
3. Al-Muyassar fii 'Ilmin Nahwi
3. Mulakhos
4. Kitab Shorof

G. Mushthalah Hadits :
1. Mandzumah Baiquniyyah

H. Hadits : 
1.  Al-Arbain An-Nawawiyyah
2. Umdatul Ahkam

I. Tajwid :
1. Al-Khulaashatu min Ahkaamit Tajwiid

J. Kaidah Menulis 
1. Qowaaidul Imla'

Dan masih banyak kitab ushul lainnya. Mari kita mulai dari mempelajar kitab kitab-kitab ushul, insya Allah akan semakin menguatkan kita dalam beragama.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat.




Related Posts:

KETINGGIAN ALLAH BERDASARKAN HADITS

Bismillah. Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina MUhammadin wa 'ala aalihi wa shahbihi ajma'iin. Wa ba'du.
 
Setelah kita membahas ketinggian Allah berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur'an, maka pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang ketinggian Allah diatas Arsy-Nya berdasarkan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam serta perkataan para salaf serta berdasarkan akal sehat maupun fitrah yang selamat.

Berkata Asy-Syaikh Nu'man bin Abdul Karim al-Watr :

 :ثبت علو الله عز وجل بالسنة على ثلاثة  ِأوجه

الأول : من قول صلى الله عليه وسلم، فقد ثبت في الصحيحين أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : «الا تامنوني و أنا أمين من في السماء؟...» وفيهما من حديث أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : «لما خلق الله الخلق كتب في كتابه فهو عنده
«فوق  لعرش : إن رحمتي سبقت غضبي

"Telah tetap ketinggian Allah 'Azza wa Jalla dalam As-Sunnah pada tiga sisi :

1. Dari sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, telah tetap hal tersebut dalam shohih Al-Bukhari dan Muslim bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Tidakkah kalian beriman kepadaku sedangkan aku kepercayaan Yang di langit?."

Dan di dalam hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim (juga) dari hadits Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Ketika Allah menciptakan makhluk Dia menulis dalam kitab-Nya sedangkan kitab tersebut ada disisi-Nya diatas Arsy :  "Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului kemarahanku-Ku." [Tuhfatul Muriid, Syarh al-Qaul al-Mufiid. Syaikh Nu'man bin Abdil Karim al-Watr, hal.14, Maktabatul Irsyaad]

الثاني : من فعله صلى الله عليه وسلم، كما في صحيح البخاري من حديث ابن عباس وغيره في خطبة الوداع، وهو يقول
((في آخرها ((الا هل بلغت؟ اللهم فاشهد))، ويشير بأصابعه إلى السماء وقال : ((اللهم اسقنا

2. Dari perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana (disebutkan) dalam shohih Al-Bukhari dari hadits Ibnu Abbas dan selainnya pada waktu khutbah perpisahan, dan Rasulullah bersabda di akhir khutbah tersebut :

((Bukankah aku sudah menyampaikan? Ya Allah saksikanlah!)), Kemudian Nabi mengisyaratkan dengan jarinya ke arah langit. Dan dalam hadits Ibnu Abbas juga ketika datang kepada Nabi orang arab badui yang meminta (didoakan) agar diturunkan hujan kepada mereka. Maka Nabi menengadahkan tangannya keatas langit dan berkata : ((Ya Allah turunkan kepada kami hujan..)) [Tuhfatul Muriid, Syarh al-Qaul al-Mufiid. Syaikh Nu'man bin Abdil Karim al-Watr, hal.15, Maktabatul Irsyaad]

الثالث : من تقريره صلى الله عليه وسلم، لما ثبت في مسلم من حديث معاوية بن الحكم السلمي أن رسول الله صلى الله عليه وسل
((قال للجارية : أين الله؟ قالت : في السماء، قال : من أنا؟ قالت : رسول الله، قال : ((أعتقها فإنها مؤمنة

3.Dari persetujuan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana telah tetap hal tersebut dalam hadits Muslim dari hadits Mu'awiyah bin al-Hakam as-Sulami bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada seorang budak wanita :

"Dimana Allah? Budak wanita  berkata : Di atas langit. Nabi bersabda : Siapa saya? Budak wanita berkata : (Engkau) utusan Allah. Rasulullah bersabda : Merdekakan dia karena sesungguhnya dia wanita yang beriman." [Tuhfatul Muriid, Syarh Qaulil Mufiid. Syaikh Nu'man bin Abdil Karim al-Watr, hal.15, Maktabatul Irsyaad]

KETINGGIAN ALLAH BERDASARKAN FITRAH YANG SELAMAT

Berkata Asy-Syaikh Nu'man bin Abdul Karim al-Watr :

من الفطرة السليمة : وذلك أن قلوب العباد مفطورة على إثبات العلو لله والتوجه إليه عند الدعاء، قال تعالى : «فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ» الآية، وفي صحيحين عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ((كل مولود يولد على الفطرة..)) الحديث.

(Ketinggian Allah) berdasarkan fitrah yang selamat :

"Dalam hal ini bahwasannya hati seluruh hamba di fitrahkan untuk menetapkan ketinggian Allah dan menghadap kepada-Nya ketika berdoa, Allah berfirman :

Artinya : "(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah." (QS.Ar-Ruum : 30)

Dan di dalam shohih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairoh bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Setiap anak di lahirkan diatas fitrah.." (Hadits) [Tuhfatul Muriid, Syarh al-Qaul al-Mufiid. Syaikh Nu'man bin Abdil Karim al-Watr, hal.16, Maktabatul Irsyaad]

KETINGGIAN ALLAH BERDASARKAN AQAL

Berkata Asy-Syaikh Nu'man bin Abdul Karim al-Watr :

العقل : وذلك أن العلو صفة كمال عقلا، و السفل صفة نقص، وبإجماع العقلاء أن الكمال ثابت لله

(Ketinggian Allah secara) aqal :

"Dalam hal ini bahwasannya tinggi merupakan sifat yang sempurna secara aqal, dan rendah merupakan sifat yang kurang, dan kesepakatan orang yang berakal bahwasannya kesempurnaan itu telah tetap untuk Allah." [Tuhfatul Muriid, Syarh al-Qaul al-Mufiid. Syaikh Nu'man bin Abdil Karim al-Watr, hal.16, Maktabatul Irsyaad]

KETINGGIAN ALLAH BERDASARKAN KESEPAKATAN SALAF

Berkata Asy-Syaikh Nu'man bin Abdul Karim al-Watr :

إجماع السلف : وقد نقله غير واحد، مشايخ الإسلام ابن تيمية، أن السلف مجمعون على إثبات العلو لله
.ومما تقدم يتبين أن دعوة أهل الحلول والاتحاد مخالفة للكتاب والسنة، والإجماع، والعقل، والفطرة

(Ketinggian Allah) berdasarkan kesepakatan salaf :

"Dan sungguh telah ternukilkan lebih dari satu orang, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, bahwasanya seluruh salaf telah bersepakat  menetapkan  ketinggian Allah.

Penjelasan tentang pendapat yang telah berlalu bahwasanya dakwah ahli filsafat dan tasawuf serta paham wihdatul wujud (paham yang menyatakan Allah menyatu dengan makhluk) merupakan dakwah atau paham yang menyelisihi Al-Qur'an dan As-Sunnah dan ijma (salaf), serta menyelisihi akal dan fitrah." [Tuhfatul Muriid, Syarh Qaulil Mufiid. Syaikh Nu'man bin Abdil Karim al-Watr, hal.16, Maktabatul Irsyaad]

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin :

«استواء الله على العرش من صفاته الثابتة له بالكتاب والسنة وإجماع السلف. قال تعالى : «ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ 
.طه : ٥]. وذكر استواءه على عرشه في سبعة مواضع من القرآن]

وأجمع السلف على إثبات استواء الله على عرشه ؛ فيجب إثباته من غير تحريف ولا تعطيل، ولا تكييف ولا تمثيل، وهو استواء حقيقي معناه : العلو والاستقرار على وجه يليق بالله تعالى.

فقد فسر أهل التعطيل بالاتيلاء، ونرد عليهم بما سبق في القاعدة الرابعة، ونزيد وجها رابعا : أنه لا يعرف في اللغة العربية بهذا المعنى، ووجها خامسا : أنه يلزم عليه لوازم باطلة مثل : أن العرش لم يكن ملكا لله ثم استولى عليه بعد!!

والعرش لغة : السرير الخاص بالملك، وفي الشرع : العرش العظيم الذي استوى عليه الرحمان جلا جلاله وهو أعلى المخلقات وأكبرها، وصفه الله بأنه عظيم وبأنه كريم وبأنه مجيد.

[لمعة الإعتقاد الهادي إلى سبيل الرشاد، ص : ٣٣-٣٤. دار الآثار]

"Istiwa'nya Allah diatas Arsy termasuk sifat yang tetap bagi Allah dalam Al-Qur'an dan sunnah serta kesepakatan salaf. Allah Ta'ala berfirman :

«Artinya : (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy»[Thoha : 5]

Dan Allah telah menyebutkan tentang istiwa'nya Ia diatas Arsy-Nya ada dalam tujuh tempat didalam Al-Qur'an.

Dan telah bersepakat para salaf dalam menetapkan istiwa'nya Allah diatas Arsy-Nya ; maka wajib menetapkan hal tersebut tanpa memalingkan (maknanya), tanpa menolak, tanpa membagaimanakan dan tanpa mempermisalkan, dan Istiwa' tersebut merupakan Istiwa' yang hakiki, maknanya : yaitu tinggi dan menetap pada sisi yang pantas bagi Allah Ta ala.

Dan sungguh ahlu ta'thil (orang-orang yang menolak sifat Allah) telah menafsirkan (kata Istiwa') dengan menguasai, maka kami bantah mereka dengan qoidah yang keempat dan kami tambah pula dengan sisi yang ke empat : Bahwasanya tidak diketahui dari qoidah bahasa arab kecuali makna ini (yaitu Allah beristiwa' diatas Arsy bukan menguasai Arsy), dan sisi yang kelima : Bahwasannya ucapan tersebut (yaitu ucapan Allah menguasai Arsy bukan Istiwa') melazimkan makna yang bathil, contoh : Bahwasanya Arsy dahulu bukan kerajaan bagi Allah kemudian setelah itu Allah menguasai Arsy tersebut!!"

'Arsy secara bahasa : yaitu tempat tidur yang khusus untuk raja.
Adapun secara syar'i : yaitu 'Arsy yang agung yang beristiwa' diatasnya Allah Jalla Jalaaluhu, dan 'Arsy adalah makhluk yang paling tinggi/ujung dan paling besar, dan Allah telah mensifati 'Arsy bahwasanya ia  sangat besar, sangat mulia dan dimuliakan." [Lum'atul I'tiqaad Al-Haadi Ila Sabiilir Rosyad, hal : 33-34. Cet.Daarul Atsaar]

Berkata Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah :

سأل الإمام مالك بن أنس رحمه الله فقيل : يا أبا عبد الله، «ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ» [طه : ٥]. كيف استوى؟ فقال : الاستواء
.غير مجهول، والكليف غير معقول، والأمان به واجب، والسؤال عنه بدعة، ثم أمر بالرجل فأخرج

"Telah ditanya Imam Malik bin Anas rahimahullah dan dikatakan : Wahai Abu Abdillah, «(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy» [Thoha : 5]

"Bagaimana Allah beristiwa'? Imam malik berkata : Istiwa itu tidak majhul (diketahui maknanya) dan bagaimananya itu diluar nalar (tidak diketahui), beriman dengannya wajib, dan bertanya tentangnya bid'ah, kemudian beliau memerintahkan agar orang tersebut di keluarkan (dari majelisnya).

Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin berkata dalam syarahnya :

سأل مالك فقيل : يا أبا عبد الله، «ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ» [طه : ٥
كيف استوى؟ فقال رحمه الله : ((الاستواء غير مجهول)). أي : معلوم المعنى وهو العلو والاستقرار، ((والكليف غير معقول)). أي كيفية الاستواء غير مدركة بالعقل ؛ لأن الله تعالى أعظم وأجل من أن تدرك العقول كيفية صفاته، ((والأمان به)). أي : الاستواء ((واجب)) ؛ لوروده في الكتاب والسنة، ((والسؤال عنه)). أي : عن الكيف ((بدعة)) ؛ لأن السؤال عنه لم يكن في عهد النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه، ثم أمر بالسائل فأخرج من المسجد خوفا من أن يفتن الناس في عقيدتهم وتعزيزا له بمنعه من
 .مجالس العلم

[لمعة الإعتقاد الهادي إلى سبيل الرشاد، ص : ٣٧. دار الآثار]

"Imam Malik ditanya dan dikatakan (kepadanya) : Wahai Abu Abdillah,  «(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy» [Thoha : 5]

"Bagaimana Allah beristiwa'? Berkata  Imam malik rahimahullah : ((Istiwa' itu tidak majhul)). Yaitu : diketahui maknanya  yaitu tinggi dan menetap, ((bagaimananya itu diluar nalar)). Yaitu : kaifiyah Istiwa', tidak diketahui (tidak terjangkau) oleh akal ; karena Allah Ta'ala Maha Agung dan Maha Suci dari pengetahuan akal-akal (manusia) tentang kaifiyah sifat-Nya, ((beriman dengannya)). Yaitu : (beriman tentang) Istiwa' ((wajib)) ; karena Istiwa' disebutkannya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, ((bertanya tentangnya)). Yaitu : tentang kaifiyah Istiwa' ((bid'ah)) ; karena bertanya tentang Istiwa' tidak pernah terjadi di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, kemudian Imam Malik memerintahkan agar orang tersebut dikeluarkan dari masjid karena khawatir akan menimbulkan fitnah bagi manusia terkait aqidah mereka, dan memperkuatnya dengan melarang orang tersebut dari majelis-majelis ilmu. [Lum'atul I'tiqaad Al-Haadi Ila Sabiilir Rosyad, hal : 37. Cet.Daarul Atsaar]

Faedah yang dapat di ambil dari pembahasan ini :

1. Allah berada diatas Arsy berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

2. Orang yang mengingkari Allah berada diatas Arsy dia tidak beriman kepada Al-Qur'an dan Hadits

3. Allah memiliki sifat marah (murka)

Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin berkata :

.الغضب من صفات الله الثابتة له بالكتاب والسنة وإجماع السلف

قال الله تعالى فيمن قتل مؤمنا متعمدا : «وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْه وَلَعَنَهُ» [النساء : ٩٣

.وقال النبي صلى الله عليه وسلم : ((إن الله كتب كتابا عنده فوق العرش : إن رحمتى تغلب غضبي)). متفق عليه
وأجمع السلف على ثبوت الغضب لله ؛ فيجب إثباته من غير تحريف ولا تعطيل. ولا تكييف ولا تمثيل، وهو غضب حقيقي يليق بالله

وفسر أهل التعطيل بالانتقام، ونرد عليهم بما سبق في القاعدة الرابعة، وبوجه رابع : أن الله تعلى غاير بين الغضب والانتقام ؛ فقال تعالى : «فَلَمَّآ ءَاسَفُونَا» [الزخروف : ٥٥]. أي أغضبونا «ٱنتَقَمْنَا مِنْهُم» [الزخروف : ٥٥]. فجعل الانتقام نتيجة للغضب فدل على أنه غيره.

 [لمعة الإعتقاد الهادي إلى سبيل الرشاد، ص : ٢٩. دار الاثار]

"Marah (murka) termasuk sifat Allah yang tetap bagi-Nya berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dan Ijma' salaf.

Allah Ta'ala berfirman kepada orang yang membunuh seorang mu'min dengan sengaja : «Dan Allah murka kepadanya dan mengutukinya» [An-Nisaa' : 93].

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

((Sesungguhnya Allah telah menulis sebuah kitab disisi-Nya diatas 'Arsy : Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemarahan-Ku)). Disepakati oleh Bukhari dan Muslim.

Dan para salaf-pun telah bersepakat atas tetapnya sifat marah (murka) bagi Allah ; maka wajib menetapkan sifat tersebut tanpa memalingkan (maknanya) tanpa menolak, tanpa membagaimanakan dan tanpa mempermisalkan, dia merupakan kemarahan (kemurkaan) yang hakiki yang pantas bagi Allah.

Dan ahlut ta'thil (orang-orang yang menolak sifat Allah) menafsirkan (sifat marah) dengan hukuman, dan kami bantah mereka dengan apa-apa yang telah berlalu dari qoidah yang ke empat, dan pada sisi yang ke empat : Bahwasanya Allah Ta'ala membedakan antara marah  (murka) dengan menghukum ; Allah Ta'la berfirman «Maka tatkala mereka membuat Kami murka» Yaitu ; menimbulkan kemarahan (kemurkaan) Kami, «Kami menghukum mereka» [Az-Zukhruf : 55] maka menghukum itu merupakan hasil dari kemarahan (kemurkaan) maka hal itu telah menunjukkan bahwa menghukum tidak termasuk kemarahan." [Lum'atul I'tiqaad Al-Haadiy ila Sabiilir Rasyaad, hal : 29. Cetakan. Daaru Atsaar]

4. Allah memiliki sifat Rahmah. Allah berfirman :

«ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ»

«Artinya : "Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (Al-Fathihah : 2)»

5. Ketinggian Allah ditetapkan juga berdasarkan perbuatan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam bersabdanya : ((bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah saksikanlah!)) Kemudian Nabi mengisyaratkan dengan jarinya kearah langit menunjukkan Allah diatas

6. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menengadahkan tangannya ke langit, sebagai isyarat Allah berada diatas Arsy

7. Lauhul mahfudz (kitab yang bertulis) berada disisi Allah diatas Arsy

8. Dianjurkannya bertanya tentang dimana Allah sebagaimana hadits jariah (budak wanita)

9. Mengetahui Allah diatas langit menjadi syarat keimanan dan dimerdekakannya budak wanita tersebut

11. Mengetahui Muhammad sebagai rasul juga menjadi syarat keimanan dan dimerdekakannya budak wanita tersebut

11. Tingginya derajat wanita tersebut meskipun dia budak, karena dia telah beriman kepada Allah dan Rasulnya dan dia menjadi shahabiyah

12. Mengetahui Allah diatas Arsy bisa dibuktikan dengan fitrah yang selamat, contoh tanyalah anak kecil yang belum baligh dan belum terkontaminasi oleh syubhat, dimana Allah? Dia pasti akan menunjuk ke langit meskipun tidak ada yang mengajarkannya

13. Ketika kita sedang berdoa, hati kita difitrahkan untuk menghadap keatas langit, meskipun dia orang kafir sekalipun. Ini menunjukkan bahwa Allah berada diatas

14. Seluruh hamba dilahirkan diatas fitrah (Islam) kecuali kedua orang tuanya yang menjadikan mereka nashrani, yahudi atau majusi

15. Bathilnya pahaman ahli kalam, filsafat,  tasawwuf, dan paham wihdatul wujud


Ini saja yang bisa kami paparkan di sini, karena pembahasan masalah ini sangat panjang. Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Baarakallahu fiikum.

Related Posts:

DIMANA ALLAH?


Mengetahui keberadaan Allah adalah perkara mutlak harus di ketahui oleh setiap muslim dan muslimah, karena ini merupakan perkara yang sangat penting. Karena itulah dalam tulisan kecil ini kita akan membahas dan memaparkan dalil-dalil tentang keberadaan Allah di atas Arsy-Nya.

Terkait dengan hal ini, maka kami banyak mengambil faedah dari kitab Tuhfatul Murid Syarh Qaulil Mufid, oleh Asy-Syaikh Nu'man bin Abdul Karim al-Watr dan kitab Syarh Lum'atil I'tiqood Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin. Semoga kita bisa mengambil manfaat dari tulisan ini.

ALLAH BERADA DI ATAS ARSY BERDASARKAN DALIL-DALIL DARI AL-QUR'AN

Sebaik-baik yang menjelaskan tentang keberadaan Allah adalah Allah itu sendiri, karena Dia lah yang paling tau tentang keberadaan Diri-Nya.

Berkata Asy-Syaikh Nu'man bin Abdil Karim Al-Watr dalam kitab Tuhfatul Murid Syarh Al-Qaulil Mufid :

قال المؤلف حفظه الله تعالى :

أين الله؟

قال تعالى : «ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ»، وقال : «ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِى..» إلى آخر كلامه في هذا الفصل.

[تحفة المريد شرح القول المفيد، ص : ١٢. مكتبة الإرشاد]

Berkata penulis hafidzahullah Ta'ala :

Dimana Allah?

Allah Ta'ala berfirman : 

"Artinya : (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy." (QS.Thoha : 5)

Dan Dia berfirman :

Artinya : "Kemudian Dia bersemayam di atas Arsy." (QS.Al-Hadiid : 4)

Sampai akhir firman-Nya dalam bab ini." [Tuhfatul Murid Syarh Al-Qaul al-Mufiid, hal :12. Cet.Maktabatul Irsyaad]

Kemudian Asy-Syaikh Nu'man bin Abdil Karim al-Watr berkata dalam syarahnya :

أراد المؤلف حفظه الله تعالى بإيراد هذا إثبات علو الله عز وجل على خلقه، ومباينته لهم، واستواءه على عرشه، ومعنى استوى : أي علا، وارتفع، وصعد، واستقر، هذا هو المنقول عن السلف وعن أهل اللغة، ولم يصح في اللغة سوى هذا.

.وعلو الله تعالى ثابت بالكتاب، والسنة، والعقل، والفطرة، وإجماع سلف الأمة

[تحفة المريد شرح القول المفيد، ص : ١٢-١٣. مكتبة الإرشاد]

"Penulis hafidzahullah menginginkan dengan penetapan ini, menunjukkan tingginya Allah 'Azza wa Jalla diatas makhluk-Nya, dan terpisahnya Allah dari mereka (makhluk-makhluk-Nya), dan bersemayamnya Dia diatas Arsy-Nya, dan makna istiwa : yaitu tinggi dan naik, naik dan menetap, semua ini ternukilkan dari (perkataan) salaf serta dari (perkataan) ahli  bahasa, dan tidak benar dalam (kaidah) bahasa (arab) selain (makna) ini.

Dan ketinggian Allah Ta'ala itu tetap (pasti) berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah, serta bersasarkan akal, fitrah, dan kesepakatan para salaf." [Tuhfatul Murid Syarh Al-Qaul al-Mufid, hal.12-13. Cet.Maktabatul Irsyaad]

Kemudian Asy-Syaikh menjelaskan satu persatu dalil dalil tentang ketinggian Allah diatas Arsy-Nya, dan beliau memulainya dengan dalil dari Al-Qur'an. Asy-Syaikh mengatakan :

 :أما الكتاب، فقد عبر الله عنه -أي العلو- بعدة ألفاظ

«...١. أنه في السماء. قال تعالى : «أَمْ أَمِنتُم مَّن فِى ٱلسَّمَآءِ

"Adapun dari Al-Qur'an sungguh Allah telah nyatakan tentangnya -yaitu ketinggian- dengan banyak lafadz."

1. Bahwasannya Allah itu diatas langit. Allah Ta'ala berfirman :

«Artinya : "Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit?"». (QS.Al-Mulk : 16)

«٢. عبر عنه بالفوقية. قال تعالى : «يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ

2. Allah menyatakan dalam Al-Qur'an dengan (lafadz) diatas. Allah Ta'ala berfirman :

«Artinya : "Mereka takut kepada Tuhan mereka yang diatas mereka"». (QS.An-Nahl : 50)

«٣. عبر عنه بالعروج إليه، قال تعالى : «تَعْرُجُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ إِلَيْهِ

3. Allah menyatakan dalam Al-Qur'an dengan (lafadz) naik kepada-Nya. Allah Ta'ala berfirman :

«Artinya : Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun"». (QS.Al-Ma'aarij : 4)

«٤. التنزيل من عنده، قال تعالى : «تَنزِيلٌۭ مِّنَ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

4. Turun dari sisi-Nya. Allah Ta'ala berfirman :

«Artinya : "Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang"». (QS.Fusshilat : 2)

«ه. الرفع إليه، قال تعالى : «بَل رَّفَعَهُ ٱللَّهُ إِلَيْهِ

5. Terangkat kepada-Nya. Allah Ta'ala berfirman :

«Artinya : "Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya"». (QS.An-Nisaa' : 158)

«٦. الاستواء على العرش، قال تعالى : «ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ

6. Bersemayam diatas Arsy-Nya. Allah Ta'ala berfirman :

«Artinya : "(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy"». (QS.Thoha :5)

«٧. الصعود إليه، قال تعالى : «إِلَيْهِ يَصْعَدُ ٱلْكَلِمُ ٱلطَّيِّبُ

7. Naik kepada-Nya, Allah Ta'ala berfirman :

«Artinya : "Kepada-Nya-lah naik naik perkataan-perkataan yang baik"». (QS.Faathir : 10)

«٨. لفظ العلي الأعلى، قال تعالى : «سَبِّحِ ٱسْمَ رَبِّكَ ٱلْأَعْلَى»، وقال : «وَهُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْعَظِيمُ

8. Lafadz ketinggian yang paling tinggi. Allah Ta'ala berfirman :

«Artinya : "Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi"». (Al-A'la : 1)

Dan Allah berfirman :

«Artinya : "Dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar"». (QS.Asy-Syura : 4). [Tuhfatul Muriid, Syarh Al-Qaul al-Mufiid, hal.13-14. Cet.Maktabatul Irsyaad]

Dari pemaparan-pemaparan diatas, banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang keberadaan Allah di atas Arsy, dan ayat-ayat tersebut semuanya muhkam. Namun bagi ahlul kalam (ahli filsafat), tasawwuf atau orang-orang yang memiliki syubhat akibat terpengaruh dengan ahlul kalam, mereka ini akan mentakwil, memisalkan, membagaimanakan, bahkan menolak Allah berada di atas Arsy.

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin rahimahullah dalam syarah kitab Lum'atul I'tiqood terkait Istiwa'nya Allah diatas Arsy :

استواء الله على عرش من صفاته الثابتة له بالكتاب والسنة وإجماع السلف. قال تعالى : «ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ» [طه : ٥]. وذكر استواءه على عرشه في سبعة مواضع من القرآن.

[لمعة الإعتقاد الهادي إلى سبيل الرشاد، ص : ٣٣. دار الآثار]

"Istiwa'nya Allah diatas Arsy termasuk sifat yang tetap bagi Allah dalam Al-Qur'an dan sunnah serta kesepakatan para salaf. Allah Ta'ala berfirman :

«Artinya : (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy» [Thoha : 5]

Dan Allah telah menyebutkan tentang Istiwa'-Nya diatas Arsy ada dalam tujuh tempat didalam Al-Qur'an." [Lum'atul I'tiqaad Al-Haadi Ila Sabiilir Rosyad, hal : 33. Cet.Daarul Atsaar]

Perlu kita fahami bahwa nash-nash Al-Qur'an harus kita fahami secara dhohir, tidak boleh diselewengkan maknanya kecuali ada dalil yang shohih yang memalingkannya dari dhohir ayat.

Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin memberikan kita qoidah penting mengenai hal ini, beliau rahimahullah mengatakan :

:وقبل دخول في صميم الكتاب أحب أن أقدم قواعد هامة فيما يتعلق بأسماء الله وصفاته

"Sebelum masuk pada inti kitab, saya suka agar saya mendahului (kitab ini) dengan kaidah-kaidah penting yang berkaitan dengan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya :

:القاعدة الأولى

في الواجب نحو نصوص الكتاب والسنة في أسماء الله وصفاته

الواجب في نصوص الكتاب وسنة : إبقاء دلالتها على ظاهرها من غير تغيير ؛ لأن الله أنزل القرآن بلسان عربي مبين والنبي صلى الله عليه وسلم يتكلم باللسان العربي، فوجب إبقاء دلالة كلام الله وكلام رسوله على ما هي عليه في ذلك اللسان؛ ولأن تغييرها عن ظاهرها قول على الله بلا علم وهو حرام لقوله تعالى

Qoidah yang pertama :

"Merupakan suatu kewajiban adalah, mengarahkan nash-nash al-Qur'an dan sunnah dalam nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya :

Yang wajib dalam (memahami) nash-nash al-Qur'an dan As-Sunnah : yaitu (kita) menetapkan maksud ucapan tersebut secara dzohir tanpa merubahnya ; karena Allah telah menurunkan Al-Qur'an dalam bahasa arab yang jelas (gamblang) dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun berbicara dengan lisan arab (bahasa arab), maka wajib menetapkan maksud ucapan Allah dan ucapan Rasul-Nya secara hakikat menurut bahasa arab ; karena merubah ucapan tersebut dari dzohirnya sama dengan berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan itu hukumnya harom berdasarkan firman Allah Ta'ala: 

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّىَ ٱلْفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلْإِثْمَ وَٱلْبَغْىَ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا۟ بِٱللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِۦ سُلْطَـٰنًۭا وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى  .[ٱللَّهِ  مَا لَا تَعْلَمُونَ [الأعراف : ٣٣

Artinya : "Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". [Al-A'raf : 33]

                                        .[مثال ذلك قوله تعالى : «بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنفِقُ كَيْفَ يَشَآءُ». [المائدة : ٦٤

Contoh hal itu yakni firman Allah Ta'ala :

Artinya : "(Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki". [Al-Maidah : 64]

فإن ظاهر الآية : أن الله يدين حقيقتين فيجب إثبات ذلك له

Maka dzohir ayat ini : bahwasanya Allah memiliki dua tangan secara hakiki, maka wajib menetapkan hal itu bagi Allah."

فإذا قال قائل : المراد بهما : القوة

قلنا له : هذا صرف للكلام عن ظاهره فلا يجوز القول به؛ لإنه قول على الله بلا علم.

[لمعة الإعتقاد الهادي إلى سبيل الرشاد، ص : ٨. دار الآثار]

Apabila berkata orang yang berkata : yang dimaksud dengan kedua tangan yaitu : kekuatan.

Kami katakan kepada orang tersebut : ini memalingkan ucapan dari dzhohirnya, maka tidak boleh berbicara dengan ucapan tersebut ;  karena sesungguhnya itu termasuk berbicara tentang Allah tanpa ilmu". [Syarhul Lum'atil I'tiqood al-Haadiy ila sabiilir Rasyad, hal : 8. Cet.Daarul Atsaar]

Faedah yang bisa diambil : 

1. Allah Ta'ala beristiwa di atas Arsy

2. Istiwa'nya Allah di atas Arsy menunjukkan keagungan Dzat dan sifat-Nya dan terpisahnya Allah dari makhluk-Nya

3. Istiwa'nya Allah diatas Arsy termasuk sifat yang tetap bagi Allah dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah serta berdasarkan kesepakatan salaf

4. Penjelasan tentang Allah diatas Arsy ada pada 7 tempat didalam Al-Qur'an sebagaimana ucapan Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al'Utsaimin

5. Asy-Syaikh Nu'man menyebutkan ada 8 dalil dari Al-Qur'an dengan lafadz yang berbeda-beda yang menunjukkan Allah berada diatas Arsy

5. Ayat-ayat yang menunjukkan Allah diatas Arsy semuanya muhkam

6. Diantara lafadz-lafadz yang menunjukkan Allah diatas arsy yaitu lafadz:
  • Diatas langit (Surat Al-Mulk : 16)
  • Diatas mereka (Surat An-Nahl : 50)
  • Naik kepada-Nya (Surat Al-Ma'aarij : 4)
  • Turun dari sisi-Nya (Surat Fusshilat : 2)
  • Terangkat kepada-Nya (Surat An-Nisaa' : 158)
  • Bersemayam di atas Arsy-Nya (Surat Thoha : 5)
  • Naik kepada-Nya (Surat Faathir : 10)
  • Ketinggian yang paling Tinggi (Surat Al-A'la : 1, dan surat Asy-Syura : 4)
7. Wajib memahami nash-nash yang datang dari Al-Qur'an dan Sunnah secara dhohir tanpa merubahnya karena Allah telah menurunkan al-Qur'an dalam bahasa arab yang jelas (gamblang) dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun berbicara dengan lisan arab (bahasa arab), maka wajib menetapkan maksud ucapan Allah dan ucapan Rasul-Nya secara hakikat menurut bahasa arab.

8. Memalingkan ucapan Allah dari dhohirnya atau memalingkan ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang Allah dari dzhohirnya termasuk berbicara tentang Allah tanpa ilmu

9. Berbicara tentang Allah tanpa ilmu hukumnya harom berdasarkan surat Al-A'raf : 33

10. Jika Allah menetapkan Allah memiliki kedua tangan, maka kedua tangan itu hakiki bukan majas dan tangan Allah tidak sama dengan tangan makhluk. Allah Ta'ala berfirman :

«لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ»

Artinya : "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat". (Asy-Syura : 11)

11. Pentingnya belajar bahasa arab


Semoga bermanfaat.

***
Dompu, 29 Rojab 1440 H/6 April 2019

Penulis : Abu Dawud ad-Dombuwiyy 

Artikel : Meciangi-d.blogspot.com 

Related Posts: